Mohon tunggu...
OtnasusidE
OtnasusidE Mohon Tunggu... Petani - Petani

Menyenangi Politik, Kebijakan Publik dan Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Punya Anak dengan Setan

4 September 2016   16:44 Diperbarui: 4 September 2016   16:48 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bukit Tunjuk tertutupi kabut senja

Itulah yang membuatkku kini terbaring di pondok kebun kopi warga. Aku juga tak tahu bagaimana Sanelope mengangkat tubuhku yang gemuk itu ke atas. Perjuangannya kuyakin sungguh berat. Belum lagi menyelamatkan satu  dry  bag.

“Tenanglah. Mungkin punggung dan lenganmu bergeser.”

“Kita di sini mungkin dua sampai tiga hari. Pertama, pasti sopir yang kita sewa akan memberitahu orang kampung kalau kita kena musibah. Kedua, pondok kopi ini pasti akan didatangi pemiliknya. Jadi kita masih bisa tertolonglah.”

Punggungku memang agak sakit demikian pula ketika lenganku digerakkan. Tubuhku sudah kering. Dan sudah berganti celana dan kaos. Sanelope dipastikan yang menggantikan celana basah dan kaos basahku.

“Nggak usah mikir. Aku yang mengeringkan tubuhmu dan menggantikan celana dan kaosmu.”

Air di cerek mendidih. Dan Sanelope pun membuatkan minuman sereal.


Hari sudah menjelang malam. Aku mesti cari ranting untuk perapian. Untung lampu yang ditinggalkan oleh pemilik pondok ini masih ada minyaknya.

Aku yang berusaha membantu dicegahnya. “Istirahatlah dulu. Kau meremehkan kemampuanku.”

Akupun diam saja. Malam merambat pelan. Nyamuk masih bisa terusir karena di  dry  bag  ternyata ada lotion  anti nyamuk.

“Kenapa kau lari? Menenggelamkan diri dalam pekerjaanmu. Kau punya bakat. Kau punya talenta. Kau punya semangat. Jangan kau tenggelamkan.”

“Aneh dirimu. Kau malah menasehatiku. Padahal kita sedang dalam bahaya. Kalau malam ini hujan. Pondok ini bisa longsor ke bawah. Matilah kita,” kataku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun