Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Konsultan Partikelir

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Manuver Yahud Menteri Mahfud

18 September 2020   20:40 Diperbarui: 18 September 2020   20:58 805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kendati perihal politik uang para cukong itu sejatinya merupakan rahasia umum (public secret), yang kerap dibahas berbagai kalangan, namun jika pernyataan itu keluar dari seorang pejabat negara selevel menteri yang notabene "orang dalam Istana", maka menelisik motifnya merupakan suatu persoalan menarik tersendiri.

Apakah ini pengalihan isu yang lebih besar?

Entah tentang politik dinasti klan Jokowi dengan majunya sang sulung Gibran Rakabumi sebagai kandidat wali kota Solo dan sang menantu Bobby Nasution di pilkada wali kota Medan atau isu korupsi kelas paus (Djoko Tjandra, Jiwasraya, Harun Masiku, dll).

Apakah ini sekadar permainan bad cop and good cop (polisi jahat dan polisi baik) dalam lingkaran RI 1? Dan apakah Mahfud yang kali ini berperan sebagai sang good cop (polisi baik), yang turun menggebrak tiba-tiba sesuai skenario yang diarahkan?

Ataukah Mahfud ingin meningkatkan citra kinerjanya di depan Presiden Jokowi agar "selamat" dari rencana perombakan kabinet?

Atau apakah Mahfud mulai "tobat" dan menyadari kesalahannya dengan melakukan perbaikan dari dalam?

Salah seorang kawan saya sangat meyakini teori ini. Maklum, ia pengagum sang profesor sekaligus pendukung berat Prabowo Soebianto.

Ketika Mahfud dan Prabowo "bercerai" pada pilpres 2019, setelah sebelumnya keduanya berkongsi pada pilpres 2014, sang kawan sedih bukan kepalang. Dan ia tambah sedih ketika melihat sang idola "dipermainkan" dengan drama penunjukan kandidat calon wakil presiden (cawapres) Jokowi yang, menurutnya, "drama PHP" alias drama Pemberi Harapan Palsu.

Betapa seorang politisi, akademisi serta da'i sekaliber Prof. Mahfud MD, yang telah "rela" berpisah dari kubu Prabowo, yang sebagian pendukung bahkan menyebutnya "pengkhianat" (sebuah label pejoratif yang juga disematkan kepada Ali Muchtar Ngabalin, Yusril Ihza Mahendra, Ustaz Yusuf Mansyur dan Tuan Guru Bajang Zainuddin Majdi) hanya diberikan iming-iming "harapan palsu" sebagai cawapres dengan cara yang tidak elegan menurut fatsoen (tata krama) politik.

Padahal sebagai calon presiden pun kualifikasi sang profesor hukum tata negara tersebut sudah sangat memadai. Pengalaman menjabatnya lengkap, demikian juga latar belakang sosial dan akademiknya. Ia pun pintar bernegosiasi dan cerdas menyusun kata, jauh lebih lihai daripada para kontestan pilpres RI selama dua periode terakhir ini.

Jadi, jika sebelumnya, dengan lidah tajamnya yang merupakan kekuatan sekaligus kelemahannya, Menteri Mahfud MD menyindir Gubernur Anies Baswedan, terkait PSBB Jakarta, sebagai "penata kata" alih-alih "penata kota", sejatinya berlakulah kebenaran pepatah menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun