Lihatlah sendiri ketika di suatu hajatan akan ada rokok yang sudah ketengan di gelas sehingga siapapun bisa  memanfaatkannya. Anak-anak pun boleh mengambil, menyalakan, kemudian menghisapnya ramai-ramai. Â
Gaya hidup di kedai kopi ikut menjaga agar budaya merokok terus lestari. Mengapa kedai kopi diikutkan dengan penyebaran rokok? Karena kata mereka tidak afdol kala minum kopi tanpa merokok.
Jika pun ada yang hanya ingin menikmati kopi tanpa merokok di tempat itu harus siap menjadi perokok pasif. Atau jika tidak ingin terpapar rokok carilah waktu yang luang tidak ada pengunjungnya. Sehingga di sinilah kita harus pandai-pandai menjaga jantung kita, sebagai loko hidup. Karena kalau hanya mengharapkan uluran pemerintah agar perokok pasif tidak terpapar oleh perokok aktif seperti pungguk merindukan bulan. Â
Rasanya seperti klise saja untuk memperingati hari jantung tiap tanggal 29 September,  kita hanya  berslogan. Semisal  jagalah jantung kita dengan tidak merokok, atau hidup indah tanpa merokok, atau bagaimana kau akan menyayangiku jika dirimu sendiri tidak kau sayangi. Memang eufimistis bukan?
Tetapi dari kesadaran yang selalu mengartikan bahwa hidup sehat itu mahal tidak ada yang mustahil suatu saat pemikiran yang waras akan dapat menyeimbangkan pendapatan rokok tidak menjadi penerima pajak  negara. Maka saat itulah kita  akan melihat suatu pemandangan yang ganjil kala melihat orang merokok.
(Pati, 28 September 2019)