Secara ilmiah, teori keadilan organisasi (Colquitt, 2001) dan konsep keselamatan psikologis (Edmondson, 1999) membuktikan bahwa keadilan dan rasa aman emosional berkorelasi positif dengan kinerja, kepuasan kerja, dan retensi karyawan. Artinya, pendekatan yang humanis bukan hanya etis secara moral, tetapi juga strategis secara bisnis. HRD yang adil dan empatik memperkuat kohesi tim, menurunkan konflik, dan meningkatkan produktivitas jangka panjang.
Pada akhirnya, HRD yang netral dan humanis adalah cerminan dari integritas organisasi itu sendiri. Ketika nilai-nilai keadilan, empati, dan kebaikan menjadi fondasi dalam setiap kebijakan sumber daya manusia, maka organisasi tidak hanya akan tumbuh secara ekonomi, tetapi juga secara moral dan spiritual. Dalam pandangan Islam, bekerja dengan adil dan penuh kasih bukan sekadar urusan profesionalitas, tetapi juga ibadah. Sebab Allah berfirman dalam Surah Al-Qashash ayat 77:
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia; dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu..."
Dengan demikian, pengembangan HRD yang netral dan humanis bukan hanya upaya manajerial, tetapi juga refleksi spiritual dari keimanan yang diwujudkan dalam tindakan nyata---menegakkan keadilan, menjaga amanah, dan menebarkan kebaikan di lingkungan kerja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI