Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ironi, Budaya Merokok dan Keinginan Jantung Sehat

28 September 2019   23:09 Diperbarui: 28 September 2019   23:25 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sifat permisif orang Indonesia memang tiada duanya di dunia, dalam segala hal. Tidak terkecuali pada saat orang lain di tempat umum mengeluarkan asap rokok yang jelas mengeluarkan racun, orang yang tidak perokok akan diam. Paling banter akan menutup hidung dengan tangan, memalingkan wajah,

Jika ada yang berani menegur dapat dipastikan akan terjadi keributan. Setelah itu sepeti tidak terjadi apa-apa si perokok tetap merokok dan yang tidak merokok harus terpapar asap rokok.

Meskipun sudah aturan pemerintah  No. 109 tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan, namun pelaksanaannya seperti panggang jauh dari api. Negara hanya menjadi pengawas tentang pelaksanaan aturan itu, tidak turun tangan secara intens untuk melindungi masyarakatnya dari bahaya merokok.

Karena celah yang begitu luas terjadilah keleluasaan pemakai zat adiktif berupa nikotin ini tidak terbendung jumlahnya. Dari Detik.news diberitakan bahwa Indonesia merupakan negara perokok terbesar di dunia dengan 76% pria di atas 15 tahun. 

Lantas bagaimanakah dengan para anak belia, wanita, dan yang terpaksa harus menjadi perokok pasif. Sehingga kalau dihitung jumlahnya negara Indonesia adalah negara perokok.

Harga rokok yang sudah dibanderol Rp.19.000 sebenarnya sudah tinggi, jika ada kenaikan harga 23% artinya  harga rokok akan menjadi Rp.23.500-an. Sudah tinggi namun tidak setinggi harga rokok di Amerika serikat yang sudah mencapai 13 dolar  kalau dirupiahkan lebih dari Rp. 180.00-an.

Jadi bisa dibandingkan, tujuh kalinya harga rokok di Indonesia dan di Amerika. Itupun konon kabar tidak sembarang toko menjual rokok hanya berlisensi saja yang menyediakan. Dan jelas sekali pembelinya hanya betul-betul yang sudah dewasa. Apakah harus dibandingkan lagi di negara kita?  Jangan ah...

Sebenarnya sudah pada maklum jika dalam satu batang rokok terdapat puluhan zat beracun. Menurut Dr. Heny Kusiden dari Jeman merokok dapat merusak pembuluh darah, paru-paru, jantung manusia, kanker, dan stroke.  Bahkan dai sisi ekonomi akan mengurangi belanja pokok. 

Semua perokok sudah tahu itu,  namun ketika kesenangan sudah mengalahkan nalar maka segala aturan dan akibat buruk pun tidak dihiraukan.  Selama produk itu ada dan pemerintah melegalkan maka akan sia-sia.

Bentuk melegalkan di sini artinya pemerintah  memberikan ruang bagi perokok, memberikan tempat untuk berkembangnya  industri hulu hingga hilir untuk usaha rokok, hingga pemerintah bisa menarik cukai dari rokok. Ya selama itu pula kegiatan kampanye anti merokok yang bertujuan untuk orang tidak terpapar nikotin secara pasif maupun aktif hanya slogan.

Sekarang kita kembali ke masyarakat Indonesia yang sangat permisif dengan perokokan, tidak usahlah bermimpi untuk melepaskan kehidupan kita dari rokok. Karena memang demikian adanya meskipun ada yang memfatwakan rokok itu haram.

Lihatlah sendiri ketika di suatu hajatan akan ada rokok yang sudah ketengan di gelas sehingga siapapun bisa  memanfaatkannya. Anak-anak pun boleh mengambil, menyalakan, kemudian menghisapnya ramai-ramai.  

Gaya hidup di kedai kopi ikut menjaga agar budaya merokok terus lestari. Mengapa kedai kopi diikutkan dengan penyebaran rokok? Karena kata mereka tidak afdol kala minum kopi tanpa merokok.

Jika pun ada yang hanya ingin menikmati kopi tanpa merokok di tempat itu harus siap menjadi perokok pasif. Atau jika tidak ingin terpapar rokok carilah waktu yang luang tidak ada pengunjungnya. Sehingga di sinilah kita harus pandai-pandai menjaga jantung kita, sebagai loko hidup. Karena kalau hanya mengharapkan uluran pemerintah agar perokok pasif tidak terpapar oleh perokok aktif seperti pungguk merindukan bulan.  

Rasanya seperti klise saja untuk memperingati hari jantung tiap tanggal 29 September,  kita hanya  berslogan. Semisal  jagalah jantung kita dengan tidak merokok, atau hidup indah tanpa merokok, atau bagaimana kau akan menyayangiku jika dirimu sendiri tidak kau sayangi. Memang eufimistis bukan?

Tetapi dari kesadaran yang selalu mengartikan bahwa hidup sehat itu mahal tidak ada yang mustahil suatu saat pemikiran yang waras akan dapat menyeimbangkan pendapatan rokok tidak menjadi penerima pajak  negara. Maka saat itulah kita  akan melihat suatu pemandangan yang ganjil kala melihat orang merokok.

(Pati, 28 September 2019)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun