Mohon tunggu...
Nydia Susanto
Nydia Susanto Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Travel blogger

Travel blogger, mengulas berbagai tempat wisata, restoran, penginapan dalam dan luar negeri yang saya kunjungi

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Napak Tilas Kemerdekaan di Kawasan Menteng

23 Oktober 2022   17:07 Diperbarui: 23 Oktober 2022   17:15 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perayaan peringatan kemerdekaan boleh jadi telah usai dengan berakhirnya bulan Agustus, namun tentunya hasil perjuangan para pahlawan tetap bisa kita rasakan hingga kini dan seterusnya. Maka, tak ada kata terlambat bagi saya untuk berbagi pengalaman dalam merayakan kemerdekaan dengan cara yang tidak biasa, yakni mengikuti Walking Tour Napak Tilas Kemerdekaan bersama Wisata Kreatif Jakarta di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, tanggal 14 Agustus 2022 lalu.

Menteng tak hanya merupakan kawasan elit di Ibu Kota sejak zaman kolonial, namun juga kaya akan nilai-nilai sejarah, termasuk menaungi 3 saksi bisu utama yang berhubungan langsung dengan detik-detik kemerdekaan, yakni Gedung Joang 45, Museum Perumusan Proklamasi dan Tugu Proklamasi yang masing-masing kami kunjungi dengan berjalan kaki.

Karena tidak jadi bergabung dengan grup khusus Kompasiana yang dilaksanakan siang hari, saya bergabung dengan kloter 1 untuk umum, dengan peserta sekitar 20 orang, yang dimulai pukul 9 pagi.

Gedung Joang 45

Awalnya, Gedung Joang 45 adalah Hotel Schomper yang dikelola oleh LC Schomper dan keluarga pada tahun 1920an. Ketika Jepang menjajah Indonesia, hotel ini diduduki barisan propaganda Jepang. Kemudian diserahkan kepada pemuda Indonesia pada bulan Juli 1942 menjadi Asrama Angkatan Baru Indonesia yang merupakan markas pemuda radikal dalam perebutan kemerdekaan, sekaligus pusat pendidikan politik kebangsaan. Untuk mengendalikan dan menaungi para nasionalis, Jepang mendirikan PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) tahun 1943, di mana setahun kemudian dibubarkan dan diganti dengan Jawa Hokokai (Kebangkitar Rakyat Jawa) yang tujuannya sama. Setelah proklamasi kemerdeaan, para pemuda berhasil merebut gedung bekas hotel megah bergaya kolonial ini. Lalu gedung ini mengalami pemugaran yang selesai tahun 1974 menjadi Museum Joang 45. 

kendaraan kepresidenan Bung Hatta
kendaraan kepresidenan Bung Hatta

Beberapa koleksi menarik dari museum ini adalah kendaraan-kendaraan antik kepresidenan yang pernah digunakan presiden Soekarno dan Hatta, replika poster-poster propaganda Jepang, kereta kencana serta patung dada para pejuang, antara lain Soekarno, Hatta dan Adam Malik. Tak cuma itu, pikiran saya terseret ke masa lalu membayangkan suasana yang asri, nyaman dan homey dari sebuah hotel yang cantik bangunannya selama kunjungan ke museum ini, sembari bertanya-tanya apa yang terjadi bila fungsinya dikembalikan menjadi hotel komersial dengan struktur bangunan yang tetap dipertahankan seperti aslinya.

poster propaganda Jepang
poster propaganda Jepang

Museum Perumusan Naskah Proklamasi 

tampak luar
tampak luar
Terus terang, nama "Perumusan Naskah Proklamasi" membuat saya kurang tertarik karena teringat pelajaran sejarah di kelas yang (sayang sekali) gurunya suka bikin ngantuk. Namun, anggapan tersebut tiba-tiba sirna setelah saya menyaksikan keindahan bangunannya. Didirikan tahun 1920, rumah bergaya Art Deco ini adalah tempat tinggal konsulat Inggris, yang kemudian dihuni Laksamana Maeda, perwira angkatan laut Jepang, selama pendudukan Negeri Matahari Terbit.

museum-proklamasi-outdoor-63550e6a375dd178ea5331c2.jpg
museum-proklamasi-outdoor-63550e6a375dd178ea5331c2.jpg
Berbeda dengan petinggi Jepang lainnya, Laksamana Maeda sangat mendukung kemerdekaan Indonesia. Maka beliau mengizinkan Soekarno, Hatta dan Achmad Subardjo menggunakan rumahnya untuk merancang naskah proklamasi, yang kemudian diketik oleh Sayuti Melik. Sayangnya, sesudah Laksamana Maeda kembali ke Jepang pasca proklamasi, hidupnya susah karena Jepang menganggapnya sebagai pengkhianat. Sesudahnya, bangunan ini sempat dikontrak selama 20 tahun oleh kedutaan kerajaan Inggris sebelum akhirnya menjadi Museum Perumusan Proklamasi sejak tahun 1987.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun