Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ternyata Dendamku Masih Ada hingga di Persimpangan Jalan

23 Oktober 2021   16:00 Diperbarui: 23 Oktober 2021   17:19 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi:  soundcloud.com/kurniawan-hartanto

Namun teror tidak menyolatakan pamannya itu belum seberapa, ketika selesai  maghrib sajian untuk tahlilan sudah siap namun modin dan undangan belum juga datang hingga waktu mendekati isyak. Rupanya mereka sudah diancam juga, jika tidak dalam kubu Sunarto akan bernasib sama, tidak akan disholatkan,Sungguh di luar dugaannya.

"Lek Sarno.... " Suaranya hanya sekilas dan kecil, namun sudah bisa menyadarkan dirinya kalau dirinya berada di tengah jalan. Ia tolehkan kepalanya, di belakanya sudah ada seorang perempuan. "Lek tolong bapak saya lek, bapak saya jatuh di srudug sapi baru saja. Dia masih ada di pinggir sawah." Katanya lagi dengan nada khawatir. 

Sebenarnya sarno ingin tertawa, tetapi mengingat rasanya tidak sopan menertawakan penderitaan orang lain maka keinginan tertawa hanya ditahan.

"Bisa-bisanya  disruduk  itu bagaimana, apa bapakmu ngusili sapi. Ngomong-ngomong Apa sapinya betina?" ada canda dalam kata Sarno.

"Ya jangan gitu lek, menang-mentang bapak sudah duda saja terus ngusili sapi." Sumirah ingin marah tetapi mengingat dirinya sangat butuh bantuan pengobatan yang manjur maka dirinya juga ikut sedikit melayani canda  Sarno. Di desa ini siapa pun pasti akan menyatakan jika tangan Sarno seperti ada muljizat Tuhan,  hampir semua orang sakit yang kena usapan tangannya pasti sembuh. Namun sayangnya Sarno hanya mau menolong ketika dirinya memang ingin mengobati.

"Bawa pulang, nanti aku susul ke rumahmu ...," Pinta Sarno.
"Bapak masih pingsan di sawah, tadi cuma di tolong seadanya terus diangkat ramai-ramai ke gubuk pinggir sawah," kata sumirah menjelaskan seakan-akan takut kalau di bawa ke rumah yang agak jauh bapaknya lebih parah lukanya.
"Sana duluan nanti aku susul."

Langkah sarno lebih cepat daripada saat tadi ketika disuruh ke tempat petinggai. Dullah adalah teman setia Sarno sejak kecil, dialah yang membantu mengurusi jenazah pamannya ketika tetangga dan orang-orang yang pernah ditolong enggan membantunya. Dia tahu mereka segan atau sudah diberi uang untuk memilih Sunarto. 

Jadi keengganan itu dobel rasanya. Di sini Sunarto tahu betul jika ingin membuat orang takut adalah beri mereka uang, dan ditakut-takuti jika nanti kalau sudah mati tidak akan diurusi mayatnya maka semua akan tunduk. Setiba di gubuk, ia melihat Dullah masih lemas seolah tidak bernapas. Orang-orang yang mengerumuninya segera memberi tempat Sarno.

"Ada yang bawa air tawar?" Tanya sarno dengan tidak memeperhatikan orang-orang di sekitarnya karena dirinya langsung memegang urat nadi tangan Dullah.

"Ini ada lek,..." Kata Sumirah sambil menyodorkan botol yang berisi air. Segera Sarno menuangkan air itu ke dalam tempat mangkuk yang ia bawa dari rumah dan tidak lupa beberapa ramuan ia masukkan juga. 

Ada senyum di wajah Sarno ketika selesai mengusap dada Dullah dan Sumirah yang sedari tadi sudah khawatir menjadi lega ketika melihat senyum tipis di bibir Sarno yang terkenal ahli pengobatan bahkan kadang-kadang dokter puskesmas desanya pun tidak sungkan minta pertolongannya ketika ada pasien yang tidak bisa diobati secara klinis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun