Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rebutan Jabatan Publik

28 Agustus 2021   22:26 Diperbarui: 29 Agustus 2021   08:11 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap kali momentum demokrasi utamanya pemilihan kepala daerah selesai, posisi yang paling diperbincangkan dan menarik animo publik adalah susunan kabinet dalam struktur pemerintahan.

Pemenang pilkada akan menentukan siapa-siapa saja yang bakal menduduki posisi strategis di pemerintahan yang di pimpinnya. Tentu penentuan ini menitikberatkan pada kontribusi seseorang pada saat proses pemilihan berlangsung.

Kemenangan berarti harus ada kepentingan yang terakomodir. Sementara kekalahan berarti rela melepaskan jabatan atau lebih tenar dicopot (nonjob).

Tim-tim yang terlibat berasal dari berbagai kalangan, mulai dari simpatisan, kontraktor, politikus, akademisi, hingga PNS itu sendiri. 

Sehingga dalam mengakomodir kepentingan semua kelompok ini, penetapan pejabat struktural harus mampu menghindari konflik internal tim. 


Sebab, banyak fakta di lapangan menunjukan, proses penentuan jabatan ini sering memantik konflik internal. Apalagi oleh mereka yang dianggap berjasa namun tidak diakomodir.

Dendam politik juga cukup berperan dan ikut andil dalam proses pengangkatan dan pencopotan. Banyak bupati langsung melakukan pencopotan tanpa evaluasi atau masa kerja yang belum genap 100 hari.

Seperti yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Sula Maluku Utara di mana Bupati yang baru dilantik sehari langsung mencopot sekda dan beberapa pejabat. 

Lalu beberapa pekan kemudian menonjokan 56 pejabat tinggi pratama tanpa melalui evaluasi dan pengajuan ke Kemendagri dan mengangkat pejabat.

Kekosongan jabatan dan proses evaluasi pergantian jabatan inilah yang menjadi peluang bagi tim pemenang untuk melakukan pendekatan kepada kepala daerah.

Tim atau sosok yang terlibat dan diwacanakan mengisi kekosongan jabatan tersebut tak lantas menjadikan mereka sebagai kandidat kuat. Walau sangat besar kontribusi dan komitmen dalam proses kampanye. Mereka harus melakukan lobi-lobi agar dipastikan dapat dilantik sebagai kepala dinas misalnya.

Proses ini kemudian memantik mereka melakukan berbagai cara bahkan sampai menjegal sesama rekan tim demi mencapai posisi yang diinginkan.

Fitnah, Isu buruk, hingga menghitung kontribusi akan diupayakan sampai ke telinga pimpinan agar mampu merubah keputusan. Sangat unik ketika, seseorang di sangat unggulkan mengisi jabatan tertentu, kemudian diberondong isu-isu yang dasyat. Alhasil, kekuatanya bakal terancam.

Proses perburuan jabatan ini bagi saya sangat menarik. Sebab, selain melihat sebuah dinamika politik badas, saya juga melihat bagaimana mereka dengan latar belakang berbagai profesi berbondong-bondong meninggalkan lingkungan lama dengan dalil keterpanggilan membangun daerah.

Lingkungan seperti Kampus misalnya, di mana banyak pendidik (dosen) berbondong-bondong melibatkan diri dalam politik dengan tujuan menduduki jabatan struktural di pemerintahan.

Alhasil, pembangunan pendidikan menjadi terbengkalai, kualitas jatuh tersungkur.

"Pendidik dalam Perburuan Jabatan" 

"Ku dengar rumor, abang dan kawan-kawan lain akan dilantik jadi salah satu Kadis di pemerintahan si A,". Tanyaku dalam sebuah pertemuan.

" Iya. Ada beberapa dari kami". Ia menyebutkan satu persatu yang semuanya saya kenali. Nama-nama ini juga sudah belakangan disebut bakal mengisi jabatan bergengsi di kabiner si A.

"Tawarannya dua, tapi masih dipikirkan. Keputusan juga tergantung pertarungan rektor, kalau menang ya saya pengen jadi dekan aja"Jawabnya menjelaskan.

Saya hanya mencermati penjelasannya tanpa menyelah atau menahan niatan mereka. Namun saya jujur sudah terlampau geram ketika lingkungan dipenuhi politik praktis yang diprakrsai banyak "oknum" pendidik.

Sebab saya menggap, Jika kelompok sainstis mulau berubah landasan pikirnya, dan mulai bermain-main pada wilayah politik praktis maka lingkungan sendiri (perguruan tinggi) akan menjadi kumuh dan kusam.

Kualitas tak terjamin walau lembaga punya akreditas yang tinggi. Sains jadi terbengkalai, mahasiswa jadi apatis. Pun dengan tingkatan paling bawah semisal sekolah. Di mana para oknum pendidik juga turut berkontribusi pada politik praktis.

Walau tidak dipungkiri bahwa mereka punya hak privat namun secara dinamika mereka punya andil besar dalam memainkan peranan politik praktis.

Kami terus mengobrol utamanya tentang strategi mereka memenangkan kandidat yang terang-terangan mereka dukung. Bagaimana alokasi sumber daya baik ide, manusia hingga modal yang tak sedikit. Obrolan begitu panjanh. Hingga berjam-jam.

Sebulan kemudian, nama-nama yang digadang-gadang bakal jadi "Kadis"itu justru terombang - ambing. Mereka ngamuk-ngamuk. Kepentingannya tidak di akomodir. Ditikung oleh kandidat lain

Geramlah mereka. Dari berawal menjadi ring 1 berbalik menjadi musuh. Padahal mereka sudah melakukan berbagai upaya agar terpilih. Agar memimpin suatu badan.

Sungguh sial. Dari beberapa diantara mereka, hanya 1 yang terpilih. Selebihnya di PHP alias digantung. Berbagai nada kegeraman dan naluri balas dendam tercurahkan. Dari kata tidak komitmen, pemimpin yang termakan hasutan pihak luar hingga berjanji sang pemimpin tak akan lagi bertahta kedua kali.

Fenomena ini hanyalah gambaran nyata dari perlilaku poltik berebut jabatan. Sudah lama limgkungan ini saya menjadi bagian yang selalu saya saksikan tiap momentum.

"Berharap karena Kenal"

Seorang pegawai negeri sipil mengurus kepindahannya dari salah satu kabupaten menuju kabupaten lain. Hal ini lantaran di kabupaten yang ia tuju dijanjikan menjadi kadis. Juga karena orang nomor satu disitu keponakannya.

Di kabupaten yang ia tinggalkan baru saja ia dicopot. Baru sebentar ia memimpin, tak sampai sebulan.

Jadilah ia mengurus segala hal tentang mutasinya ke daerah lain. Ia yang harusnya pensiun  tahun ini membuat berbagai cara untuk menambah lagi satu tahun. Tujuannya dengan waktu tersisa jika ia memimpin bisa punya banyak duit.

Layknya Ia di awal tahun dua ribuan. Kala menjabat Kabid di salah satu dinas. Ia jaya. Kaya raya. Namun semenjak orang nomor 1 itu habis maaa periodenya, dan salah mendukung kandidat maka usailah sudah kejayaannya.

Pengurusan berhasil. Ia diterima. Pindahlah ia ke kabupaten tujuan. Menjadi staf di salah satu dinas sembari menunggu akan dilantik. Namanya sudah disebut-sebut. Untuk ukran kota kecil, sangat gampang hal ini diketahui.

Namun ia keliru. Ia salah langkah. Dipikirnya akan mendapat tempat karena pemimpinnya kerabat dekat. Namun justru tak demikian. Ia tak diperhitungkan sama sekali. Hanya remah-remah di keramaian.

Pulanglah ia. dan menyimpan ambisi membara akan membalas di kemudian hari. Saya menemuinya ketika ia menelpon. Dicurahkanlah segala kekesalannya.

"Dasar tidak komitmen. Saya ini pamannya. Sudah susah-susah mengurus pindah. Malah dipilihnya orang lain.," keluhnya.

"Semua orang sudah marah. Dia tidak komitmen pada janji awal kemarin. Padahal dia bilang ke saya bahwa saya akan tetap dilantik apapun caranya," lanjutnua.

Saya hanya menyaksikan. Kerisauan yang dihadapinya. Rencananya hancur total. Diakhir obrolan ia putuskan pensiun dan membangun kekuatan melawan ia pada pemilihan mendatang.

Dinamika ini adalah salah satu kasus yang sering terjadi. Banyak dari mereka yang berburu jabatan dengan berbagai cara. Apesnya tidak semua langkah yang diambil membuahkan hasil. Kecuali mereka punya jaringan besar hingga pusat.

Ini terbukti dari beberapa mutasi atas dasar politik yang kemudian menjadi  dilema karena tidak diterima oleh lembaga semisal Kemendagri. Alhasil, mau tak mau mereka harus mengembalikan jabatan tersebut walau sekalipun musuh politik. (sukur dofu-dofu).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun