Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Sopir Pejabat

13 September 2022   20:05 Diperbarui: 13 September 2022   20:17 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah sopir pejabat (dokpri)

Mobil adalah rumah pertama. Tidak pulang berhari-hari sudah biasa. Rahasia tentang pejabat tersimpan serapat pintu mobil. Suka, duka, jelek sudah menjadi makanan utama. Segala karakter orang sudah di sopirinya. Dari mereka ia belajar banyak hal.

Pak Andi tak sempat rehat barang sejam dua jam. Sekedar pulang mengganti baju, bertemu istri atau bermain dengan anak.  Setiba dari Bandung, mampir sebentar ke kantor berangkat lagi menuju Jawa Tengah. Menyusul sang bos yang yang memilih menggunakan pesawat.

Saya duduk di kursi depan dalam perjalanan itu. Sudah beberapa kali pula saya ikut menemani perjalanan seperti ini. 

Raut wajahnya serius memerhatikan jalanan. Sesekali mengambil air mineral dan meneguk. Sesekali menguap. Bola matanya merah seperti jambu.  Jarang sekali ia berbicara, walau candaan sedang terjadi dalam mobil. Ia akan menjawab ketika di tanya. 

Jalan Tol sudah seperti menyatu dengan Pak Andi. Seluk beluk sudah dihafal betul. Bagaimana tidak, dalam sebulan sudah pasti melewati jalan bebas hambatan tersebut pulang pergi di atas lima kali.

"Pak, sudah berapa lama jadi sopir," tanyaku disela kami menerobos kilometer 219.

"Sudah lumayan pak. Saya sejak merantau ke sini sudah jadi sopir," jawabnya. Saya menengok kecepatan mobil menyentuh 160 km/jam.

"Capek ngak pak," pertanyaan naif yang keluar begitu saja dari mulut.

"Ya capeklah. Apalagi kegiatan mendadak seperti ini. Capek tidaknya harus jalan. Apalagi bawa bos-bos( pejabat instansi),"ujarnya.

Kelelahan memang terasa begitu nampak dari raut wajahnya. Namun ia enggan mampir ke rest area. Ia ingin secepatnya sampai agar bisa istirahat barang beberapa jam sebelum kembali menjemput bosnya.

"Pak Andi dari sejak kapan belajar mobil," tanyaku lagi agar mengusik kantuknya.

"Dari kecil saya pak. SMP. Tapi sejak SD memang saya suka dengan mobil. Setiap mobil yang lewat di desa, saya kejar terus naik dibelakang,".

Ia pun membeberkan bahwa keahliannya mengemudi bukan baru sekarang tetapi sudah semejak kecil. Ketertarikannya pada mobil melebihi apapun. Bahkan kebayakan mainan lelaki berumur 45 tahun ini waktu kecil ialah mobil-mobilan.

Ia lantas dengan otodidak belajar mengemudi pada salah satu warga desa yang punya mobil. Dari situ semuanya di mulai.

"Karena kecilnya suka mobil ya gini akhirnya pekerjaan saya,". Ujarnya.

Segala jenis mobil sudah disopirinya. Truk, bus, angkot, dll. 

"Kalau tronton seperti ini setirnya berat tidak," tanyaku ketika melewati beberapa truk tronton.

" Tidak justru entenh. Hanya harus banyak perhitungan. Sebab membawa barang berat," terangnya sembari membandingkan semua jenis mobil yang dikendarainya.

Perjalanan terus berlanjut dari kilometer ke kilometer. Selama itu pula ia bercerita banyak hal.

Pak Andi sendiri orang Padang. Namun sejak lulus SMA ia merantau ke Jakarta. Mulanya narik angkot dalam tiga tahun. Kemudian truk proyek. Di tengah kepasrahan ketika sudah menikah dan memiliki anak, rejeki datang menghampiri.

Salah satu anggota dewan datang menawarkan pekerjaan. Menjadi sopirnya. Kuasa Tuhan memepertemukan mereka di sati warung kopi. Dari situ hubungan keduanya tidak terpisahkan. Bosnya itu sepuluh tahun di parlemen. Setelah selesai, ia didapuk menjabat kepala Badan di bawah salah satu kementrian.

Pak Andi ikut bersama. Dari parlemen pindah ke lingkungan kerja baru. Tetap menyupiri bos nya si penyelamat.

Belum separuh jalan tugas yang diemban bosnya, KPK datang menjerat. Terkait proyek pengadaan yang juga melibatkan salah satu Menteri di Jaman Presiden SBY. Kata Pak Andi itu jebakan.

"Saya hafal betul bos saya itu. Beli mobil aja kredit. Beli rumah aja kredit. Segala isi luar dalam kehidupanyya saya tau. Dan saya percaya beliau tidak melakukan praktek korupsi.  Isi rekeningnya saja saya tau berapa," ceritnya.

Ia lalu mengingat bos pertamanya itu. Meraih telpon dan melakukan panggilan. Lama bercerita ia menuup telepon " Beliau ternyata sudah bebas," ujarnya.

Semenjak bos pertama di tangkap, ia tak ikut keluar dari pekerjaannya di instansi tersebut. Tetap bertahan dengan menyopiri beberapa pejabat.

Namun lingkungan kerja selalu diliputi ketidakpastian. Ia selalu menjadi sasaran sesama profesi. Lantaran kelihaiannya mengemudi membuat Pak Andi banyak di pakai petinggi di instansinya. Bahkan menjadikan ia sebagai supir tetap. Pengaduan karena iri dan dengki beberapa kali hampir membuatnya di pecat.

"Saya sering begitu. Di kantor itu, banyak yang tidak ke pakai dan selalu stay di pool. Nah mereka sering lihat saya dipakai dinas keluar terus jadi mungkin ada rasa cemburu," jelasnya.

Dinas keluar otomatis mendapatkan tambahan pemasukan di luar gaji. Tambahan itu dihitung durasi hari dinas keluar kota. Sehingga jika keluar kota sekitar seminggu maka Pak Andi bisa memperoleh kurang lebih 500-700 ribu rupiah.

Intensitas bos barunya yang selalu dinas keluar kota tentu membuat sopir lain utamanya di Pol (tempat mangkal sopir di instansi) merasa cemburu.

Ia dilaporkan. Dan dicabut haknya menjadi sopir pejabat. Hampir tiga bulan ia hanya nangkring di Pol. Di tambah pimpinan yanv membawahi mereka juga ikut tegas. 

Namun kesukaan bos barunya terhadap Pak Andi tak menghalangi hukuman yang diterima. Pak Andi tetap dipakai kemana saja. Dan ujung-ujugnya sering menjadi masalah dan konflik tak berkesudahan.

Bos barunya seorang pejabat ini sedikit membuat Pak Andi kewalahan. Ia berujar baru menemukan bos yang seperti ini. 

" setiap orang memang beda-beda. Umumnya kalau dinas keluar kota dengan pejabat lain. Intensitasnya hanya antar, nginap di hotel. Antar lagi ke lokasi kegiatan, pulang ke hotel, tidur. Dan jika sudah selesai langsung pulang ke Jakarta" ungkapnya.

Namun bos kali ini berbeda. Selalu kemana-mana. Dan tak mengikuti rutinitas biasa. Kondisi yang menyebabkan ia sering kelelahan. Apalagi kesukaan bos ini untuk pulang dan pergi di lalukan malam hari.

Pernah sekali saya mengingat. Kami baru samlai ke hotel di Semarang. Belum sejam istirahay, bosnya menginstruksikan kembali ke Jakarta karena esoknya akan ada rapat. Jadinya berangkat mereka kembali pukul satu malam. Dan kembali lagi esoknya ke Semarang lalu sejam dua kam menuju Solo.

" Ya mau gimana. Sudah tugas kita," ujarnya.

Kelelahan tak pernah ia keluhkan. Setiap kali ditanya jawabannya selalu siap dan tidak mengumbar kelelahan. Tugas tetaplah tugas. Tanggung jawab hidup baginya dan keluarga.

Beberapa kali sudah saya ikut dan melihat betapa tenang orang ini mengemudi. Walau ngantuk dan kelelahan sekalipun kestabilan laju kendaraan dan mobil terjaga. Rest area hanya disingahi ketika mengisi minyak dan sholat. Dan, bagusnya, bos baru ini lebih sering mampir ke rest area berjam-jam agar pak Andi bisa istirahat, sholat dan makan. (Sukur dofu-dofu)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun