Mohon tunggu...
Nur Patimah
Nur Patimah Mohon Tunggu... Mahasiswa S1

NIM: 43221120052 | Program Studi: Sarjana Akuntansi | Fakultas: Ekonomi dan Bisnis | Jurusan: Akuntansi | Universitas: Universitas Mercu Buana | Dosen: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram pada Upaya Pencegahan Korupsi dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

21 November 2024   23:03 Diperbarui: 21 November 2024   23:03 1608
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Konsep ini sejalan dengan gagasan "menungso tanpo tenger" (manusia tanpa ciri), yang berarti seseorang tidak lagi terikat pada label, status, atau ego pribadi. Dalam konteks ini, manusia memimpin dirinya sendiri dengan rendah hati, tanpa ambisi yang merugikan orang lain atau sikap sombong yang memisahkan dirinya dari sesama.

Ketika seseorang mampu memahami pikirannya sendiri, ia tidak akan terjerat dalam sifat buruk seperti iri hati, sombong, kecewa, atau khawatir. Sebaliknya, ia menjadi individu yang mampu mengelola dirinya dengan bijaksana, tidak mudah tergoda oleh godaan korupsi atau keputusan yang melanggar nilai-nilai moral.

Dalam kaitannya dengan pencegahan korupsi, ajaran ini relevan untuk membentuk pemimpin yang jujur dan bertanggung jawab. Korupsi sering kali bermula dari sifat buruk seperti iri hati terhadap kekayaan orang lain, kesombongan akan jabatan, atau kekhawatiran berlebihan tentang masa depan yang mendorong seseorang untuk mengambil jalan pintas. 

Prinsip 6 SA membantu seseorang menemukan keseimbangan batin sehingga ia tidak mudah tergoda untuk melakukan tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Sebagai upaya transformasi diri, pengendalian sifat buruk melalui olah rasa dan penerapan prinsip 6 SA membantu manusia menjadi pemimpin yang mampu menata dirinya sebelum memimpin orang lain. Dengan memahami bahwa semua sifat buruk bersumber dari ketidakseimbangan batin, seseorang yang menerapkan ajaran ini dapat menjadi pemimpin yang adil, bijaksana, dan bebas dari godaan korupsi.

Mawas diri adalah inti dari pengendalian diri dan pengembangan karakter dalam ajaran Ki Ageng Suryomentaram. Proses ini mencakup tiga tahapan utama: nyowong karep (mengosongkan keinginan), memandu karep (mengarahkan keinginan), dan membebaskan karep (melepas keinginan). Konsep ini mengajarkan manusia untuk mengenali, mengelola, dan pada akhirnya melepaskan diri dari keinginan-keinginan yang mengikat, sehingga mampu mencapai kebahagiaan sejati dan kepemimpinan yang bebas dari ego.

  1. Nyowong Karep (Mengosongkan Keinginan)
    Tahap pertama ini menekankan pada usaha mengenali keinginan dalam diri. "Karep" (keinginan) sering kali menjadi akar dari konflik batin, seperti rasa iri, sombong, kecewa, dan khawatir. Dalam proses nyowong karep, manusia diajak untuk mengosongkan pikiran dari obsesi terhadap pencapaian material atau ambisi pribadi. Ini bukan berarti meniadakan kebutuhan dasar, tetapi lebih kepada mengurangi keinginan yang tidak perlu, yang sering kali hanya memperberat batin. Dalam konteks 6 SA, prinsip sa-butuhne (sebutuhnya) dan sa-perlune (seperlunya) membantu manusia untuk membedakan antara kebutuhan nyata dan keinginan berlebihan.
  2. Memandu Karep (Mengarahkan Keinginan)
    Setelah mengenali dan mengosongkan keinginan yang tidak perlu, langkah berikutnya adalah memandu karep, yaitu mengarahkan keinginan pada hal-hal yang bermakna dan sesuai dengan kebenaran. Dalam tahap ini, manusia belajar memanfaatkan keinginannya untuk tujuan yang selaras dengan nilai moral dan manfaat bagi sesama. Prinsip sa-benere (sebenarnya) dan sa-mesthine (semestinya) relevan dalam proses ini, karena manusia diajak untuk bertindak sesuai kebenaran dan hukum alam, tanpa memaksakan kehendak yang bertentangan dengan kenyataan.
  3. Membebaskan Karep (Melepas Keinginan)
    Tahap terakhir adalah membebaskan karep, yang berarti melepaskan diri dari keterikatan pada keinginan. Ini tidak hanya mengacu pada keinginan material, tetapi juga pada ego, ambisi, dan rasa keterpaksaan yang mengendalikan diri. Dalam kebatinan Ki Ageng Suryomentaram, ini berkaitan dengan meruhi gagasane dewe (memahami pikiran sendiri), di mana manusia menyadari bahwa semua keinginan hanyalah sementara dan tidak seharusnya menjadi pusat kebahagiaan. Dengan membebaskan karep, manusia mencapai kebebasan batin, hidup tanpa kemelekatan, dan mampu menjalani kehidupan dengan sederhana, sesuai dengan prinsip sak-penake (seenaknya).

Proses nyowong karep, memandu karep, dan membebaskan karep menjadi relevan dalam konteks pencegahan korupsi dan transformasi kepemimpinan. Korupsi sering kali berakar dari keinginan berlebihan---baik itu harta, jabatan, atau kekuasaan---yang tidak terkontrol. Dengan nyowong karep, seorang pemimpin mampu mengenali bahwa keinginannya sering kali bersifat sementara dan tidak seharusnya mendominasi tindakan. 

Selanjutnya, memandu karep memungkinkan seorang pemimpin untuk mengarahkan aspirasinya ke arah yang positif, seperti pengabdian kepada masyarakat dan upaya menciptakan kesejahteraan bersama. Pada akhirnya, membebaskan karep membantu seorang pemimpin untuk tidak terikat pada ego atau ambisi pribadi, sehingga ia dapat memimpin dengan integritas, keadilan, dan kebijaksanaan.

Ajaran ini juga membantu individu mengelola sifat buruk, seperti iri hati, sombong, kecewa, dan khawatir, yang menjadi penghalang utama dalam membangun kepemimpinan yang kuat dan berkarakter. Dengan membebaskan diri dari keterikatan pada "karep", manusia mampu menjadi "menungso tanpo tenger", yaitu manusia yang tidak terikat pada status, ego, atau keinginan material, melainkan memimpin dirinya sendiri dengan kesadaran penuh.

Ajaran Ki Ageng Suryomentaram, terutama melalui konsep "6 SA" dan "Kawruh Jiwa," menawarkan nilai-nilai yang sangat relevan dalam menghadapi tantangan kehidupan modern. Prinsip-prinsip yang diajarkan oleh beliau tidak hanya menjadi panduan praktis dalam menjalani kehidupan sehari-hari, tetapi juga memberikan kerangka berpikir yang mendalam untuk membangun karakter, kepemimpinan, serta budaya yang bebas dari korupsi.

Pertama, ajaran ini menyediakan panduan praktis untuk menghadapi kompleksitas kehidupan modern. Konsep "6 SA," yang mencakup enam aspek utama dalam kehidupan manusia, memberikan pedoman untuk mengelola keinginan, emosi, dan tindakan. Dalam situasi yang penuh tekanan dan godaan, memahami dan menerapkan prinsip ini dapat membantu seseorang mengambil keputusan dengan bijak dan bertanggung jawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun