Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Prasangka Ibu pada Anaknya

15 Februari 2018   01:22 Diperbarui: 15 Februari 2018   08:51 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Aku cemburu.  Dulu Kakak kalau ada apa-apa selalu ke aku. Kevin dan Kayla juga sama. Sekarang Kakak dan Kevin selalu ke Bapak.  Kayla ke Mbok Asih. Bagi Kayla aku ini kayak ibu tiri. Padahal aku yang mengandung Kayla sambil kuliah. Kakiku bengkak. Perutku sampai sekarang belum juga hilang lemaknya karena hamil tiga anak. Kata Kayla perut Ibu kayak jeli, putih-putih empuk. Aku bukan ibu yang diharapkan oleh anak-anak," cerocos istriku di pagi buta.

Aku yang masih tidur di kantung tidur di kebun pun mendengarkan dengan khusuk plus ngantuk.                                                                                                                                                                                                                       

"Sabarlah, Bu. Anak-anak  kan  sudah besar. Mereka sudah punya teman dan juga kelompok sendiri," kataku.

Aku dan keluarga berjarak lebih dari 700 km. Butuh manajemen kesabaran tak bertepi untuk kami yang memilih hidup berkeluarga jarak jauh. Istilahnya  LDR --  Long Distance  Rumah tangga.   Sebulan sekali kami baru bisa kumpul lengkap.

Kalau kumpul, aku di rumah seminggu. Mengurusi tanaman di depan rumah. Serta memperbaiki peralatan rumah yang memang butuh perbaikan.

Kakak sudah kudidik dari kecil untuk bertanggungjawab terhadap rumah. Masih kecil dia sudah kudidik untuk membersihkan got, memotong dahan pohon dan aku suruh untuk tak segan membantu abang gerobak sampah kalau angkut sampah di depan rumah.

Pertumbuhannya cepat sekali. Baru kelas sembilan dia sudah bertinggi 170 cm, ikut DNA ibunya. Diperkirakan masih akan tinggi lagi. Bersepatu ukuran 41. Berambut jabrik memiliki mata menawan seperti Arjuna, dan cenderung pendiam. Untuk urusan sekolah lumayan, selalu bertengger di lima besar.

Kevin, anak tengah memang cerdas. Selalu tiga besar untuk urusan sekolah. Tinggi besar alias agak sedikit gendut walau kegendutannya agak tertutupi dengan tinggi badannya. Oleh ibunya, Kevin bertanggung jawab untuk membeli gas dan galon air. Banyak berkhayal mengenai astronomi dan robot.

Kayla, centil dan ceriwis serta bergerak terus seperti campuran  Lovebird  dan ulat nangka. Untuk urusan sekolah di atas rata-rata. Hanya saja si bungsu ini memang selalu bikin gaduh karena selalu membawa teman-temannya di kampung bermain di teras rumah.  Setiap sore kalau lagi kumpul dengan teman sebaya selalu menyediakan biskuit dan teh manis. Tugasnya mencuci piring dan menyiram tanaman.

Dari ketiga anak yang lucu dan menggemaskan itu, aku sering diledek oleh istriku kalau aku ini cuma menjadi penyumbang warna kulit. Ledekan istriku yang tinggi dan putih itu, malah aku balas dengan mengungkapkan campuran kulitnya dan kulitku yang hitam menjadi kulit  tanning.Kulit anak-anak jadi eksotis. Orang saja rela bayar mahal agar berkulit  tanning.  Wong  bule bejemur di Indonesia agar kulitnya  tanning.

Paling menggemaskan kalau istriku mulai menggodaku dengan menyatakan kecerdasan anak-anak kami diturunkan dari DNA-nya. Berdasarkan teori, gen kecerdasan itu terkait kromosom x.

"Lha...  Kakak dan Kevin, kromosom xy,  kromosom x-nya dari aku, y darimu. Kayla, kromosom xx, 1 kromosom x dari aku dan 1 lagi darimu. Kesamaannya adalah semua gen kecerdasan berasal dari aku yaitu kromoson x, terbukti ketiga-tiganya cerdas seperti aku," ledeknya sambil mengedipkan matanya dengan genit.

Aku hanya bisa memberi perlawanan dengan mengatakan, "Ayo... kita bikin anak satu lagi untuk membuktikan teorimu, sayang...,"  sambil meraih pinggangnya dan merangsek maju.

Usut punya usut mengenai telepon pagi tadi, ternyata kemarin sore, Kakak membeli coklat cukup banyak dari warung serba ada ber-AC di depan rumah. Ada promo coklat, beli satu dapat dua. Kakak belanja coklat hingga tiga ratus ribu rupiah dari uang hasil kerja otaknya.

Ketika pulang ke rumah, Kakak tak sedikitpun memberikan coklat pada ibunya. Malah ketika ditegur ibunya,  kenapa coklatnya tidak dibagi dengan ibu dan adik-adik. Kakak bilang, "nanti saja kalau Kakak sudah bagi dengan guru-guru dan teman-teman Kakak. Itupun kalau ada sisa".

Ibunya meradang karena menganggap sudah kehilangan cinta dari anak-anaknya. Dulu sewaktu mereka kecil kalau ditanya siapa yang paling cantik, mereka akan jawab ibu. Siapa yang paling baik akan dijawab ibu. Siapa yang paling disayangi akan dijawab ibu.

Sekarang kalau Ibu bertanya, "Kakak, Ibu cantik gak?".

Kakak akan menjawab, "Ah... Ibu  kan  sudah tahu kalau Ibu  not my type," sambil nyengir.

"Kakak  nggak  sayang lagi sama Ibu  nih".

"Ibu...  please  deh,  ini kan cuma masalah selera".

Istriku hanya bisa senyum masam mendengar jawaban cerdik Kakak.

Khusus Kayla, aku tahu Kayla sangat dekat dengan Mbok Asih karena sejak bayi, Mbok Asih yang mengasuh Kayla. Pasca melahirkan istriku harus bertarung di lapangan untuk penelitian kuliahnya. Aku tahu perjuangannya.  Mbok Asih walaupun punya cucu sendiri akhirnya malah melekat pada Kayla.  Kalau cuti lebaran, yang paling banyak dapat oleh-oleh sudah pasti Kayla.

Itulah ketakutan istriku. Dia takut akan kehilangan orang-orang yang dicintainya. Khusus untuk aku, dia tak takut kehilangan, walaupun tergaet  oleh "badai pegunungan" karena dirinya sudah ada Kakak, Kevin dan Kayla.

Biar bagaimanapun suatu malam, dia mengoreksinya, "Aku tak akan sanggup berpisah darimu karena aku pernah berada dalam jurang terburuk dalam hidupku dan kau ada untukku. Dan kau tetap menjadi teman, musuh, pacar, suami tercintaku. Aku paling sebel ketika kau marah dan ngomongin aku batok goblok," sambil tangannya menjewer kupingku.

Aku cuma tersenyum dan kemudian mengecup dahi istriku. Istriku tahu kalau aku selalu marah pada substansi tidak pada hal-hal lain. Mungkin itulah yang membuat kami masih bertahan hingga saat ini. Hal sebaliknya juga sama berlaku dengan istriku ketika marah padaku.

Sebelum siang menjelang aku kembali mendapat telepon dari istriku. Istriku menangis sesenggukan.

"Aku minta maaf, Sayang.  Aku salah. Ternyata aku bukan perempuan terakhir di dunia yang diberi coklat oleh Kakak. Justru aku adalah perempuan pertama di dunia ini yang diberi coklat olehnya."

"Pagi tadi ketika aku sibuk di dapur menyiapkan sarapan dan bekal untuk mereka bertiga, Kakak meletakkan dua buah coklat di atas meja rias ku dan menulis pesan "3K Sayang Ibu dan Bapak .  Ibu dan Bapak yang terbaik di dunia".

"Aku baru tahu ketika aku ke kamar".

Aku yang pagi tadi dibuat bingung oleh  kejengkelannya  pada anak-anak dan 3 jam kemudian berganti dengan kebahagiannya pada anak-anak.  Aku hanya tersenyum. Hidup ini ternyata seperti  roller  coaster.

Ahhh.  Aku kangen. Dan kukirim melalui WA angka 3 untuk istriku. Terima kasih untuk perjalanan cinta kita sayang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun