Mohon tunggu...
Nurun Nami
Nurun Nami Mohon Tunggu... Mahasiswa Sastra

Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Filosofi Zaid dan Amr dalam Ilmu Nahwu

14 Juni 2024   00:00 Diperbarui: 14 Juni 2024   13:54 4345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Fauziah, ilmu nahwu didefinisikan sebagai “ilmu yang mempelajari prinsip-prinsip untuk mengenali kalimat-kalimat bahasa Arab dari sisi i’rab dan bina’-nya” (Jami’ud Durus, Syaikh Musthafa). Namun sederhananya adalah dengan ilmu nahwu, kita bisa mengetahui bagaimana membunyikan bagian akhir dari suatu kata dalam struktur kalimat.

Bagi teman-teman yang pernah mempelajari ilmu nahwu terutama di pondok pesantren, tentu sudah tidak asing dengan nama زَيْدٌ عَمْرٌو (Zaid dan `Amr).  Dalam kitab nahwu seperti al-Jurumiyah, Imrithi, dan Alfiyah ibnu Malik, lafaz “Zaid dan Amr” sering kali disebutkan untuk menjadi contoh dalam kitab-kitab nahwu tersebut seperti ضَرَبَ زَيْدٌ عَمْرًا (Zaid memukul `Amr) dan زَيْدٌ قَائِمٌ (Zaid berdiri). Teman-teman mungkin bertanya-tanya, kenapa harus Zaid dan `Amr? Apakah tidak ada contoh lain? Kenapa Zaid memukul `Amr?

Dilansir dari Nahwu.top, alasan penggunaan lafaz Zaid dalam ilmu nahwu, karena para ulama nahwu memakai lafaz Zaidun untuk mendapatkan berkah. Nama Zaidun adalah musytaq (turunan kata) dari akar kata ز، ي، د (za’, ya’, dal) yang memiliki arti bertambah. Dengan nama tersebut, diharapkan para pencari ilmu dapat bertambah ilmu dan keberkahannya.

Alasan lainnya menurut Nahwu.top yaitu, Zaid adalah nama sahabat Rasul yang disebut secara langsung di dalam Al-Qur’an sebagai orang yang mendapat anugerah, tepatnya di dalam surat al-Ahzab ayat 37:

… فَلَمَّا قَضَى زَيْدٌ مِنْهَا وَطَرًا … […falamma qadha "zaid" minha wathara…]

…"Maka ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya)"…

"Zaid" yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah "Zaid bin Haritsah", salah satu sahabat Rasul. Dalam kisahnya, Zaid adalah orang yang menceraikan istrinya yang bernama Zainab binti Jahsy, untuk kemudian dinikahi oleh Rasul atas perintah Allah. Zaid sangat mencintai Rasul, sehingga ia disebut dengan “al-hubb” (cinta). Lafaz "Zaid" yang sering dijadikan contoh dalam kitab-kitab nahwu itu terinspirasi dari sosok Zaid yang diceritakan dalam Al-Qur’an tersebut. Ber-tabarruk (mencari berkah) dengan Al-Qur’an.

`Amr sering dijadikan sebagai objek pukulan dalam ilmu nahwu, seperti ضُرِبَ عَمْرُو ('Amr dipukul). Salah satu alasannya yaitu karena `Amr mencuri huruf "waw". Lafaz "`Amr", dalam bahasa Arab harus ditulis dengan empat huruf yaitu ع م ر و. Huruf "waw" pada lafaz عمرو hanyalah sebagai huruf tambahan yang tidak memiliki fungsi penting selain untuk pembeda antara kata "`Amr dan Umar", agar rangkaian huruf-huruf tersebut dibaca "`amr" oleh pembaca, bukan "umar". Sebab, lafaz "عمر" telah menjadi "hak paten" bagi nama sahabat Rasul, Umar bin Khattab.

Dalam kitab "An-Nadharat", Syaikh Musthafa Al-Manfalti mengisahkan salah satu wazir dalam pemerintahan Daulah Utsmaniyah bernama Daud Basya [tulisan arabnya= دود asalnya = دوود, salah satu wawu dibuang untuk diringankan] yang ingin belajar bahasa Arab. la mendatangkan salah seorang ulama untuk mengajarinya. Setiap kali gurunya menjelaskan i'rab rafa' dan nashab atau fa'il dan maf'ul, ia selalu membuatkan contoh dengan lafaz "ضَرَبَ زَيْدُ عَمْرًا" yang artinya, Zaid memukul `Amr. Karena rasa penasarannya, sang wazir pun bertanya:

"Apa kesalahan `Amr sehingga Zaid memukulnya setiap hari? Apakah `Amr punya kedudukan yang lebih rendah dari Zaid sehingga Zaid bisa sesuka hati memukulnya, lalu `Amr tidak bisa membela dirinya?".

Gurunya menjawab: "Tidak ada yang memukul dan tidak ada yang dipukul. Ini hanyalah contoh yang dibuat oleh ulama nahwu untuk memudahkan para pelajar dalam memahami kaidah-kaidah nahwu". Karena tidak puas dengan jawabannya, sang wazir pun memenjarakan gurunya.

Kemudian ia mendatangkan seluruh guru nahwu seantero negeri untuk ditanya dengan pertanyaan yang sama. Semua menjawab sama persis dengan jawaban guru pertama, sehingga semua guru dipenjara. Penjara pun penuh dan seluruh madrasah mulai mengalami krisis guru nahwu. Akhirnya Daud Basya menyuruh utusan untuk membawa para ahli nahwu dari kota Baghdad. Ia pun menanyakan kembali pertanyaan yang sama kepada mereka. Pimpinan mereka yang bijaksana menemukan jawaban cerdas:

"Kesalahan terbesar `Amr adalah karena ia telah mencuri huruf "waw" yang harusnya itu milik anda, wahai yang mulia!" Ia mengisyaratkan adanya huruf wawu di lafaz `Amr setelah huruf "ra’", dan huruf "waw" yang saharusnya ada dua di dalam lafaz Daud sekarang hanya tersisa satu karena dicuri oleh `Amr. Sang wazir kagum dengan jawabannya dan bersedia memberikan hadiah apa saja yang diinginkan ulama tadi. Namun beliau hanya ingin para ulama yang sedang dipenjara dibebaskan.

Daftar Pustaka

Fauziah, I. (2020, Januari 2). Antara Bahasa Arab, Nahwu, dan Sharaf. FTIK UIN Malang.

Furqoni, A. T. (2020, Oktober 29). Kisah Dibalik Contoh Zaid dan Amr dalam Kitab Nahwu. pesantren.id.

Inilah Alasan Kenapa Zaid dan Amr Sering Disebut dalam Kitab Nahwu. (2017, Desember 15). Nahwu.top.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun