Mohon tunggu...
Omjay Labschool
Omjay Labschool Mohon Tunggu... guru blogger indonesia

Blogger Handal di Era Global wa 08159155515

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Nasib Sekolah Swasta Tanpa Dana BOS: Bisakah Bertahan?

4 Juni 2025   12:31 Diperbarui: 4 Juni 2025   12:31 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Omjay dalam kegiatan studi dan amaliah ramadhan/dokpri

Nasib Sekolah Swasta Tanpa Dana BOS: Bisakah Bertahan?
Oleh Dr. Wijaya Kusumah, M.Pd (Omjay)

Sekolah swasta di Indonesia telah lama menjadi bagian penting dalam ekosistem pendidikan nasional. Mereka hadir mengisi kekosongan layanan pendidikan di wilayah-wilayah yang belum terjangkau oleh sekolah negeri atau sebagai alternatif pilihan bagi orang tua yang menginginkan pendidikan dengan nilai-nilai tertentu, baik nilai keagamaan, kedisiplinan, hingga pendekatan pengajaran yang lebih personal.

Namun, seiring waktu, tantangan yang dihadapi sekolah swasta---khususnya yang kecil dan menengah---kian berat. Salah satu pukulan terbesar datang dari ketiadaan akses terhadap dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi sebagian besar sekolah swasta. Padahal dana BOS adalah nyawa bagi operasional pendidikan dasar dan menengah di seluruh Indonesia.

Ketimpangan Akses Dana

Program BOS sejatinya merupakan upaya pemerintah untuk menjamin terselenggaranya pendidikan dasar dan menengah secara gratis dan bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun dalam pelaksanaannya, bantuan ini lebih banyak menyasar sekolah negeri. Sekolah swasta memang bisa mengakses dana BOS, namun syarat dan ketentuan yang diberlakukan sering kali sulit dipenuhi oleh sekolah swasta kecil---seperti jumlah siswa minimal, status badan hukum yang telah terverifikasi, hingga kelengkapan data pada Dapodik (Data Pokok Pendidikan).

Tak jarang, sekolah swasta yang sudah berdiri puluhan tahun dan melayani ratusan siswa dari keluarga kurang mampu pun kesulitan mendapatkan BOS karena terkendala administrasi atau sistem pelaporan digital yang rumit. Kondisi ini membuat mereka terpinggirkan dalam sistem pendidikan nasional.

Dampaknya? Banyak sekolah swasta yang tidak lagi menerima dana BOS, bahkan beberapa tidak pernah menerima sama sekali. Padahal dana BOS sangat penting untuk membiayai gaji guru honorer, operasional sekolah sehari-hari, pemeliharaan gedung, hingga pembelian alat bantu belajar dan kegiatan ekstrakurikuler.

Tekanan Finansial Berlapis

Tanpa dana BOS, sekolah swasta sangat tergantung pada iuran bulanan dari orang tua siswa. Di sisi lain, banyak dari sekolah ini justru melayani kelompok masyarakat ekonomi lemah, yang kemampuan membayarnya juga terbatas. Ketika pandemi COVID-19 melanda, keterlambatan atau penghentian iuran makin sering terjadi. Bahkan setelah pandemi mereda, efek domino ekonomi masih terasa: banyak orang tua yang belum kembali stabil secara finansial, menyebabkan sekolah kesulitan mendapatkan pemasukan tetap.

Kondisi ini diperburuk oleh minimnya subsidi atau insentif dari pemerintah daerah. Di banyak tempat, sekolah swasta dianggap sebagai "usaha privat" sehingga tidak menjadi prioritas dalam perencanaan anggaran pendidikan daerah. Padahal tidak semua sekolah swasta didirikan untuk mencari keuntungan---banyak di antaranya didirikan oleh yayasan, tokoh masyarakat, atau lembaga keagamaan sebagai bentuk pengabdian sosial.

Guru-guru di sekolah swasta pun tak luput dari imbas. Banyak dari mereka hanya menerima honor di bawah upah minimum regional (UMR), dan bahkan ada yang rela mengajar tanpa bayaran demi mempertahankan sekolah tempat mereka mengabdi.

Bertahan atau Gulung Tikar?

Beberapa sekolah swasta memilih bertahan dengan segala cara---mengurangi jumlah guru, menyatukan kelas dari jenjang berbeda, hingga memindahkan kegiatan belajar ke rumah pengurus sekolah. Di daerah pinggiran kota dan desa, kondisi ini sangat nyata. Ruang kelas yang sempit, peralatan belajar yang minim, dan guru yang merangkap tugas administrasi menjadi potret keseharian.

Namun tidak sedikit yang akhirnya terpaksa menutup operasional secara permanen. Data dari sejumlah asosiasi sekolah swasta menunjukkan tren penurunan jumlah sekolah swasta kecil dalam lima tahun terakhir. Penutupan sekolah swasta kecil tidak hanya berdampak pada tenaga pendidik yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga pada para siswa yang kehilangan akses pendidikan dekat rumah. Dalam banyak kasus, siswa yang terdampak akhirnya harus menempuh perjalanan jauh ke sekolah negeri atau bahkan putus sekolah.

Ini tentu berseberangan dengan semangat pemerataan pendidikan yang selama ini digaungkan oleh pemerintah. Kehadiran sekolah swasta seharusnya dilihat sebagai mitra strategis dalam membangun kualitas pendidikan nasional, bukan sebagai saingan sekolah negeri.

Butuh Perhatian Serius

Jika tren ini dibiarkan, maka akan terjadi ketimpangan yang semakin besar antara sekolah negeri yang menerima BOS dengan sekolah swasta yang kesulitan dana. Pemerintah perlu membuka ruang kebijakan yang lebih inklusif dan progresif, seperti skema BOS afirmatif untuk sekolah swasta kecil yang melayani keluarga miskin atau insentif pajak dan subsidi bagi lembaga pendidikan non-profit. Selain itu, pelatihan teknis terkait pengisian Dapodik, pendampingan manajemen sekolah, hingga kemudahan akses informasi tentang program pemerintah harus diperluas ke sekolah swasta kecil, terutama di daerah tertinggal dan pinggiran.

Pendidikan adalah tanggung jawab bersama, dan peran sekolah swasta seharusnya tidak dipandang sebelah mata. Keberlangsungan mereka penting demi menjamin akses pendidikan yang merata, beragam, dan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat.

Kesimpulan

Tanpa dana BOS, sekolah swasta kecil menghadapi ujian eksistensi yang berat. Untuk bertahan, mereka membutuhkan dukungan---baik dari negara, masyarakat, dunia usaha, maupun komunitas lokal. Pemerintah perlu memperlakukan sekolah swasta sebagai bagian dari solusi, bukan hanya sebagai pelengkap.

Jika tidak ada langkah nyata untuk menyelamatkan mereka, kita semua akan kehilangan salah satu pilar penting dalam pendidikan nasional: sekolah yang tumbuh dari akar masyarakat, oleh dan untuk rakyat. Demikianlah kisah Omjay kali ini tentang nasib sekolah swasta tanpa dana BOS: Bisakah Bertahan?

Salam Blogger Persahabatan

Omjay/Kakek Jay

Guru Blogger Indonesia

Blog https://wijayalabs.com

Omjay Guru Blogger Indonesia/dokpri
Omjay Guru Blogger Indonesia/dokpri

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun