Mohon tunggu...
Nur Patimah
Nur Patimah Mohon Tunggu... Mahasiswa S1

NIM: 43221120052 | Program Studi: Sarjana Akuntansi | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Jurusan: Akuntansi | Universitas: Universitas Mercu Buana | Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram pada Upaya Pencegahan Korupsi dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

21 November 2024   23:03 Diperbarui: 21 November 2024   23:03 1608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konsep "Enam SA" dan "pangawikan pribadi" saling terkait erat. Pangawikan pribadi adalah proses memahami diri sendiri secara mendalam, termasuk mengenali sifat, karakter, dan keinginan-keinginan kita. Dengan memahami diri sendiri, kita dapat mengendalikan keinginan-keinginan yang tidak perlu dan hidup sesuai dengan nilai-nilai yang kita yakini.

Enam SA berperan sebagai pedoman dalam mengendalikan keinginan-keinginan tersebut. Prinsip-prinsip seperti "sebutuhnya", "seperlunya", dan "secukupnya" mengajarkan kita untuk tidak terjebak dalam keinginan materi yang berlebihan. Sedangkan prinsip "sebenarnya", "semestinya", dan "seenaknya" membantu kita untuk hidup lebih jujur, bertanggung jawab, dan sesuai dengan kodrat kita.

Dengan kata lain, pangawikan pribadi menjadi landasan untuk menerapkan "Enam SA" dalam kehidupan sehari-hari. Ketika kita sudah memahami diri sendiri, kita akan lebih mudah mengenali mana keinginan yang sebenarnya perlu dan mana yang hanya sekedar nafsu belaka.

Tiga Kategori Keinginan Menurut Ki Ageng Suryomentaram

Ki Ageng Suryomentaram membagi keinginan manusia menjadi tiga kategori utama:

  1. Semat: Keinginan yang berkaitan dengan kenikmatan fisik dan indra. Contohnya: keinginan akan makanan enak, minuman segar, atau kenikmatan seksual. Keinginan semat ini bersifat sementara dan tidak dapat memuaskan kita secara jangka panjang.
  2. Derajat: Keinginan akan status sosial, kekuasaan, dan pengakuan dari orang lain. Contohnya: keinginan untuk menjadi orang kaya, terkenal, atau memiliki jabatan tinggi. Keinginan derajat ini seringkali mendorong seseorang untuk melakukan tindakan yang tidak terpuji demi mencapai tujuannya.
  3. Kramat: Keinginan untuk dianggap sakral, istimewa, atau memiliki kekuatan supranatural. Contohnya: keinginan untuk menjadi dukun, paranormal, atau memiliki kemampuan magis. Keinginan kramat ini seringkali dikaitkan dengan kepercayaan terhadap hal-hal gaib.

Dalam kehidupan, manusia sering kali terjebak dalam dinamika keinginan yang terus berubah, yang dapat digambarkan melalui konsep "mulur" dan "mungkret". Mulur menggambarkan situasi di mana seseorang mengalami peningkatan keinginan dan ambisi. 

Ketika seseorang mencapai suatu jabatan, kekuasaan, atau kepuasan tertentu, keinginan itu cenderung terus bertambah tanpa batas, bahkan sering kali disertai rasa serakah. Misalnya, seseorang yang mendapatkan jabatan tinggi mungkin merasa puas sesaat, tetapi tidak lama kemudian ia ingin mencapai kedudukan yang lebih tinggi lagi. 

Sebaliknya, mungkret menggambarkan kondisi di mana keinginan seseorang menyusut akibat kegagalan dalam mencapai harapannya. Ketika ambisi tidak tercapai, seseorang dapat merasa kecewa, putus asa, bahkan frustasi. Kedua situasi ini menunjukkan betapa fluktuatifnya keinginan manusia dan betapa rapuhnya kebahagiaan yang bergantung pada pencapaian materi atau status.

Konsep mulur dan mungkret mengajarkan bahwa segala hal dalam hidup ini bersifat sementara. Baik kesuksesan yang membawa kebanggaan maupun kegagalan yang menimbulkan rasa kecewa adalah pengalaman yang tidak kekal. Oleh karena itu, penting bagi manusia untuk memiliki kesadaran bahwa apa pun yang mereka kejar di dunia ini hanyalah bagian dari proses hidup yang terus berubah. 

Kesadaran ini dapat membantu seseorang menerima situasi apa pun dengan bijaksana, baik dalam keadaan "mulur" saat berhasil maupun "mungkret" saat gagal. Dengan memahami sifat sementara dari segala sesuatu, manusia dapat mencegah diri dari terjebak dalam ambisi yang tidak sehat atau rasa putus asa yang merusak.

Untuk menghadapi dinamika ini, konsep 6 SA versi Ki Ageng Suryomentaram menawarkan panduan praktis dalam mengelola keinginan dan perasaan. Prinsip Sa-butuhne (sebutuhnya) mengajarkan seseorang untuk hanya mengejar apa yang benar-benar dibutuhkan, sehingga mencegah sikap berlebihan dalam memenuhi ambisi. Sa-perlune (seperlunya) membantu manusia bertindak sesuai keperluan tanpa melampaui batas wajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun