Mohon tunggu...
Oktavianus Pujianto
Oktavianus Pujianto Mohon Tunggu... CEO KPR Academy

Saya seorang praktisi KPR dengan pengalaman lebih dari 13 tahun di industri perbankan, dan kini membangun KPR Academy, sebuah platform fintech untuk pengajuan KPR yang dilengkapi dengan materi edukasi dan literasi finansial khusus properti. Saya percaya setiap orang berhak memiliki rumah tanpa harus kehilangan ketenangan finansial. Karena itu, lewat KPR Academy saya membantu masyarakat memahami seluk-beluk pengajuan KPR sekaligus berbagi tips praktis seputar properti. Di Kompasiana, saya menulis dengan satu tujuan: menghadirkan pengetahuan yang jernih, strategi yang praktis, dan sudut pandang kritis agar kamu bisa membuat keputusan besar—khususnya terkait properti dan KPR—dengan kepala dingin dan penuh pertimbangan.

Selanjutnya

Tutup

Financial

"User Manual" Sebelum Ambil KPR: Panduan yang Tak Pernah Kamu Dapat, Tapi Paling Kamu Butuhkan

20 September 2025   07:30 Diperbarui: 20 September 2025   11:35 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1) Aspek Hukum Transaksi Properti: AJB Itu Bukti Peralihan Hak

Yang sering terlupakan saat beli rumah adalah sisi hukum dari transaksi properti. Intinya sederhana:

  • Dokumen utama: bukti transaksi yang legal dan sah sebagai peralihan hak adalah Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat oleh PPAT. Dari AJB inilah kamu bisa lakukan proses balik nama sertipikat di BPN.
    Catatan istilah: yang benar sertipikat, bukan “sertifikat”.
  • PPJB vs AJB: PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) biasanya dipakai sebelum syarat terpenuhi (misalnya pembayaran belum lunas atau kondisi sertipikat belum siap ditransaksikan karena kondisi masih proses pemecahan sertipikat induk). AJB menandai peralihan hak yang sesungguhnya.
  • Jenis hak atas tanah: pahami perbedaan SHM (Sertipikat Hak Milik) dan HGB (Hak Guna Bangunan). Ini berpengaruh pada nilai, jangka waktu, dan strategi jangka panjang.
  • Bangunan & pajak: pastikan ada IMB/PBG, perhatikan juga apakah ada masalah PBB menunggak, dan dokumen pendukung lain tersedia (misal blueprint, dll).
  • Cek fisik & yuridis: minta notaris/PPAT melakukan pengecekan ke BPN untuk validasi sertipikat, apakah sedang diagunkan, diblokir, atau bersengketa.
  • Pastikan skenario berikut ini sebelum deal harga dan lanjut tanda tangan Kesepakatan Jual Beli:

a. Pastikan skenario ke AJB jelas: siapa notaris PPAT yang akan membantu proses transaksi, kapan target AJB, siapa menanggung biaya apa dan kapan deadline pembayaran dilakukan.

b. Siapkan dana BPHTB, biaya PPAT/Notaris, balik nama, dan biaya lain.

c. Pastikan rincian tagihan dari notaris PPAT itu jelas pembagiannya, utamanya terkait pajak penjual (PPh) dan pajak pembeli (BPHTB).

d. Kalau pembeli menggunakan KPR, pastikan jadwal dan durasi proses KPR yang nyaman untuk kedua belah pihak.


2) Pahami Produk KPR: Bukan Cuma Bunga

Banyak orang mengira KPR itu sesederhana: ajukan—disetujui—akad—cicilan. Di lapangan, detail produk sering jadi “jebakan Batman” kalau tidak kamu baca dengan teliti.

Hal yang harus kamu pahami sejak awal:

  • Masa bunga fixed vs bunga floating:
    • Fixed rate membuat cicilan stabil sementara waktu.
    • Floating rate mengikuti suku bunga “pasar”, bisa naik turun dan bergantung sepenuhnya pada kebijakan bank yang bersangkutan.
    • Ada bank yang memberikan fixed berjenjang (tiap tahun naik), sehingga penyesuaian cicilan dari waktu ke waktu tidak terlalu terasa signifikan.
  • Pelunasan dipercepat & penalti:
    • Tanyakan apakah pelunasan dipercepat boleh saat periode fixed, atau ada lock-in period (misalnya dilarang melunasi dalam 2–3 tahun pertama).
    • Berapa biaya penalti pelunasan dipercepat? Umumnya persentase dari sisa pokok. Namun sekalipun persentase-nya kecil, pada angka ratusan juta Rupiah akan tetap terasa signifikan. Di bulan September 2025 ini biaya penalti pelunasan dipercepat yang wajar itu berkisar antara 2% hingga 5% yang dihitung dari sisa pokok pinjaman KPR, tetapi ada bank yang menetapkan penaltinya 8% hingga 10%, bahkan ada yang belasan persen. Jadi hati-hati ya!
  • Biaya-biaya KPR: provisi, administrasi, appraisal, notaris/PPAT, asuransi jiwa & kebakaran (umumnya wajib dalam skema KPR), dan biaya pajak/biaya balik nama.
  • Fitur take over KPR: jika suatu saat bunga floating melonjak maka kemampuan untuk pindah bank (take over KPR) dengan biaya yang wajar adalah “sabuk pengaman” penting.
  • Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT): rumahmu akan dijaminkan ke bank dengan menggunakan instrumen hukum yang namanya APHT. Ini normal dalam KPR, jadi kamu perlu pahami prosesnya saat akad KPR dan apa yang perlu kamu lakukan saat pelunasan KPR dilakukan (perlu lakukan roya sertipikat).

Kesalahan umum yang bikin mahal di belakang:

  1. Hanya membandingkan bunga yang kecil di awal, mengabaikan penalti dan fleksibilitas pelunasan.
  2. Tidak membaca klausul larangan pelunasan saat periode bunga fixed, yang mana ketentuan ini krusial untuk “exit plan”.
  3. Mengabaikan biaya total kepemilikan (total cost of ownership) dalam 3–5 tahun ke depan.

3) Exit Plan: Kalau Cashflow Terganggu, Jangan Menunggu

“Kenapa saya harus memikirkan pelunasan dipercepat, padahal nyicil aja belum?”
Karena hidup punya variabel yang tak terduga, seperti PHK, bisnis seret, anggota keluarga sakit, atau pindah tugas. Kalau tidak sanggup bayar, kamu harus bergerak cepat menjual sebelum bank mengeksekusi lelang. Harga lelang biasanya lebih rendah, sehingga kerugian bisa jadi lebih besar.

Skenario penjualan saat rumah masih KPR:

  1. Cari pembeli dengan harga pasar yang realistis (jangan overprice saat butuh cepat).
  2. Pembeli menyiapkan dana untuk melunasi sisa pokok KPR-mu, bisa pakai cash atau KPR bank lain (istilahnya “take over jual beli” yang dilakukan oleh Pembeli).
  3. Cek klausul: apakah bankmu mengizinkan pelunasan saat periode bunga fixed? Kalau dilarang, kamu bisa “mati langkah” dan kehilangan momentum jual.
  4. Jika boleh, perhitungkan penalti dan biaya notaris/PPAT serta pajak-pajak.
  5. Setelah lunas, urus roya (pencabutan hak tanggungan) dan lanjut AJB ke pembeli.

Contoh kasus singkat:
Sisa pokok Rp700 juta, penalti 2%, biaya lain-lain katakan Rp10 juta. Total biaya keluar ± Rp24 juta. Mahal? Mungkin. Tapi dibanding menunggak hingga masuk proses lelang (harga jatuh + tambahan biaya), menyelesaikan cepat umumnya lebih hemat nominal kerugiannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun