Dalam setiap organisasi, dinamika hubungan manusia merupakan tantangan yang tidak pernah berhenti. Konflik kepentingan, perbedaan pandangan, hingga ketimpangan dalam pengambilan keputusan dapat muncul kapan saja. Di tengah kondisi ini, peran Human Resources Department (HRD) menjadi sangat krusial. HRD bukan hanya pengelola administrasi tenaga kerja, melainkan penjaga nilai, keseimbangan, dan kemanusiaan di dalam sistem kerja. Untuk itu, dua prinsip mendasar yang perlu ditegakkan adalah netralitas dan sikap humanis.
Netralitas HRD berarti kemampuan untuk bertindak objektif, tidak berpihak, dan bebas dari pengaruh kepentingan pribadi atau kelompok. Setiap keputusan harus didasarkan pada data, kinerja, dan keadilan prosedural. Dalam konteks Islam, nilai ini selaras dengan firman Allah dalam Surah An-Nisa ayat 58:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil..."
Ayat ini menegaskan bahwa keadilan adalah prinsip utama dalam amanah kepemimpinan, termasuk bagi HRD yang diberi tanggung jawab mengatur sumber daya manusia. Keadilan bukan hanya berarti memperlakukan semua orang sama, melainkan memberi setiap individu sesuai hak dan kontribusinya.
Namun, objektivitas saja tidak cukup. HRD yang efektif juga harus memiliki prilaku humanis, yaitu kemampuan memahami manusia sebagai individu dengan nilai, emosi, dan aspirasi. Pendekatan humanis menuntut empati, komunikasi yang berimbang, dan penghargaan terhadap martabat karyawan. Dalam Surah Al-Hujurat ayat 13, Allah berfirman:
"Wahai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal..."
Ayat ini menunjukkan bahwa keberagaman adalah fitrah, dan tugas seorang HRD adalah menjadikannya sumber kekuatan, bukan sumber perpecahan. Pendekatan humanis mengajarkan HRD untuk mengenali potensi individu, memahami perbedaan, dan menciptakan ruang kerja yang inklusif serta saling menghormati.
Dalam menghadapi dinamika organisasi, HRD perlu menegakkan keadilan dengan cara yang komunikatif dan transparan. Setiap keputusan---baik dalam perekrutan, promosi, atau penanganan konflik---harus dapat dijelaskan secara rasional dan diterima oleh semua pihak. HRD yang netral akan menumbuhkan rasa percaya, sedangkan HRD yang humanis akan menumbuhkan rasa memiliki. Kombinasi keduanya membentuk lingkungan kerja yang sehat, di mana karyawan merasa dihargai bukan hanya karena hasil, tetapi juga karena kemanusiaannya.
Untuk menjaga keseimbangan ini, beberapa langkah strategis dapat diterapkan. Pertama, HRD perlu mengembangkan sistem evaluasi yang adil dan dapat diaudit, sehingga setiap keputusan berbasis bukti, bukan persepsi. Kedua, HRD harus mendorong komunikasi dua arah---memberi ruang bagi karyawan menyampaikan aspirasi tanpa rasa takut. Ketiga, HRD harus memperkuat pelatihan empati dan etika organisasi, agar setiap pimpinan memahami pentingnya mendengarkan dan menghargai perbedaan. Keempat, HRD perlu menciptakan lingkungan psikologis yang aman, di mana setiap individu bebas mengekspresikan ide dan perasaan tanpa khawatir akan diskriminasi.
Pendekatan ini sejalan dengan konsep "ihsan" dalam Islam, yaitu berbuat baik melampaui kewajiban formal. Allah berfirman dalam Surah An-Nahl ayat 90:
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan (ihsan)..."
Nilai ihsan mengajarkan bahwa HRD bukan sekadar menegakkan aturan, tetapi juga mengedepankan kebaikan hati dan kemaslahatan bersama. Dalam praktiknya, HRD yang berlandaskan ihsan akan mengedepankan penyelesaian yang mendamaikan, menghindari sikap keras, dan berusaha menumbuhkan semangat saling menghormati di tempat kerja.
Secara ilmiah, teori keadilan organisasi (Colquitt, 2001) dan konsep keselamatan psikologis (Edmondson, 1999) membuktikan bahwa keadilan dan rasa aman emosional berkorelasi positif dengan kinerja, kepuasan kerja, dan retensi karyawan. Artinya, pendekatan yang humanis bukan hanya etis secara moral, tetapi juga strategis secara bisnis. HRD yang adil dan empatik memperkuat kohesi tim, menurunkan konflik, dan meningkatkan produktivitas jangka panjang.
Pada akhirnya, HRD yang netral dan humanis adalah cerminan dari integritas organisasi itu sendiri. Ketika nilai-nilai keadilan, empati, dan kebaikan menjadi fondasi dalam setiap kebijakan sumber daya manusia, maka organisasi tidak hanya akan tumbuh secara ekonomi, tetapi juga secara moral dan spiritual. Dalam pandangan Islam, bekerja dengan adil dan penuh kasih bukan sekadar urusan profesionalitas, tetapi juga ibadah. Sebab Allah berfirman dalam Surah Al-Qashash ayat 77:
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia; dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu..."
Dengan demikian, pengembangan HRD yang netral dan humanis bukan hanya upaya manajerial, tetapi juga refleksi spiritual dari keimanan yang diwujudkan dalam tindakan nyata---menegakkan keadilan, menjaga amanah, dan menebarkan kebaikan di lingkungan kerja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI