Mohon tunggu...
Nurul Firmansyah
Nurul Firmansyah Mohon Tunggu... Advokat dan Peneliti Socio-Legal -

https://nurulfirmansyah.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Arus Balik Nagari

18 November 2018   13:46 Diperbarui: 18 November 2018   14:42 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Handining/KOMPAS)

Pamflet Acara
Pamflet Acara
C. Kontestasi Politik Daerah

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat pada tanggal 4 april 2016 menyelenggarakan FGD tentang Nagari yang dihadiri Gubernur Sumatera Barat. Dalam kesempatan tersebut, Gubernur menyatakan bahwa pembelahan nagari akan menambah alokasi dana desa untuk sumatera barat. Gubernur membandingkan selisih alokasi dana desa dari Aceh akibat banyaknya jumlah desa di Aceh. Pernyataan ini adalah sinyal arus balik untuk kembali kepada model desa seperti model orde baru.

Paralel dengan itu, rancangan perda baru provinsi Sumatera Barat tentang nagari untuk meresepon UU Desa 2014 mengalami kebuntuan. Rancangan perda nagari baru ini cenderung kepada nagari hybrid berakar adat (cenderung ke desa adat). Rancangan Perda nagari akan merubah format KAN sebagai "lembaga adat" semi-formal menjadi legislatif nagari yang diisi tidak hanya pemangku adat, namun juga unsur kepemimpinan klasik minangkabau lainnya dan kelompok fungsional nagari. Selain itu, Rancangan Perda nagari baru secara tegas menyebutkan bahwa nagari adalah pemerintahan desa yang merujuk pada wilayah adat.

Perdebatan muncul sejak rancangan perda ini diajukan pemerintah provinsi. Uniknya, kelompok "elit adat" di LKAAM menolak perubahan format KAN tersebut karena dua alasan: Pertama,  merubah sifat eksklusif KAN sebagai lembaga adat. 

Perubahan format KAN berarti menghilangkan otoritas KAN sebagai lembaga adat atas aset nagari, khususnya ulayat nagari. Kedua, keinginan mengembalikan sistem "nagari adat romantis" untuk menyerahkan sepenuhnya "pemerintah adat" pada pemangku adat. Konsep ini tidak sepenuhnya jelas dalam fakta kelembagaan nagari yang hybrid. 

Argumen-argumen yang disampaikan mirip debat romantisme adat yang terjadi di masa awal-awal "Baliak Ka Nagari," apakah kembali ke format nagari pra-kolonial, kolonial, ORLA atau di masa ORBA. Paralel dengan itu, kelompok birokrat dan politisi berpengaruh menginginkan nagari dualistik tetap berjalan. Format baru nagari dalam Rancangan Perda nagari tersebut mempersulit kemungkinan pembelahan nagari tanpa membelah wilayah adat dan kelembagaan nagari.

Akhirnya pada awal tahun 2016, Rancangan Perda nagari dikembalikan DPRD kepada Pemerintah Provinsi untuk dikaji ulang. Kebuntuan penyusunan Rancangan Perda nagari baru disusul oleh Gubernur dengan menerbitkan  surat edaran tertanggal 22 Maret 2016 kepada bupati dan walikota untuk melaksanakan penataan nagari. 

Surat edaran ini memperlihatkan kecenderungan mengalihkan reorganisasi nagari ke pemerintah kabupaten dan kota. Artinya, kecenderungan proses reorganisasi nagari paska UU Desa 2014 tidak lagi menggunakan provinsi sebagai aktor utama, seperti halnya pada masa awal "Baliak Ka Nagari" tahun 1998. Konfigurasi reorganisasi nagari paska UU Desa disebar ke kabupaten/kota.

Di sisi masyarakat sipil, akademia kampus dan perantau Sumatera Barat memperlihatkan dukungan terhadap implementasi model desa adat untuk nagari. Debat tentang model nagari adat ideal kembali lagi seperti masa-masa awal "Baliak Ka Nagari," yang cenderung juga pada romantisme keaslian adat. 

Namun, point-point penting model desa adat bagi nagari yang diusung oleh kelompok ini adalah tentang nagari sebagai penanda identitas minangkabau dan argumen klasik tentang ikatan nagari dengan wilayah adat. 

Gagasan-gagasan tentang identitas minangkabau dan penguasaan nagari atas wilayah adat diekspresikan dalam berbagai media, artikel, berita daerah, dan diskusi-diskusi kepada pengambil kebijakan provinsi, khususnya DPRD Sumbar. Kecenderungan Pemerintah Provinsi untuk memberlakukan model desa administratif dan mengalihkan reorganisasi nagari ke Pemerintah daerah kabupaten / kota dinilai oleh kelompok ini sebagai sebuah kemunduran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun