Satu kampung geger.  Geger oleh viralnya video cctv yang  mengabadikan aksi maling menggondol kandang burung milik warga. Dari anak-anak hingga orang dewasa tahu betul wajah orang yang ada di rekaman cctv tersebut. Kejadian ini sangat menampar tokoh masyarakat setempat.Â
Di hari itu, ada drama menarik. Mirip pertunjukan tonil atau ludruk  yang dipertontonkan di kampung-kampung. Suatu pentas pertunjukan yang hampir tidak diminati oleh mayoritas gen Z dan gen Alfa saat ini.
Seorang pria bernama si Dul datang mengadu kepada seseorang yang dianggap sebagai saudaranya. Nafasnya bergerak cepat, keringatnya keluar dari sela-sela pori-pori kulit wajahnya. Mungkin jika diperbesar seratus kali lipat, keluarnya keringat itu mirip seperti anak katak pipa-pipa yang keluar dari kulit punggung induknya. Itu loh katak Suriname  yang dari Amerika Latin itu. Ya, begitulah kira-kira.
Isi aduannya soal maling kandang burung yang kadung viral se-kampung. Â Si Dul itu korban kemalingan, kandang burung kesayangannya hilang digondol maling. Malingnya terpantau cctv, wajahnya sangat familiar dan dikenal orang se-kampung.
Meskipun berposisi sebagai korban tapi di Dul tersudutkan. Ia disemprot oleh salah satu tokoh masyarakat, inohong di kampung itu karena memviralkan si maling tersebut. Pasalnya, orang yang diduga  maling yang terekam cctv itu wajahnya sembilan puluh sembilan koma sembilan sembilan persen mirip orang kepercayaannya si tokoh masyarakat tersebut. Sehingga si inohong itu merasa tersinggung, tidak terima karena khawatir tumbuh subur persepsi masyarakat arus bawah bahwa dirinya selama ini memelihara maling.  Tentunya hal ini,  bisa berimbas terhadap pudarnya citra diri sebagai inohong yang dihormati oleh orang sepenjuru kampung.
Si tokoh masyarakat, Si inohong itu menggelar sidang terbuka kecil-kecilan untuk menggali putusan yang bijak sini. Sidang digelar tanpa pengacara, yang ada hanya yang mulia hakim dan jaksa. Keduanya diperankan sekaligus oleh satu orang, si tokoh masyarakat tersebut. Ia bertindak sebagai tuan hakim dan tuan jaksa sekaligus. Sedangkan si Dul yang kemalingan kandang burung itu, diposisikan seolah-olah sebagai terdakwa. Adapun penonton  persidangan adalah beberapa orang warga yang hadir saat itu. Lucunya, si maling pun ikut menonton jalannya persidangan terbuka tersebut.
Jalannya persidangan sangat alot. Si hakim sekaligus si jaksa menuntut  agar si Dul yang kandangnya kemalingan itu dituntut untuk segera membuat klarifikasi atas tersebarnya video cctv maling kandang burung yang viral tersebut. Sementara si Dul  yang diposisikan sebagai terdakwa mengajukan pledoi. Terjadilah adu argumen yang sangat sengit. Namun tetap saja, sehebat apapun argumen dalam pledoi tersebut, putusan pengadilan seringkali memenangkan pihak yang berkuasa dan berkepentingan. Si Dul dinyatakan kalah dalam putusan.
Tok, tok, tok. Hasil keputusan persidangan final. Si Dul dituntut untuk segera klarifikasi dan mencabut postingan video yang sudah beredar berupa rekaman maling yang sedang beraksi tersebut. Meskipun kalah di persidangan, namun Si Dul rupanya memenangkan dukungan dari hampir semua penonton persidangan, kecuali satu orang penonton itu, yaitu: si maling itu.
Begitulah kira-kira  hidup ini, Dul. Hidup ini kadang terbolak-balik. Yang benar bisa dianggap salah, yang salah bisa dianggap benar tergantung dukungan otoritas penguasa, pemilik modal,  tokoh intelektual, dan komunitas pengikut setianya. Semuanya bisa diupayakan dan bisa diarahkan, bisa dimanipulasi, bisa digunakan sebagai nilai tukar untuk meraih citra positif, popularitas, elektabilitas, dan mempertahankan kekuasaan.
Kamu jangan terlalu berharap banyak, Dul. Hidup ini tidak selalu sesuai keinginanmu. Meskipun yang kamu inginkan  kebenaran dan keadilan atau apapun namanya itu, semuanya butuh perjuangan. Kamu berpotensi mendapatkan putusan bijaksana-bijaksinimu jika kamu berkuasa, Dul. Koen, ngerti ora Dul ?
Cirebon, 1 Juni 2025