Kita sering mendengar nasihat, “jadi diri sendiri aja, nanti juga bahagia.” Tapi realitanya, menjadi diri sendiri itu nggak semudah kedengarannya. Apalagi ketika lingkungan sekitar mulai menaruh ekspektasi atau bahkan komentar yang kadang nggak kita minta. Sejak SMP, aku mulai menyadari bahwa hidup ini nggak cuma berisi tawa dan kejutan manis, tapi juga getirnya kenyataan, tekanan sosial, dan omongan orang yang kadang lebih pedas dari sambal terasi.
Pengalaman pribadi yang paling aku ingat adalah saat aku meraih sebuah prestasi di sekolah. Harusnya aku senang, bangga, dan bisa berbagi kebahagiaan dengan teman-teman. Tapi yang terjadi justru sebaliknya. Beberapa teman yang tadinya dekat, tiba-tiba menjauh. Ada yang mulai bersikap dingin, bahkan ada juga yang terang-terangan menghindar. Aku sempat bingung, "kenapa ya, kok mereka berubah?" Padahal, aku nggak pernah bermaksud pamer atau menyombongkan diri. Aku cuma ingin berkembang dan berusaha jadi versi terbaik dari diriku sendiri.
Dari situ, aku mulai belajar satu sikap penting yaitu nggak semua orang harus suka sama kita, dan itu nggak apa-apa. Kita nggak bisa terus-menerus hidup dengan berusaha menyenangkan semua orang. Selalu ada aja yang ngomongin dari belakang, menghakimi tanpa tahu cerita lengkapnya, atau bahkan merasa terancam saat kita mencoba naik satu tangga lebih tinggi. Dan di titik inilah, aku menanamkan satu prinsip yang masih kupegang sampai sekarang “Selama hal yang kita lakukan nggak merugikan orang lain, maka kita berhak bahagia dengan cara kita sendiri.”
Sikap ini mungkin sederhana, tapi efeknya luar biasa. Rasanya seperti melepaskan beban tak terlihat yang selama ini bikin langkah terasa berat. Kita jadi bisa bernapas lebih lega, lebih jujur sama diri sendiri, dan lebih damai dalam menjalani hari-hari.
1. Terima Diri Apa Adanya
Kunci awal untuk bisa bahagia adalah dengan menerima diri sendiri. Termasuk menerima kelemahan, kekurangan, dan masa lalu yang nggak selalu cerah. Aku pernah merasa minder karena merasa nggak sepintar orang lain di kelas, atau nggak sepandai bersosialisasi seperti teman-teman yang lain. Tapi makin ke sini, aku sadar bahwa semua orang punya waktunya sendiri untuk bersinar. Dan selama kita terus bergerak, kita pasti akan sampai ke tempat yang kita tuju.
Jadi, stop membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Fokus aja pada prosesmu. Karena yang kita lihat dari orang lain biasanya cuma highlight-nya aja, kita nggak pernah benar-benar tahu perjuangan mereka di balik layar.
2. Jangan Terlalu Sering Minta Validasi
Aku juga belajar untuk nggak menggantungkan kebahagiaan aku pada pengakuan orang lain. Kadang kita ngerasa harus selalu didengar, disetujui, atau dipuji supaya merasa berharga. Padahal, validasi terbaik itu datang dari dalam diri sendiri. Kalau kita selalu menunggu pujian dari orang lain untuk merasa cukup, hidup ini bakal jadi perlombaan yang buat kita jadi makin capek.
Bukannya nggak boleh merasa bangga saat dihargai, tapi kebahagiaan sejati itu muncul saat kita tahu bahwa apa yang kita lakukan itu benar dan baik, tanpa harus dapat stempel “keren” dari orang lain.