Mohon tunggu...
OSTI  LAMANEPA
OSTI LAMANEPA Mohon Tunggu... Mahasiswa - DEO GRATIA (RAHMAT ALLAH)

MAHASISWA FILSAFAT DAN TEOLOGI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Misi Imam Dominikan dalam Pewartaan Injil di Larantuka dan Solor: Pertemuan Agama Katolik dan Kepercayaan Lokal

18 Mei 2022   15:37 Diperbarui: 18 Mei 2022   15:42 1475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Ostianus Ola Lamanepa, Mahasiswa Filsafat-Teologi Widya Sasana Malang.

I. Pengantar

              Pada tahun 1515, terjadi suatu era baru yakni lahirnya Gereja Asia. Gereja Asia khususnya wilayah Indonesia yakni daerah Larantuka dan Solor sangat beruntung karena penyebaran agama Katolik yang dilakukan oleh para Imam Dominikan asal Portugis. Para Imam Dominikan asal Portugis ini berlayar bersama kapal Portugis pergi ke wilayah timur jauh yakni daerah Asia yang saat itu dinobatkan sebagai penghasil rempah-rempah terbanyak. Tujuan pertama bangsa Portugis adalah mencari rempah-rempah. Namun di dalam kapal tersebut ada beberapa Imam Dominikan yang turut berlayar bersama mereka. Di sinilah awal mula penyebaran agama Katolik di wilayah Asia yakni wilayah Indonesia khususnya wilayah Larantuka dan Solor. Fokus tulisan ini yakni penulis menampilkan dan menjabarkan perkembangan Gereja Asia khususnya Gereja Indonesia yakni Gereja Larantuka dan Solor. Pada bagian pertama penulis menampilkan misi pewartaan Injil Imam Dominikan dan sejarah terbentuknya Gereja Larantuka dan Solor, serta tanggapan Umat Larantuka dan Solor atas agama baru yakni agama Katolik. Pada bagian kedua penulis menampilkan pembentukan Gereja Larantuka dan Solor oleh Imam Dominikan asal Portugis. Pada bagian penutup penulis ingin menampilkan pengaruh Quietisme dan berbagai problem-problem yang di temukan antara pertemuan agama Kristiani dan kepercayaan lokal Rera Wulan/Lera Wulan serta melihat relevansinya dengan kehidupan Gereja saat ini.

II. Pembahasan

2.1. Misi Pewartaan Injil Allah Oleh Imam Dominikan asal Portugis di Asia khususnya di Indonesia

        Salah satu makna keberadaan Gereja yakni Gereja adalah saksi Yesus Kristus[1]. Gereja hidup dan menunaikan misinya dalam situasi-situasi nyata dalam waktu dan ruang. Kesadaran kritis akan pelbagai kenyataan yang kompleks di Asia sangat diperlukan, supaya umat Allah di berbagai benua harus menanggapi kehendak Allah bagi mereka dalam evangelisasi baru[2]. Asia merupakan benua yang terluas di bumi, dan dihuni oleh hampir duapertiga penduduk dunia. Di benua Asia inilah lahir agama-agama besar dunia yakni Yudaisme, agama Kristiani, Islam dan Hinduisme. Di benua ini lahir pula banyak tradisi-tradisi rohani lainnya seperti Buddhisme, Taoisme, Konfusianisme, Zoroastrianisme, Jainisme, Sikhisme dan Shintoisme. Di benua Asia ini juga terdapat jutaan agama-agama tradisional atau suku-suku, pada tingkatan ajaran religius ritual dan formal yang terstrukturkan. 

           Gereja lahir dari pewartaan Para Rasul tentang Kristus yang mereka lihat dan saksikan secara langsung. Kehadiran mereka bersama Yesus inilah, yang mendorong para Rasul dengan berani mewartakan Yesus yang bangkit kepada semua bangsa. Misi pewartaan Injil Allah ini pun berlanjut dari generasi-kegenerasi. Para imam Dominikan asal Portugis pun berlayar mengikuti kapal dagang portugis mencari daerah di timur jauh yakni wilayah Indonesia yang merupakan penghasil rempah-rempah terbesar. Para imam Dominikan asal Portugis ini pun tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Maluku, Ternate, Tidore, Alor, Timor, Kupang, Maumere bahkan daerah larantuka dan Solor tidak luput dari perhatian mereka. Di sinilah benih-benih Kristiani mulai muncul dalam masyarakat NTT khususnya daerah Larantuka dan Solor.

2.2. Pembentukan Gereja Larantuka dan Solor

            Menurut Catatan sejarah, umat Flores tahu akan agama khatolik itu datangnya pedagang portugis yang tinggal di Solor, pulau kecil di depan Larantuka. Mula-mula berdagang, cari rempah2 di sekitar. Dengan bergulirnya waktu akhirnya mereka punya rumah sederhana untuk berteduh. Orang portugis ini mula berdoa ala khtolik di sana. Dan pada tahun 1561 empat pater Ordo Dominikan di kirim dari Malaka ke solor[3]. Empat pater itu menetap di Solor. Selain melayani pedagang-pedagang Portugis, para misionaris itu mewartakan Injil ke penduduk lokal. Kehadiran orang asing, agama baru, tidak diterima begitu saja. Terjadi sejumlah perlawanan berdarah-darah. Untuk melindungi diri dari serangan penduduk lokal, pada 1566 Pastor Antonio da Cruz membangun benteng di Lohayong, Kecamatan Solor Timur sekarang[4]. Penyebaran agama Katolik di Kepulauan Solor [sekarang Kabupaten Flores Timur] sukses besar. Berdasar catatan Mark Schellekens dan Greg Wyncoll, penulis dan fotografer yang baru saja melakukan reportase di Solor, di dalam banteng itu dibangun asrama, gereja, dan fasilitas lain.

            Bahkan, sebuah seminari dibikin di dalam Benteng Lohayong tersebut. Pada tahun 1600 sedikitnya ada 50 siswa [seminaris] yang belajar mempersiapkan diri sebagai rohaniwan Katolik. Beta bisa pastikan inilah seminari Katolik pertama di Indonesia. Ada gereja bernama Nossa Senhora da Piedade. Beberapa tahun kemudian dibangun Gereja So Joo Baptista. Singkat cerita, hingga 1599 misionaris perintis ini berhasil mendirikan 18 gereja di Solor dan sekitarnya. Namun, kekuasaan Portugis tidak bertahan lama. Pada 27 Januari 1613 sebuah armada Belanda datang ke Solor. Kapten Manuel Alvares mengerahkan 30 orang Portugis serta seribu penduduk lokal untuk mempertahankan benteng di Lohayong. Portugis ternyata kalah setelah berperang tiga bulan. Pada 18 April 1613 benteng itu jatuh ke tangan Belanda. Kompeni-kompeni Londo ini mengganti nama benteng menjadi Benteng Henricus. Solor waktu itu rupanya sangat menggiurkan. Tahun 1615 Belanda meninggalkan Lohayong [ibukota Solor], tapi datang lagi tiga tahun kemudian. Entah kenapa, Belanda melepaskan benteng pada 1629-30, dan segera diisi kembali oleh Portugis hingga 1646 ketika diusir lagi oleh Belanda. Portugis ternyata selalu kalah dengan Belanda meski jumlah pasukannya lebih banyak. Portugis juga cenderung pengecut lah! Tentu saja, perang terus-menerus antara sesama penjajah ini membuat kekatolikan yang masih sangat muda tidak berkembang. Berantakan. Melihat suasana yang tidak kondusif meminjam bahasanya polisi sekarang pater-pater Dominikan memindahkan markasnya ke Larantuka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun