Mohon tunggu...
Ananto W
Ananto W Mohon Tunggu... Administrasi - saya orang tua biasa yang pingin tahu, pingin bahagia (hihiHI)

pernah bekerja di sektor keuangan, ingin tahu banyak hal

Selanjutnya

Tutup

Money

Maaf, Tantangan Debat Rizal Ramli Tidak Berguna

9 Mei 2018   07:00 Diperbarui: 9 Mei 2018   07:41 718
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berita tantangan debat Rizal Ramli (mantan Menko Maritim) kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani mengenai urusan ekonomi membikin orang banyak berkerut dahi. Orang akan bertanya seperti ini : total utang pemerintah per Maret 2018 sebesar Rp 4.136,49 triliun, dengan porsi valuta asing (valas) sebesar US$ 109,6 miliar itu besar atau wajar. Pertanyaan selanjutnya, apakah pemerintah mampu membayar hutang itu. Pertanyaan selanjutnya, hutang sebesar itu digunakan untuk apa.

Daripada mumet memikirkan angka-angka itu mungkin pendapat di bawah ini bisa juga dijadikan ajang debat baru (hahaha).

Rizal Ramli pasti menang dalam debat

Saya pernah mendengarkan pidato Rizal Ramli (RR) di sebuah pertemuan alumni. Kesan saya bapak Menteri (waktu itu beliau masih menjabat) itu seorang yang pandai mengemukakan pendapatnya. Uraiannya runtut, jelas tidak bertele-tele, menarik dan disampaikan dengan bahasa yang enak dan sederhana. Suaranya mempunyai power yang besar. Ia penuh percaya diri. 

Di kediaman pribadinya, Rizal Ramli telah mendeklarasikan diri siap menjadi capres 2019 (Detiknews 5 Maret 2018). Beberapa media menghilangkan kata "siap." Apapun yang ditulis, RR membutuhkan kendaraan partai politik untuk dapat mencalonkan diri. Tahun 2009 lalu ia pernah mencalonkan diri juga, tetapi tidak ada gaungnya karena kendaraan yang disebutkan tadi tidak berhasil diperoleh.

Berdasarkan pertimbangan RR membutuhkan kendaraan, maka tampilannya sebagai kandidat yang mampu, dapat dipercaya perlu diusung dalam sebuah panggung. Masyarakat didorong untuk menengok ke panggung itu ketika seseorang mengucapkan pidatonya. Apa yang diucapkan juga tidak boleh lemah, karena tidak akan ada gaungnya.

Maka tidak heran RR menyampaikan proposisi yang menantang. Dua pokok persoalan yang ia tawarkan, setidaknya, yaitu hutang negara yang besar sehingga "gali lubang masuk jurang" dan pertumbuhan ekonomi yang "cuma" berkisar 5%.

RR tidak akan didengar orang banyak apabila ia memuji inkumben, menyokong pemerintah. Dengan cara itu RR mengarah ke jabatan cawapres, bukan capres.

Bila RR sedang mencari banyak penonton, penggemar, pendukung maka apapun hasil debat dengan Sri Mulyani, RR akan menang. Televisi dan media sosial yang menayangkannya juga akan menang. Kemenangan itu berupa tampilnya sosok RR di panggung. Ia lebih dikenal dalam kelompok masyarakat yang lebih luas. RR akan mulai (lebih) populer dan dilirik oleh partai politik. Cara partai politik merekrut artis dan selebrita umumnya berdasarkan kemampuan calon untuk menarik khalayak.

RR bisa mengambil jalan lain sebetulnya. RR bisa menulis di koran atau jurnal seperti yang dilakukan oleh beberapa ekonom untuk mengeritik penyelenggaran ekonomi negara. Cara itu kurang manjur, kurang nendang karena pembacanya terbatas.

Asumsi dan skenario menentukan

Materi debat tentang ekonomi bisa disederhanakan seperti ini. Misalkan seorang A mempunyai penghasilan Rp 10 juta sebulan. Pertanyaan : berapa banyak ia boleh berhutang?

- Pendapat ahli keuangan menyarankan hutang A sebesar 30% karena itu adalah patokan umum yang aman. Pendekatan ini bisa disebutkan sebagai strategi normal.

 - A bisa juga berhutang 40% dari penghasilannya. Strategi yang dilakukan adlah strategi agresif.

- A bisa juga berhutang 20% dari penghasilannya. Strategi ini disebut strategi konservatif.

Apakah ketiga strategi itu baik atau buruk tergantung dari a. Penggunaan hutang b. Sumber pembayaran dan c. Kondisi eksternal. Penggunaan hutang bisa konsumtif, bisa hutang untuk usaha, investasi. Apabila hutang itu untuk investasi, bangun rumah, buka usaha misalnya, hasilnya tidak bisa dinikmati segera seperti bila hutang digunakan untuk konsumtif. Sumber pembayaran juga bisa menyebabkan A lebih makmur di masa depan atau lebih terpuruk. Bila A mempunyai penghasilan tetap, maka pendapatannya lebih stabil daripada penghasilan tidak tetap. Hutangnya relatif aman.

Akhirnya A juga menghadapi ketidak pastian dari majikan yang memberi kerja. Apabila kondisi ekonomi secara umum memburuk yang berpengaruh terhadap usaha majikan, maka A bisa tidak mendapatkan bonus dan paling apes ia dirumahkan. A haru mengambil sikap apakah ia optimistis atau pesimistis. Sikap ini tentu saja subyektif.

Dari ketiga skenario di atas, A bisa melakukan apa yang lazim disebut sebagai stress test. A menghitung kemungkinan terbaik, kemungkinan biasa saja dan kemungkinan terburuk. A harus memperhitungkan semua kemungkinan itu juga, meskipun sulit.

Sri Mulyani jelas bersikap optimistis seperti yang dikatakannya "Saya lihat akal mereka ini yang dipikirkan hanya kepribadian sempit, katak dalam tempurung, selalu ketakutan, hidupnya hanya curiga, tidak bisa lihat orang yang berbeda, tidak mampu bergaul dengan orang yang berbeda dengan kita, mereka itu adalah masa depan yang mengkhawatirkan. Saya tidak takut kepada tantangan berdebat," kata Sri Mulyani, Senin (Kompas.com 7/5/2018).

Dalam menyusun anggaran, termasuk di dalamnya hutang, asumsi dan skenario menjadi pertimbangan. Kurs USD/Rp dalam anggaran dipatok, maka bila sekarang kurs Rp14.000 tentu saja angka-angka dalam anggaran belanja negara sudah meleset. Siapa yang bisa meramalkan kurs menjadi senilai itu? Pada waktu menyusun anggaran tentu dipakai pertimbangan yang juga subyektif sifatnya. Patokan yang dietujui pemerintah dan DPR berujud pada defisit anggaran yang tidak boleh lebih 3%.

Ekonom Bukan Peramal yang Baik

Bagaimana akhir sebuah debat dari dua orang yang berbeda pandangan. Tentu tidak ada suatu kesimpulan yang berguna bagi para penontonnya karena masing-masing menggunakan pijakan yang berbeda. Paling bisa dikatakan RR memberikan peringatan dini yang baik dan pantas untuk diperhatikan oleh pemerintah.  

Ahli ekonomi banyak membuat ramalan tentang masa depan tetapi kebanyakan juga meleset. Pada masa warga negara AS bersemangat, sangat bergairah mereka kehilangan akal sehatnya. Alan Greenspan (Kepala Bak Sentral AS 1987 - 2006) menyebut suatu masa rakyat AS bertindak irrational exuberant (kegairahan yang tidak masuk akal). 

Pada masa itu suku bunga sangat rendah selama jangka waktu yang panjang pemerintahan Ronald Reagan sehingga orang banyak berhutang. Mereka ramai ramai membeli real estat yang harganya terus melambung. 

Bank lupa diri, mengemas KPR menjadi sekuritas dan dijual ke lembaga keuangan. Lembaga keuangan membuat produk derivatif (turunan) dari sekuritas berbasis KPR tadi. Akhirnya derivatif dari KPR tidak terkait lagi dengan KPR nya atau sumber pembayaran KPR tidak terkait dengan produk derivatif. Harga rumah tentu saja tidak bisa naik selamanya. suatu saat penawaran harga akan sangat tinggi sehingga orang tidak mampu membeli atau pasar menjadi jenuh.

Tahun 2003 terjadi gelembung besar kredit KPR yang sub prime (lebih buruk kualitasnya) yang kemudian meledak menjadi krisis ekonomi. Pada masa ekonomi membaik dalam jangka panjang tebukti orang lupa diri. Kepala Federal Reserve itu tidak juga melihat bahaya yang mengancam. Pada masa itu ilmu ekonomi disebut sebagai ilmu yang mengecewakan (dismal science)

Ahli ekonomi yang berdebat pun tidak memberi jawaban terhadap masa depan. 

 catatan : Pernyataan Rizal ditanggapi oleh Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti melalui postingan akun Facebook pribadinya pada Minggu (8/4/2018).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun