Mohon tunggu...
Novita Sari
Novita Sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Aktif di dunia literasi, pergerakan dan pemberdayaan perempuan

@nys.novitasari

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Ayam Jantan Mak Iyem

26 November 2019   19:18 Diperbarui: 27 November 2019   17:21 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi peternakan ayam. (sumber: pixabay.com/giallopudding)

Akan saya ceritakan satu rahasia di balik keberhasilan Mak Iyem, juragan ayam di kampung ini. Tunggu, kau harus duduk dengan rapi. Pastikan tidak ada satu orangpun yang ada di sampingmu. Jika tidak, Mak Iyem akan datang dalam tidurmu bersama seekor ayam jantan kesayangannya.  

Cerita ini dimulai dari kedatangan seekor ayam jantan yang nyelemu (datang tiba-tiba) di dapur rumahnya yang terbuka. Sebagai seorang janda tanpa anak, Mak Iyem memang sudah terbiasa hidup sendiri. 

Hasan suaminya,  sudah lebih dulu terbaring di tanah sejak beberapa tahun lalu. Awalnya kedatangan ayam itu dianggap biasa saja oleh Mak Iyem, ia berusaha  mengusir ayam itu dengan bebunyian khas orang kampung ini  syooh...syooh...syooooh. Tapi ayam itu bergeming, seperti tak ingin pergi dari rumahnya. 

Mak Iyem berlalu sambil mengucapkan sumpah serapahnya "Dasar binatang" umpatnya. Sore itu langit memancarkan warna kemerahan, Mak Iyem bergegas menutup jendela-jendela dan pintu rumahnya. 

Diamatinya ayam tadi dari lubang pintu dapur. Ayam itu tersungut di didekat abu dapur, tempat Mak Iyem biasa memasak. Tak apalah pikirnya, besok pasti ayam itu sudah pergi.

Malam menutup mata Mak Iyem cepat waktu itu, ia tertidur pulas diatas kasur kapuk yang dibelikan suaminya saat mereka baru saja menikah. Merengkullah Mak Iyem dalam dingin yang menggigit tubuhnya yang sedang beranjak tua. 

Tiba-tiba ia didatangi oleh Hasan, lelaki yang ia rindukan sejak lama. Hasan datang menggunakan sepeda ontel dengan baju kokoh berwarna putih dan bercelana dasar hitam. Pelan-pelan ia mengayuh sepeda dari halaman depan. Lalu mekarlah senyumnya pada bibir Mak Iyem. 

"Ini kau, Bang." 

"Iya Dik, Abang sengaja datang menemuimu."

"Lama sekali kau pergi bang, aku rasanya tak sanggup melanjutkan hidup tanpamu," Iyem mulai sesenggukan.

"Jangan kau bersedih, Dik, aku selalu ada di sini"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun