Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Film

Hanum, I Know What You Did Last Summer

24 November 2018   00:08 Diperbarui: 23 November 2018   23:59 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu ciri aku ada di sebuah kota di Bukit Barisan Sumatra adalah kamar di ujung mes kalau malam terang. Kalau tak ada  ya   gelap. Sesederhana itu.

Pagi-pagi temanku menggedor pintu kamar mes untuk mengajak sarapan. Sang teman ini biasa mampir pagi setelah mengantar anaknya ke sekolah. Lokasi sarapan tinggal dipilih,  sarapan Mie Ayam Lukli, martabak telur di pasar atau makan mie goreng Mbah Jarwo atau sarapan di rumahnya. 

Si teman ini sedang jomblo berbatas waktu. Maklum istrinya sedang kuliah lagi di universitas ternama di Indonesia sedangkan dirinya sendiri sedang memompa semangat untuk menulis thesis.

Akhirnya dipilih sarapan di mie goreng Mbah Jarwo. Dekat, cepat dan ringkas serta tidak pakai lama.

Si teman mengkritik tulisanku mengenai A Man Called Ahok dan Hanum & Rangga. Menurutnya tulisanku dangkal tidak memberikan gambaran utuh mengenai perseteruan sosial politik serta psikologi yang melingkupi kedua film yang berimbas pada jumlah penonton. Perseteruan itu terjadi di Media Sosial dan juga terekam jelas di media mainstream.

Aku  sih  kalem saja. Lah,  untuk menulis biasanya seorang penulis berusaha untuk membatasi topiknya agar tidak melenceng ke mana-mana. Seorang penulis jelas memiliki misi tersendiri yang bisa diungkapkan ataupun tak diungkapkan dalam tulisannya. Semua diserahkan pada pembaca untuk melihat misi dari tulisan yang ingin disampaikan. Titik.

Film  ya  film. Film  pasti membawa misi. Misinya tergantung dari film itu sendiri. Cara menyampaikannya ada begitu banyak cara. Semuanya tergantung pada sang sutradara.

Walau demikian jangan pernah mengadu crew film. Crew film itu bertindak secara profesional. Kalau mereka tidak profesional maka mereka akan habis digilas oleh sistem film itu sendiri. Film itu mau untung. Titik.

Mengenai Hanum, Hanum sendiri bukan orang baru di film. Setidaknya sebelum film Hanum & Rangga (2018) ada film 99 Cahaya di Langit Eropa (2013), 99 Cahaya di Langit Eropa Part 2 (2014), Bulan Terbelah di Langit Amerika (2015), Bulan Terbelah di Langit Amerika 2 (2016).

Berdasarkan data dari filmindonesia.or.id film Hanum, 99 Cahaya di Langit Eropa berhasil menembus 1.189.709 penonton, sekuelnya 587.042. Film Bulan Terbelah di Langit Amerika ditonton oleh 917.865 orang, sekuelnya hanya ditonton oleh 582.487 orang.

Sebenarnya film Hanum bagus dengan menembus sejuta penonton kemudian jatuh di sekuelnya. Film Hanum kebanyakan lokasi syutingnya di luar, Eropa dan Amerika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun