Danaraja meninggalkan mereka berdua dan menghampiri prajurit yang berjaga lalu kemudian pergi ke hutan.
Sunyi. Begitulah kini suasananya setelah suara gemelinting pedang, teriakan prajurit, jerit kesakitan. Kini hutan terasa lebih sunyi, burung serta hewan-hewan yang lain memilih bungkam.Â
Lalu diatas bukit terlihat burung Garuda sempati sedang memperhatikannya. Menyadari itu, danaraja mencoba untuk menghampiri burung yang banyak mengandung mitos itu, sebelum ternyata burung itu telah pergi menghilang.
Dari atas bukit ia mencoba mengamati kiri kanan untuk mencari keberadaan burung itu hingga ia mendengar gemericik air dibawah bukit.
Sungai, ia menuruni bukit dan mendekatkan dirinya ke pinggir sungai lalu mencuci wajahnya.
Diatas ranting pohon jati telah duduk burung Garuda sempati kembali memperhatikan danaraja. Sorot matanya tajam, dan danaraja menyadari itu tapi ia tetap tidak mengerti apa yang sebenarnya ingin disampaikan burung itu. Kemudian burung itu terbang pelan ke udara, danaraja menyadari bahwa burung itu terbang ke arah Alengka.
Waktu hampir senja, danaraja telah kembali dan menuju kemah namun setelah membuka pintu kemah ia benar benar terkejut. Kakinya kembali melangkah mundur hingga dia tersungkur jatuh kebelakang.
Melihat itu prajurit penjaga segera menolongnya untuk kembali berdiri. 'ada apa tuan? Haa' apa yang terjadi? Bagaimana ini bisa terjadi? Mata prajurit itu masih melotot menerjang ke dalam kemah.
Dewi sukesi telah bersimpuh di dada Wisrawa, tangannya masih memegang pisau yang menancap di perutnya. Tangannya berlumuran darah.
Berita segera disampaikan ke Alengka melalui utusan prabu danaraja. Jasad Wisrawa dan dewi sukesi juga dikirim ke Alengka. Beserta kesepakatan yang harus disetujui Alengka untuk penghentian perang.
Bahwa alengka harus bersedia menjadi negara yang berada dibawah panji pemerintahan lokapala, meski Alengka tetap memiliki pemerintahannya sendiri.