Mohon tunggu...
Onessimus Febryan Ambun
Onessimus Febryan Ambun Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Sarjana Filsafat IFTK Ledalero-Flores

Benedictvs Dominvs Fortis mevs qvi docet manvs meas ad proelivm digitos meos ad bellvm

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kepemimpinan Ideal: Keseimbangan antara Ketegasan dan Kelemahlembutan (Jokowi dan Pemimpin Ideal Masa Kini Menurut Niccolo Machiavelli)

16 September 2022   21:22 Diperbarui: 16 September 2022   21:36 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Il Principe karya Machiavelli menjelaskan beberapa watak penguasa ideal. Yang pertama adalah pemimpin ideal harus memiliki kemampuan untuk menjadi baik sekaligus buruk, baik dicintai maupun ditakuti. Watak-watak seperti ketegasan, kekejaman, kemandirian, disiplin, dan kontrol diri juga merupakan hal yang paling dibutuhkan dalam menjadi seorang pemimpin ideal – ia tidak boleh menjadi boneka siapapun. 

Selain itu, reputasi yang menyangkut kemurahan hati, pengampunan, dapat dipercaya dan tulus juga sangat berguna bagi legitimasi kekuasaan seorang pemimpin. Machiavelli menasihati penguasa untuk melakukan apapun yang diperlukan, betapapun tampak keras dan tercela,  rakyat pada akhirnya hanya peduli dengan hasilnya, yakni kebaikan negara. 

Seorang pemimpin ideal harus cerdas mengatur balance antara ketegasan dan kebaikan hati. “Ia harus belajar meniru singa yang tangguh dan rubah yang licik, karena singa tidak dapat membela diri sendiri terhadap perangkap dan rubah tidak dapat membela diri terhadap serigala”, demikian kata Machiavelli.[8] Karena itu, pemimpin harus bersikap seperti rubah untuk mengetahui adanya perangkap dan seperti singa untuk menakuti serigala. Mereka yang hanya ingin bersikap seperti singa ataupun hanya seperti rubah adalah seorang pemimpin yang bodoh. 

Catatan Kaki: 

[1] Sidik Pramono, “Pencitraan dan Takdir Pemimpin di Negeri Ini”, dalam Republika ( 09/10/2015), https://www.republika.co.id/berita/nvwd5p336/pencitraan-dan-takdir-pemimpin-di-negeri-ini, diakses pada 5 November 2021.

[2] Dhika Kusuma Winata, ”Istana: Presiden Jokowi masih Prorakyat”, dalam Media Indonesia (21 Oktober 2021), https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/354703/istana-presiden-jokowi-masih-prorakyat, diakses pada 6 November 2021.

[3] Christoforus Ristianto, “Menteri dari Parpol Dinilai Persulit Jokowi Ambil Kebijakan Pro Rakyat”, dalam Kompas (18/10/2019), https://nasional.kompas.com/read/2019/10/18/10163651/menteri-dari-parpol-dinilai-persulit-jokowi-ambil-kebijakan-pro-rakyat, diakses pada 6 November 2021.

[4] Bertrand Russel, A History of Westren Philosophy (London: Taylor & Francis e-Library, 2004), hlm. 584.  

[5] Ikhwan, “Machiavelli: Pembenaran Kekerasan dalam Politik Kekuasaan” dalam Jurnal Al-Ijtima`I, 7:1 (Aceh: April, 2013), hlm. 119.

[6] Niccolo Machiavelli, Il Principe/The Prince, translated by Harvey C. Mansfield (Chicago: University of Chicago Press, 1985), hlm. 50-59.

[7] Ibid., hlm. 65

[8] Ibid., hlm. 79.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun