Mohon tunggu...
Harun Anwar
Harun Anwar Mohon Tunggu... Desainer - Menulis sampai selesai

Lelaki sederhana yang masih ingin tetap tampan sampai seribu tahun lagi

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pulang (3)

23 September 2019   08:52 Diperbarui: 23 September 2019   09:01 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: La Ode Muhammad Faisal Wikra Kusuma Wardana Lokasi: Pantai Losari - Makassar

Setelah sahara yang panjang mengupas kulit kakiku rupanya masih ada berlapis-lapis ngarai menjulang di hadapan. Kau tahu tinggal berapa jaraknya dariku? Hanya sejauh suara bersin.
       
Tapi, aku mau tetap pulang. Persetan dengan aral gendala. Biar saja habis semua sehingga mendekati mampus diri dan pendirian, tak ada urung. Tak peduli. Yang aku tahu pulang akan membawaku lebih dekat padamu daripada kedekatan itu sendiri.
       
Aku mau pulang, lalu membaca surat-surat tulisan tanganmu yang perlahan berdebu dan mengonggok pada para-para di gubuk tua dekat pekuburan itu.
           
Apa kau tahu lagi? Ah mungkin tidak semua. Aku mau pulang, merebahkan kepalaku pada dadamu. Aku ingin sekali bercerita ini dan itu, dan barangkali bisa dengan terisak.
         
Lalu, sebelum mungkin aku akan terlelap di katup dadamu, aku akan mendengar cerita-ceritamu. Perihal kebun-kebun yang gersang, jembatan yang hangat, jalan-jalan menuju perkampungan yang panjang, juga pohon-pohon di beranda rumah masa kecil.
           
Sebelum tiba arunika, atau tepatnya subuh-subuh, aku mau jadi yang pertama membangunkanmu. Dan ketika senja kian dekat, aku ingin duduk di dekatmu, dengan sarung kotak-kotak dan kopiah hitam, di situ kau akan bertanya: "masak apa sebentar?"
         
Itu. Pulang. Seperti yang pernah aku tulis berulang, bahwa kau adalah perahu kecil yang oleh angin sakal dibawa sampai pada selat hatiku. Tahu kau apa arti selat tanpa pelayaran di dalamnya? Entah, aku tak tahu itu. Apa kau tahu juga arti perahu yang tak kunjung menemui lautan? Entah, lagi-lagi aku masih tak tahu.
         
             
Sudah saatnya pulang. Membawa semua cinta yang aku pungut selama kepergian dan menaruhnya di lemarimu hatimu. Simpan semuanya. Aku tak pulang membawakan perhiasan untukmu, apakah itu ratna mutu manikam atau emas berkilau. Maaf.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun