Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Jeruk Kecut

26 Mei 2020   23:53 Diperbarui: 27 Mei 2020   15:16 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (sumber: freepik.com)

Itu kebiasaanku untuk memenuhi urusan makan. Tak punya istri, tak mampu masak sendiri, maka warung nasi yang menjadi andalan.

"Mak nasi rames pakai telur dibungkus satu aja" pintaku pada Emak warung. Duduklah pantatku pada bangku panjang yang bisa memuat tiga orang, tapi sore itu hanya aku sendiri yang menguasai bangku. 

Nampak jajaran teh hangat dan susu kental masih utuh di hadapanku. Begitu pula minuman serbuk dalam sachet juga masih menjuntai nganggur di gantungan. Kubuka sebuah tudung, nampak beberapa gorengan masih utuh memenuhi piring. 

"Sepi ya Mak?" tanyaku.

"Iya mas, sudahlah semoga covid segera pergi, Emak hanya bisa jualan seperti ini." Aku tertunduk, mengamini harapan Emak warung dalam hati.

"Diamini Mas, jangan diam saja, bantu do'a saya" seru Emak warung buru-buru menyudahi keheningan.

"Iya Mak, ini tadi juga sudah amin dalam hati" balasku sewod.

"Loh mas, kok beli nasi bungkusan di sini?" tanya seorang pria perlente mendadak masuk warung. Pria perlente itu klienku tadi siang. Suara mesin mobilnya masih menderu di depan warung. 

Mungkin ia buru-buru mau beli sesuatu. Tadi siang kami sepakat bertemu di cafe mentereng pada sebuah mall yang hari ini mulai dibuka. Tadi siang rencananya klien ini akan closing, memenuhi targetku yang bolong selama beberapa bulan. Tapi, entah mengapa, ia ada disini dan menjumpaiku lagi beli nasi bungkus.

"Oh ini untuk Pak Darto mas, penjaga di perumahan saya" jurus tipu-tipuku keluar begitu saja. 

"Oh kirain masnya, ini saya mau beli rokok, Pak Darto rokoknya apa mas, sekalian saya yang bayar" timpal pria perlente itu. Kau mau tahu basa-basiku? Ya, aku jelas gengsilah, masak tadi siang ketemuan di cafe mentereng untuk beli rokok saja nggak mampu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun