Bagaimana Episteme Tingkat Kesadaran Organisasi Memengaruhi Perilaku dan Strategi Pengelolaan PPh Pasal 23
Episteme Tingkat Kesadaran Organisasi (TKO) secara signifikan memengaruhi perilaku dan strategi pengelolaan PPh Pasal 23 (pajak atas penghasilan modal dan jasa/sewa). PPh 23 menantang karena organisasi harus mencapai efisiensi beban pajak tanpa melanggar hukum.
Konsep Episteme Kesadaran Organisasi mengadaptasi Cooper's Color Code untuk mengukur kewaspadaan pajak:
- White (Naif/Apatis): Tidak menyadari risiko, rentan sanksi. .
- Yellow (Aware): Menyadari risiko, tetapi tindakan belum sistematis .
- Orange (Proaktif): Mengenali risiko, melakukan verifikasi mitra, dan merencanakan tax planning sederhana.
- Red (Kritis/Tindakan): Menghadapi situasi kritis (audit) dan bertindak tegas.
Organisasi harus bergerak menuju level Orange/Red, kesadaran tinggi menjadi strategi terukur seperti Perencanaan Pajak Gross-up, pemanfaatan pengecualian PPh 23, dan sistem verifikasi NPWP ketat untuk mengoptimalkan efisiensi biaya dan mitigasi risiko.
Objek, Tarif, dan Dasar Pengenaan Pajak
PPh Pasal 23 dikenakan atas penghasilan yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) dari modal, jasa, atau hadiah, selain yang sudah dipotong PPh Pasal 21.
Objek PPh Pasal 23 memiliki tarif yang berbeda:
- 15% dari Bruto: Dividen, Bunga (kecuali simpanan koperasi), dan Royalti.
- 2% dari Bruto: Sewa selain tanah/bangunan, dan Jasa teknik, manajemen, konsultan, dll.
Pemahaman ini penting untuk kepatuhan perpajakan.
Pengecualian dan Manajemen Pajak
PPh Pasal 23 memiliki pengecualian, seperti pembayaran ke Wajib Pajak ber-NPWP yang telah final, dividen antar badan (kepemilikan saham 25%), serta pembayaran ke Pemerintah, BUMN tertentu, atau bank.
Manajemen pajak bertujuan mengoptimalkan efisiensi beban pajak tanpa melanggar aturan. Strateginya adalah dengan memanfaatkan pengecualian, menyertakan NPWP mitra usaha agar tarif tidak naik 100%, serta mengatur kontrak jasa secara jelas (teknik/manajemen/konsultan) dan waktu pembayaran untuk arus kas optimal.
Kunci Efisiensi Pajak Perusahaan
PPh Pasal 23 diatur oleh UU PPh No. 36 Tahun 2008 dan diperjelas PMK No. 141/PMK.03/2015. Subjek pajak meliputi Wajib Pajak Dalam Negeri (WP DN) dan Bentuk Usaha Tetap (BUT). Pemotongnya adalah badan atau orang pribadi yang membayarkan penghasilan, misalnya sewa, jasa, atau dividen.
Manajemen PPh 23 bertujuan mencapai efisiensi beban pajak dan memastikan kepatuhan fiskal. Pemotong wajib melaporkan pemotongan ini menggunakan SPT Masa PPh 23. Kepatuhan pelaporan yang benar akan membantu perusahaan terhindar dari sanksi dan mengoptimalkan beban pajaknya secara legal.
Kewajiban PPh Pasal 23 dalam Pembayaran Jasa Konsultasi Keuangan
PT Andalan Jaya membayar jasa konsultasi Rp150 juta (belum termasuk PPN) kepada PT Solusi Finansial (ber-NPWP). Pembayaran ini dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari bruto.
Perhitungan dan Pencatatan Akuntansi:
PPh Pasal 23 yang dipotong adalah: 2% x Rp. 150.000.000 = Rp. 3.000.000
PT Andalan Jaya membayar ke PT Solusi Finansial sebesar Rp150.000.000Rp3.000.000 = Rp. 147.000.000
Jurnal PT Andalan Jaya (Pemotong Pajak) saat pembayaran:
Tanggal
Akun
Debit (Rp)
Kredit (Rp)
15/03/2025
Beban Jasa Konsultan
150.000.000
Kas/Bank
147.000.000
Utang PPh Pasal 23
3.000.000
Batas Waktu Penyetoran & Pelaporan:
- Penyetoran: Paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya (10 April 2025).
- Pelaporan: Paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya (20 April 2025).
Strategi Manajemen Pajak:
Perusahaan perlu memastikan NPWP penerima jasa (agar tarif 2%), mengatur waktu pembayaran untuk efisiensi cash flow, dan membuat kontrak jasa terperinci untuk menghindari salah klasifikasi tarif.
Penerapan Manajemen Pajak (Analisis Strategis)
PT Kreatif Nusantara menanggung beban PPh Pasal 23 sebesar Rp4.000.000 lebih tinggi (total Rp14.000.000, dari sebelumnya Rp10.000.000) karena 40% mitra pelatihan tidak memiliki NPWP, yang menyebabkan tarif PPh 23 untuk jasa meningkat dari 2% menjadi 4%.
Strategi manajemen pajak meliputi: Mendorong mitra memiliki NPWP, memasukkan klausa kontrak mengenai tarif pemotongan dan kewajiban NPWP, serta melakukan ekualisasi dan rekonsiliasi biaya jasa PPh Pasal 23 secara rutin.
Strategi Manajemen Pajak
Kesadaran organisasi yang tinggi tentang perpajakan sangat memengaruhi perilaku dan pengelolaan PPh Pasal 23, terutama untuk optimalisasi beban pajak dan efisiensi arus kas. Strategi kuncinya meliputi verifikasi NPWP mitra kerja dan memastikan status PKP (Pengusaha Kena Pajak) mitra. Selain itu, masukan klausul kontrak yang mewajibkan penyediaan NPWP aktif. Penerapan tarif (misal, 2% bruto untuk Jasa Konsultan/Sewa Alat) dan pelaporan SPT Masa PPh 23 harus sesuai untuk kepatuhan, mengingat tarif tanpa NPWP adalah 4% (100% lebih tinggi).
Refleksi Kritis atas Strategi Manajemen Pajak
Strategi manajemen pajak beretika, seperti Verifikasi NPWP Mitra dan Memilih Mitra PKP (patuh pajak), mencerminkan peningkatan kesadaran kolektif. Kepatuhan ini selaras dengan konsep Map of Consciousness David R. Hawkins, di level di atas 200 (Courage/Keberanian), menandakan pergeseran dari "Force" ke "Power" (kekuatan etis).
Manajemen yang hanya fokus pada efisiensi biaya sering terjebak di level kesadaran rendah (Pride 175 atau Desire 125). Integrasi klausul kewajiban pajak mencerminkan integritas dan tanggung jawab sosial, menempatkan perusahaan pada level Reason (400) atau Acceptance (350).
Pergeseran Episteme dalam Strategi Manajemen Pajak
Strategi manajemen pajak yang baik mencerminkan pergeseran kesadaran dari Force (20-175) menuju Power (200-1000), kerangka dasar yang dipetakan oleh David R. Hawkins. Kepatuhan pajak dapat didorong oleh ketakutan (Force), menghasilkan pengetahuan reaktif, atau oleh kesadaran akan transparansi dan keadilan fiskal, yang merupakan pengetahuan transformatif (Power). Tindakan seperti verifikasi NPWP mitra harus didasari integritas, bukan dorongan defensif. Pergeseran episteme dari kesadaran defensif menuju moral dan rasional sangatlah krusial demi kepatuhan pajak yang berkelanjutan dan etis.
17 Tingkat Kesadaran Strategi Manajemen Pajak
Tabel 17 Tingkat Kesadaran Strategi Manajemen Pajak menunjukkan evolusi wajib pajak, dari Level 20 (Malas) yang reaktif dan menghindari tanggung jawab, hingga Level 700--1000 (Pencerahan) yang universal dan spiritual. Transisi kritis terjadi di Level 200 (Keberanian), menandai titik balik menuju tanggung jawab.
Kesadaran terus meningkat melalui Level 400 (Akal Budi) berbasis logika, Level 500 (Cinta/Integritas) berbasis moral, hingga Level 600 (Kedamaian) yang kolaboratif, memandang pajak sebagai instrumen kesimbangan sosial.
Transformasi Kesadaran dalam Manajemen Pajak: Dari "Force" menuju "Power"
Model kesadaran Hawkins (2020) menguraikan evolusi manajemen pajak dari "Force"Â (Getaran Negatif) menuju "Power" (Getaran Positif). Motivasi berubah dari takut dan tekanan menjadi integritas serta tanggung jawab. Kepatuhan bukan lagi sekadar formalitas atau beban, melainkan manifestasi kesadaran epistemik dan pencerahan moral organisasi. Pajak dipandang sebagai kontribusi sosial. Manajemen pajak tingkat tinggi adalah evolusi dari kepatuhan karena takut menuju kepatuhan berdasarkan cinta kebenaran dan tanggung jawab sosial, menghasilkan kepatuhan bermakna dan berkelanjutan.
Meningkatkan Kewaspadaan dengan Jeff Cooper's Color Code
Teori Kesadaran Jeff Cooper (Cooper's Color Code) adalah sistem situational awareness untuk mengukur dan meningkatkan kewaspadaan mental terhadap ancaman. Sistem ini membagi tingkat kesadaran menjadi beberapa warna: White (tidak sadar, tidak siap), Yellow (santai tapi waspada), Orange (waspada terhadap potensi ancaman), Red (ancaman terverifikasi, bertindak), dan terkadang Black (panik, kinerja mental terhenti).
Tujuan utamanya adalah menghindari White dan menjadikan Yellow sebagai kondisi default. Dari Yellow, Anda dapat dengan cepat beralih ke Orange atau Red saat ancaman teridentifikasi, meningkatkan kesiapan respons dan pertahanan diri.
Tingkatkan Kesiapsiagaan Pajak dengan Cooper's Color Code
Jeff Cooper's Color Code menjadi kerangka memahami strategi manajemen risiko pajak, di mana risiko dianggap sebagai ancaman (audit, sanksi, reputasi buruk). Organisasi dapat mengukur "posisi mental" menghadapi pajak, dimulai dari White (Tidak sadar), lalu Yellow (Waspada ringan), dengan adanya klausul sederhana. Peningkatan ke Orange (Fokus risiko spesifik) ditandai audit internal teliti. Red (Tindakan langsung) terjadi saat krisis, butuh respons kuat. Tingkat terburuk adalah Black (Krisis kesadaran), menunjukkan kelumpuhan atau kegagalan total dalam mengelola pajak, yang berujung skandal besar.
Peningkatan Kesadaran Pajak melalui Episteme Cooper
Organisasi didorong meningkatkan "kesadaran pajak" melalui strategi yang dianalogikan dengan level warna Cooper, dari White (tidak peduli) menuju Red (responsif dan sistematis).
Level ini diterapkan dalam tiga manajemen pajak krusial:
- Verifikasi NPWP Mitra Kerja: Mulai bertanya (Yellow) hingga menolak mitra tanpa/bermasalah NPWP (Red).
- Klausul Kewajiban Pajak dalam Kontrak: Dari opsional (Yellow) hingga klausul ketat dengan sanksi kontraktual (Red).
- Pemilihan Mitra PKP (Pajak Pertambahan Nilai): Dari mempertimbangkan (Yellow) hingga secara eksklusif hanya bekerja dengan PKP terverifikasi (Red).
Langkah proaktif ini penting untuk integritas dan kepatuhan.
Strategi Pajak: Dari 'White' Menuju 'Red' dengan Cooper's Color Code
Meskipun bukan teori sistematis, Cooper's Color Code dikembangkan oleh Jeff Cooper untuk kesadaran situasional (bukan moral/etika pajak) dianalogikan sebagai kerangka kerja manajemen pajak. Analogi ini memetakan perjalanan organisasi dari Ketidaksadaran (White) terhadap urusan pajak, menjadi Tindakan Sadar dan Tegas (Red).
Keunggulannya: menyediakan kerangka mental untuk progres kesadaran: Acuh->Waspada->Aktif->Responsif, memfasilitasi introspeksi pajak.
Manifestasi tindakan 'Red':Â verifikasi NPWP, klausul kewajiban pajak, dan pemilihan mitra PKP. Semakin tinggi kesadaran, semakin sistematis dan tegas kebijakan pajaknya.
Episteme Kesadaran: Jeff Cooper x David R. HawkinsÂ
Model Episteme Kesadaran Cooper dan Hawkins (2020) memetakan kepatuhan pajak melalui enam tingkat, dari Black (krisis total/malu) hingga White Transendental (pencerahan/kontribusi spiritual).
Model ini mengintegrasikan taksonomi situasional Cooper dan skala kesadaran logaritmik Hawkins (0-1000). Tujuannya adalah memandu strategi manajemen pajak yang tepat. Penting untuk menggeser Wajib Pajak dari level Force (emosi negatif) di bawah 200 menuju level Power (integritas moral) di atas 200, menjadikan kepatuhan sebagai budaya yang didorong oleh integritas dan tanggung jawab sosial.
Epistemologis : Hubungan Cooper-Hawkins
Hubungan Cooper (Kesadaran Situasional) dan Hawkins (Kesadaran Moral-Spiritual) menawarkan Sintesis Epistemik yang mendalam dan esensial. Cooper berfokus pada tindakan, kesiagaan terhadap ancaman, dengan arah transformasi Reaksi->Antisipasi->Kendali->Refleksi. Hawkins menekankan getaran kesadaran menuju kebenaran, bergerak dari Force->Power. Sintesis keduanya menilai "kesiagaan terhadap realitas" dalam konteks luar dan batin, mendorong evolusi kesadaran dari ketakutan menuju pemahaman sadar. Transformasi ini bertujuan menuju integritas dan kesadaran penuh. Tujuan akhirnya adalah tercapainya episteme holistik: kesadaran menyeluruh antara kognisi, etika, dan tindakan.
Interpretasi dalam Konteks Manajemen Pajak
Manajemen pajak melibatkan enam tahap kesadaran, dari Ignorantia (tidak sadar, pajak beban) hingga Kesadaran Transendental (spiritual, pajak = kontribusi sosial). Tahap pra-kesadaran didorong oleh ketakutan sanksi, lalu berkembang menjadi pengelolaan risiko (Kesadaran Reaktif dan Rasional). Puncak kesadaran adalah patuh dengan integritas (Kesadaran Etis) dan mencapai kontribusi sosial untuk keadilan kolektif. Peningkatan kesadaran pajak penting untuk kepatuhan dan manajemen risiko yang efektif.
Transformasi Kesadaran Pajak: Episteme Cooper-Hawkins
Matriks episteme Cooper-Hawkins menunjukkan pergeseran kesadaran organisasi dalam manajemen pajak, dari force of fear (takut sanksi) menuju power of awareness (kesadaran moral dan sosial). Jeff Cooper fokus pada kesiagaan eksternal (risiko), sementara David Hawkins pada kesiagaan internal (kebenaran).
Integrasi keduanya menghasilkan episteme integratif. Manajemen pajak bukan lagi sekadar prosedur administratif, melainkan manifestasi kesadaran moral, tanggung jawab sosial, dan kebangkitan epistemik organisasi.
Penutup yang Menginspirasi:
Dalam sintesis episteme Cooper-Hawkins, manajemen pajak yang efektif bukan sekadar urusan kepatuhan teknis, melainkan refleksi tingkat kesadaran organisasi dari ketidaktahuan menuju pencerahan fiskal.
Peningkatan Kesadaran Organisasi Membentuk Kepatuhan PPh Pasal 23
Kesadaran organisasi secara signifikan memengaruhi perilaku dan strategi dalam pengelolaan PPh Pasal 23. Berawal dari tingkat terendah, White/Shame-Fear (tidak sadar risiko pajak/patuh karena takut sanksi), yang manifestasinya adalah kelalaian memotong/menyetor.
Peningkatan kesadaran, misalnya ke tingkat Red/Reason-Love (bertindak sistematis, rasional, dan beretika), mendorong pemilihan mitra PKP dan penerapan kepatuhan transparan. Puncak kesadaran, White Transcendental/Enlightenment, menjadikan pajak sebagai kontribusi moral bagi bangsa.
Aksi Episteme Dalam Konteks PPh Pasal 23
Kepatuhan pajak berkelanjutan berakar pada kesadaran tinggi, bukan sekadar ketakutan sanksi (Force). Transisi dari pendekatan reaktif dan formalitas administrasi menuju budaya sadar pajak (Power) yang proaktif dan beretika adalah kuncinya. Postulat teori menegaskan bahwa manajemen pajak adalah refleksi epistemi tingkat kesadaran fiskal, bukan sekadar teknis, menghasilkan budaya pajak berkelanjutan.
Redefinisi Pajak: Dari Kewajiban Administratif menuju Kesadaran Moral
Teori Kesadaran Epistemik Cooper-Hawkins mengubah pandangan terhadap pengelolaan PPh Pasal 23. Ini bukan lagi sekadar aktivitas administratif, melainkan manifestasi tingkat kesadaran organisasi. Pergeseran dari 'Force' (ketakutan sanksi) menuju 'Power' (kesadaran moral) menunjukkan evolusi epistemik dalam tata kelola fiskal. Pengetahuan pajak kini bersumber dari refleksi, bertujuan mencapai harmoni sosial dan keseimbangan ekonomi. "Ketika epistemologi Cooper dan Hawkins bertemu, pajak tidak lagi sekadar angka, melainkan pancaran kesadaran moral dan spiritual."
REFERENCE :
Apollo. (2025). Modul Magister Akuntansi UMB: Bagaimana Episteme Tingkat Kesadaran Organisasi Memengaruhi Perilaku, Dan Strategi Pengelolaan PPh Pasal 23. Jakarta: Universitas Mercu Buana.
Hawkins, C. J. (1963). Theory of the Firm. London: Macmillan.
Istianah. (2025). Tingkat Kesadaran Cooper x Hawkins: Pengaruhnya terhadap Perilaku dan Strategi Manajemen Pajak PPh Pasal 23. Diakses dari Kompasiana: https://www.qubisa.com/microlearning/article-or-no-article
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
UU PPh No. 36 Tahun 2008 dan PMK No. 141/PMK.03/2015
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI