Tanggal 04 Desember 2019, seharusnya saya sambut dengan suka cita, karena genap dua tahun saya bergabung di kompasiana. Namun, rencana tersebut buyar, berganti dengan perang melawan maut.
Kisahnya berawal dari masalah sepele. Usai salat Ashar Selasa 03 Desember, leher saya bagian kanan terasa gatal. Â Terus saya garuk. Belum satu menit, gatalnya meluber ke pergelangan tangan terus meluber ke seluruh tubuh. Mulai dari telapak kaki sampai ke kulit kepala. Kian di garuk semakin panas, diiringi bintik-bintik merah.
Saya jungkir balik menahan gatal. Saya lepaskan semua pakaian di badan. Diganti oleh suami dengan handuk yang dibasahi air panas. Gatalnya semakin gila.Â
Tubuh saya lemah tak berdaya. Kepala pusing, mual hendak muntah.  Perut di atas pusar  bergulung-gulung dan mules. Rasa mau BAB.Â
Saya paksakan diri  ke kamar kecil. Beranjak beberapa langkah, pandangan  saya berkunang-kunang. Kemudian langsung rubuh. Saya sadar ketika mendengar sayup-sayup suami meratap memanggil-manggil nama saya. Dan tubuh saya telah terbaring lemas di tempat tidur.
Gatal, mules, dan mual masih berlanjut. Tubuh berkeringat, ujung kaki dingin, dan muntah-muntah.
Untung segera ditolong oleh tetangga yang seorang perawat. Saya segera dilarikan ke RSU Mayjen H.A Thalib Kerinci di Sungai Penuh. Tensi saya drop ke angka 50, gula darah melonjak 226. Padahal sebelumnya saya tak bermasalah dengan kedua kasus ini. Â
Tak ingat persis berapa lamanya saya di IGD. Setelah tensi dan gula darah berangsur normal, saya  dipindahkan  ke kamar perawatan,  selanjutnya nginap tiga hari dua malam.
Besoknya ketahuan, pada titik awal gatalnya bermula (di leher kanan), Â menancap seekor kutu babi. Masyaallah .... Anak-anak saya histeris. Mereka berusaha mengangkatnya, tetapi makhluk itu mencengkram sangat kuat. Kalau dicabut paksa bisa putus. Bagian kepalanya tertanam di bawah permukaan kulit.

Meskipun tidak ada penjelasan detil dari dokter yang menangani, saya menduga racun kutu babi itulah yang telah melumpuhkan saya sampai terkapar tak berdaya.