Saat berkunjung ke pantai ini, tak tahan air mataku mengucur. Kupejamkan mata berulang kali, kenangan 56 tahun silam itu tetap saja mengusyik ketenanganku.
Di sinilah aku menunggu ayah kandungku pulang dari melaut. Jantungku berdebar, Â menunggu, dan menunggu dalam keterpaksaan. Dipaksa Emak dengan harapan sang ayah memberikan sedikit rupiah.
Entah kebodohan apa yang bersarang di benakku saat itu. Sehingga begitu takutnya aku berjumpa dengan pria bertubuh mungil itu. Wajahnya, suaranya, brewoknya,  gigi putihnya saat tersenyum, dan  aroma keringatnya, ah,  semua asing bagiku.
Maafkan aku, Mak. Betapa sakitnya hati ini padamu kala itu. Sudah jelas hatiku tak sudi, Emak tetap saja memaksa dan memaksa. Kini baru kusadari, ini adalah salah satu solusi ketika dirimu sedang kepepet, tak sanggup melunasi kewajibanku di sekolah.
Selamat tinggal masa lalu. Selamat menjauh masa sulit. Selamat datang kedamaian. Tuhan...! Jadikanlah hambaMu ini insan yang pandai bersyukur.
****