Mohon tunggu...
Opa Jappy
Opa Jappy Mohon Tunggu... Konsultan - Orang Rote yang Bertutur Melalui Tulisan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

http://jappy.8m.net

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Saatnya Wisatawan Indonesia Menjadi Terhormat di Negeri Sendiri

3 Maret 2020   19:04 Diperbarui: 3 Maret 2020   19:14 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kutipan Tentang Travel Advice, Alerts, Warning, Banned

Travel Advice: Pada awalnya, di bidang pariwisata, travel advice merupakan bentuk 'guidans atau nasehat dan saran' [ dari Biro Perjalanan Wisata] kepada calon wisatawan ketika merencanakan perjalanalan wisatanya. Nasehat dan saran tersebut diperlukan agar, sang calon wisatawan dapat melakukan 'traveling atau pun visit' menuju destinasi wisata sesuatu keinginan dan kemampuan keuangannya.

Belakangan, Travel Advice hanya dihubungkan dengan peringatan dini kepada wisatawan, bahwa sebaiknya tidak mengunjungi wilayah tertentu, karena ada sejumlah hal yang bisa membuatnya tidak aman atau mengancam keselamatan dirinya. Namun, tidak melarang warga ke daerah lain (pada Negara tujuan), yang berbeda dengan tujuan semula.

Travel Alerts: Ini sudah mencapai tahap alarm atau peringatan agar wisatawan waspada. Waspada karena, bisa saja mereka ikut menjadi korban (kejahatan, penyakit menular, bencana alam, dan hal-hal ektrim lainnya) pada/di daerah destinasi wisata yang mereka kunjungi.

Travel Warning: Tahap ini, agak lebih ketat dari Travek Alerts. Travel Warning sudah mencapai pada 'memanggil pulang warganya yang sementara menjadi wisatawan' di suatu Negara atau Daerah, dan larang beperpergian (ke tempat tersebut) karena sudah tidak terjamin tingkat kelamatan dan keamanan untuk yang bersangkutan.

Travel Banned: Tahap ini, sudah merupakan larangan total untuk mengengunjungi Negara atau pun daerah (tempat) wisata. Larang tersebut terjadi karena Negara (yang wilayahnya menjadi tujuan wisatawan) sudah merupakan wilayah perang, konflik, bencana, dan lain sebagainya, sehingga sangat tidak aman untuk didatangi.

Opa Jappy

Dokumentasi K IHI
Dokumentasi K IHI
Lenteng Agung, Jakarta Selatan | Umumnya pariwisata (dari pari yang berarti banyak, berkali--kali, berputar--putar, keliling, dan wisata yang berarti perjalanan atau bepergian) dimaknai sebagai perjalanan yang dilakukan dari satu tempat ke tempat lain; wisatawan berarti orang yang berwisata.

Sedangkan menurut UU No. 9 Tahun 1990 pariwisata merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan, daya tarik dan atraksi wisata serta usaha-usaha yang berhubungan dengan penyelenggaraan pariwisata. 

Pariwisata meliputi semua kegiatan berhubungan dengan perjalanan wisata, sebelum dan selama dalam perjalanan dan kembali ke tempat asal, pengusahaan daya tarik atau atraksi wisata (pemandangan alam, taman rekreasi, peninggalan sejarah, pagelaran seni budaya). Usaha dan sarana wisata berupa: usaha jasa, biro perjalanan, pramuwisata, usaha sarana, akomodasi dan usaha-usaha lain yang berkaitan dengan pariwisata.

Dari pengertian tersebut, maka sangat mudah dipahami bahwa sektor pariwisata menyangkut atau berhubungan banyak bisnis lainnya. Katakanlah, jika seseorang atau kelompok melakukan wisata, maka akan terjadi pergerakan ekonomi di/pada bidang-bidang lain. 


Misalnya, perhotelan, homestay, tranportasi (darat, laut, udara), pasar tradisional, kuliner, cinderamata, hiburan malam, pemandu wisata, lingkungan destinasi, petugas kebersihan, buruh angkut, parkir, keamanan, pedagang kecil, pakaian, pentas budaya dan hiburan, dan masih banyak lagi. 

Oleh sebab itu, tidak salah jika para praktisi pariwisata menyebutkan bahwa, sektor wisata merupakan gerbong utama giat ekonomi kecil dan menengah hingga besar atau pun raksasa.

Bahkan, jika tata kelola kegiatan pariwisata diatur dengan baik, benar, dan tepat, maka komunitas masyarakat di/pada lingkungan sekitar destinasi akan mengalami keuntungan yang besar. Itu juga bermakna, masyarakat sekitar destinasi, tidak sekedar menjadi penonton ketika wisatawan datang ke daerah mereka; namun mereka pun mendapat keuntunag ekonomi dari kehadiran wisatawan, (ini idealnya lho; faktanya, banyak yang tidak seperti itu).

Sektor bisnis pariwisata, juga sangat bergantung pada 'siapa yang datang, dari mana, dan tujuan melakukan perjalanan;' misalnya wisatawan asing, domestik, wisata religius, wisata budaya, pendidikan, dan lain sebagainya.

Karena ada puluhan giat ekonomi bergerak seiring dengan atau ketika seseorang (atau pun rombongan) berwisata, maka di setiap Negara yang menjadi tujuan wisata, mereka melakukan banyak kemudahan, kelancaran, keindahan, akses demi menarik minat wisatawan. Indonesia sebagai salah satu tujuan wisata (dan wisatawan) dunia juga melakukan hal tersebut; semuanya itu dalam rangka menarik minat wisatawan dari Luar Negeri datang ke Indonesia. Bahkan pada tahun 2020/2021 Indonesia menargetkan 17 juta wisatawan datang dari Luar Negeri.

Agaknya, tahun ini, target tersebut sulit dicapai karena menyebarnya virus corona di negara-negara sumber wisatawan, misalnya China, Korea Selatan, Jepang, dan lain-lain. Gegara virus corona pula, sektor pariwisata menjadi kolaps. Hampir 90 % rencana perjalan ke Asia Timur, ditunda atau pun dibatalkan; bahkan, pada beberapa kasus tertentu, sejumlah pengelola Tour dan Travel harus mengembalikan uang yang telah dibayarkan.

Walaupun hingga hari ini, Pemerintah tidak (atau mungkin belum?) mengeluarkan Travel Advice, Alerts, Warning, Banned ke Negara-negara yang terserang virus corona, namun wisatawan ke/dan dari Negara-negara tersebut suda terhenti. Bisa dikatakan bahwa, sektor pariwisata sedang kolaps, lesu dan nyaris lumpuh.

Lesunya sektor pariwisata Dalam dan Luar Negeri akibat virus corona, telah menjadi perhatian pemerintah, dhi. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, sehingga pada akhir Februari yang lalu menyediakan dana sebesar Rp298 Miliar dalam rangka subsidi atau pun intensif ke pengelola tour dan travel ketika mereka 'berhasil membawa wisatawan ke Dalam atau pun Luar Negeri.' Bahkan, termasuk adanya diskon tiket pesawat, harga avtur, dan berbagai kemudahan lainnya.

Walau seperti itu, bisnis pariwisata, terutama dari dan ke Luar Negeri, masih belum bergerak; lalu, apa solusinya? Ya, apa solusinya sehingga Sektor Pariwisata tidak mati suri atau pun menuju bangkrut? Ketika hal tersebut, saya tanyakan pada salah seorang pratisi pariwisata, Ade Ferdijana, pada awalnya ia malah skeptis.

Tapi, ketika saya lanjutkan dengan, "Apakah mau membiarkan bisnis anda hancur hanya karena tak ada wisatawan ke LN atau pun datang ke Indonesia karena virus corona?" Ade pun menjawab bahwa, "Tidak!" Lalu apa yang harus dilakukan?

Selanjutnya menurut Ade Ferdijana, "Saat ini, justru sejumlah Biro Perjalanan Wisata, sementara 'mengatur ulang' paket-paket tour; dan menjual atau menawarkan ke orang-orang Indonesia sehingga menjadi Wisatawan Domestik yang (akan) mengunjungi ratusan atau ribuan destinasi di Nusantara." Tepat, menurut saya.

Ya. Ketika arus kedatangan wisatawan dari LN jadi lumpuh serta terjadi pembatalan tour ke Luar Negeri bukan bermakna bisnis pariwisata menjadi kiamat. Tidak. Justru pada momen inilah, pemerintah dan dan penyedia jasa pariwisata, agen perjalanan, dan unsur-unsur terkait melakukan 'jualan destinasi Dalam Negeri ke/pada orang-orang Indonesia.' Jadinya, menjadi wisatawan yeng terhormat serta dihormati di/dalam negeri sendiri; negeri yang sangat kaya dengan pesona alam dan budaya.

Dengan demikian, yang terjadi adalah, (i) insentif yang disediakan Pemerintah, dialihkan ke praktisi pariwisata Dalam Negeri; (ii) meningkatkan niat dan semangat Orang Indonesia uuntuk mengunjungi desetinasi-destinasi exotic di Nusantara; (iii) bisnis pariwisata tetap hidup dan eksis; (iv) orang-orang Indonesia yang mengunjungi destinasi-destinasi wisata Dalam Negeri menjadi andalan utama, dan serta tidak bergantung pada wisatawan dari Luar Negeri.

Hal-hal di atas (i-iv), bukan sesuatu yang muluk-muluk; karena dengan kekuatan rakyat Indonesia sebanyak 270 juta orang, jika 100 juta berwisata, maka bisa membayangkan besaran perputaran uang yang terjadi. Dengan itu, tidak ada hotel yang kosong, tiada restoran dan rumah oleh-oleh yang sepi, bahkan tak satupun destinasi wisata yang sunyi senyap.

Hal-hal itulah yang perlu dilihat oleh Pemerintah, dhi. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Cukup lah

Opa Jappy | Indonesia Hari Ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun