Karena sulit mengekspresikan diri secara langsung, maka introvert butuh media. Entah bagaimana jadinya kalau kekacauan itu tidak 'dirapikan' atau dilampiaskan pada sesuatu.
Sebagai media memahami diri sendiri
Dunia menulis selalu mengenalkan banyak hal. Semakin mencari tahu, semakin sadar kalau kamu tidak tahu apa-apa. Jangankan hal-hal luar, bahkan kadang kamu baru menyadari beberapa hal tentang dirimu sendiri.
Banyak introvert yang menulis karya fiksi, lalu "menyelipkan" dirimu sendiri pada karakter buatanmu. Karakter tersebut mencerminkan kebiasaan, kepribadian, kekuatan, dan kelemahan dirimu. Semakin kamu gali karakter itu, semakin kamu temukan siapa dirimu yang sebenarnya. Therapeutic.
Sebagai media memahami orang lain
Ide atau inspirasi menulis tidak selamanya berasal dari dalam diri sendiri. Kadang kamu juga menulis tentang orang lain, dari sudut pandang yang berbeda.
Kamu tak harus kehilangan suami untuk menuliskan kehidupan janda, kamu tak harus menjadi pasien untuk menulis tentang orang sakit, kamu tak harus menjadi pencandu narkoba untuk menulis tentang mereka, kamu tak harus menghancurkan keharmonisan rumah untuk menulis tentang broken home, dsb.
Selain memahami mereka, kebiasaan ini juga bisa melatih rasa empati. Kamu seperti mengatakan 'hey, saya melihatmu', 'saya memerhatikan kamu', 'saya berusaha memahamimu', 'saya menerimamu', 'saya respect padamu', dll.
Sebagai media sharing
Entah sudah berapa kali kamu membaca tulisan yang bikin merinding, seolah-olah penulisnya tahu banyak tentang apa yang sedang kamu rasakan atau pikirkan. Kamu bersyukur, sebab penulis tersebut menulis dan berbagi tentang hal, yang sama-sama sedang kamu renungkan. Sehingga kamu seperti mendapat masukan, informasi, atau inspirasi.
Introvert pun demikian. Mereka berbagi, siapa tahu dibaca orang lain dan bermanfaat bagi orang tersebut. Kadang banyak yang terinspirasi olehmu, tapi mereka gak bilang-bilang. Tidak apa-apa. Yang penting kamu sendiri belajar untuk mengapresiasi orang lain.