Mohon tunggu...
Cerpen

Labirin Cinta Semu

19 Mei 2018   22:10 Diperbarui: 19 Mei 2018   22:19 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membalas senyum ranting-ranting pohon yang menyapa

Tapi aku sadar. Aku tak mungkin pantas bersanding denganmu. Ya, aku hanya lelaki pemimpi bodoh yang selalu menginginkan dirimu tanpa pernah berpikir panjang. Kau gadis dua puluh lima tahun. Sedangkan aku lelaki empat belas tahun. Ah, tak pantas kusebut diriku lelaki, aku lebih pantas disebut bocah ingusan. Aku sadar akan deretan angka yang menbentang palang melintang cinta kita. Cinta kita? Tidak! Ini adalah cintaku. Aku tahu kau tak mencintaiku. Kau hanya menganggapku sebagai seorang adik. Tak lebih bukan?

Aku tahu aku bukanlah anak laki-laki normal pada umumnya. Aku tahu bahwa aku telah menyimpang dari norma-norma yang umumnya berlaku dalam lingkungan masyarakat. Telah kuabaikan etika-etika yang seharusnya kujunjung tinggi. Aku tahu aku telah salah mencintai wanita dewasa sepertimu. Aku seperti orang yang tak tahu dunia nyata dan dunia semu. Aku telah terjebak dalam labirin cinta semu.

Suatu ketika ada hal yang tak pernah kusangka sebelumnya. Kala itu kakek memanggilku ke teras depan. Kukira kakek menyuruhku menemaninya duduk sambil menikmati secangkir teh hangat. Jauh dari perkiraanku, kakek melontarkan pertanyaan yang sejenak membuat dadaku sempit untuk menjawabku.

"Juna, kakek dengar dari anak-anak sanggar katanya kamu dekat dengan sekali dengan Dinda ya?"

"Dia sudah mengenggapku sebagai adiknya. Juna juga mengenggapnya seperti kakak Juna sendiri." Dan kak Dinda hanya mengajariku melukis. Tak lebih dari itu kek."

"Baiklah kakek percaya padamu. Kakek yakin kamu memang anak yang baik. Cucu kakek yang pendiam dan tak pernah berbuat macam-macam," Kakek mengucapkannya sambil tersenyum kecil.

Tak kusangka kedekatanku dengan Dinda sudah tercium oleh teman-teman sanggar seni. Aku tak ingin melihat kakek kecewa akan ketidaknormalan perilakuku ini. Namun disisi lain aku juga sulit menghilangkan rasa cintaku pada sosok seorang Dinda. Aku terlalu lemah untuk melawan gejolak hatiku sendiri. Aku sudah terlanjur tersesat jauh dalam alam cinta yang semu. Aku telah salah menaruh hatiku.

Masih segar dalam otakku tatkala aku melihatmu berjalan berdua dengan seorang lelaki yang sepertinya lebih tua beberapa tahun darimu di taman kota. Kulihat ia menggandeng tanganmu. Lalu ia mengajakmu duduk di bangku taman, mengajakmu mengobrol berdua. Kau dan dirinya tampak begitu mesra. Terbakarlah hatiku menyaksikan pemandangan menyakitkan itu. Namun aku hanya bisa diam membisu tanpa bisa berbuat apa-apa. Aku hanya dapat menahan sakitku dalam diamku. Aku tahu cinta tak harus memiliki. Tapi cinta itu harus memahami. Dan diriku yang pecundang ini hanya bisa mencintaimu dalam kekagumanku akan sosokmu. Yang bisa kulakukan hanyalah lapang dada melihatmu bersama laki-laki lain itu yang ternyata adalah suamimu.

Andai bisa kau lantunkan tembang megatruh 

Tuk mewakili luka yang mengiris nadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun