Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Menyoal Hubungan Manusia dan Lingkungan dalam Kumcer "Yang Lebih Bijak daripada Peri"

11 April 2022   16:06 Diperbarui: 11 April 2022   16:23 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis bagian dari Kompal

Tiap kali anak atau kerabat berceloteh dan mengusulkan agar pohon tak berguna itu ditebang, ia selalu menolak. Hingga, akhir kesabarannya dan, "Dua puluh tiga tahun durian itu tak kunjung berbunga. Setelah lebaran nanti akan kupanggil dua atau tiga orang tukang untuk menebangnya."Hal.10.

Herannya, saat hendak ditebang, pohon durian itu memunculkan putik di ujung ranting. Beliau memang urung menebas pohon itu. Namun, apakah pohon itu benar akan berbuah? Cerita pendek yang jadi pembuka ini juga memiliki akhir kisah yang cukup mengejutkan.

Begitu seterusnya Rizqi Turama lewat cerpen-cerpennya berbicara tentang tanaman, buah dan lingkungan. Saya kira, ini adalah tema besar dari buku ini walaupun ada juga beberapa cerpen lain yang rasanya tidak mengkhususkan memakai tema besar itu.

Namun, lewar cerpen "Kisah yang Sesederhana Hijaunya Pohon Ibu," atau, "Taman di Depan Rumah," atau juga, "Kenangan Pohon Rambutan," penulis berusaha mengajak pembaca untuk lebih dekat dengan tanaman-tanaman yang mungkin dengan mudah ditemukan di sekitar kita.

Dan, walaupun cerpen-cerpen itu dibuat dalam rentang waktu yang berbeda, namun dengan penyusunan buku yang apik, saya merasa beberapa cerpen di antaranya memiliki keterikatan. Bahkan, bisa jadi (dan sangat mungkin jika dikembalikan ke imajinasi pembaca) tokoh utamanya orang yang sama atau memilki hubungan satu sama lain.

Ilustrasi cerita berupa pohon mangga | Sumber gambar https://panduanbertanam.blogspot.com/
Ilustrasi cerita berupa pohon mangga | Sumber gambar https://panduanbertanam.blogspot.com/

Isu lingkungan yang lebih luas ditunjukkan pada cerpen "Hanya Anjing yang Buang Sampah di Sini!" atau "Para Pencuri Mangga."

Di cerpen "Para Pencuri Mangga" misalnya. Penulis berusaha menyuarakan rasa kesal anak pemilik rumah yang setiap musim mangga berbuah, maka para tetangga yang selama ini acuh mendadak ramah supaya mendapatkan limpahan hasil panen.

Saat baca cerpen ini, saya jadi terkenang sama masa lalu saat merasakan kekesalan yang sama saat para tetangga menyeruak, masuk, dan meminta mangga-mangga yang bahkan belum matang dengan alasan: ngidam hehe. Ya, perasaan saya yang dulu masih kecil tidak dapat menerima itu dengan mudah. Setidaknya seperti sekarang saat sudah dewasa.

Lantas apa gongnya dari kumpulan cerpen ini? Tentu saja cerpen berjudul "Yang Lebih Bijak Daripada Peri" yang kemudian dipilih menjadi judul buku ini. Rizqi begitu pandai meramu kisah tentang Pak Jabak, warga Parang Gardu yang diambil dari sudut pandang anaknya, Marti.

"Ia memang tidak bermimpi ayahnya jadi kelabang, tetapi menjadi keluwing kecil yang sedang disiksa, dicabik-cabik oleh kelabang-kelabang yang mengerumuninya." Hal.130.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun