Mohon tunggu...
Nuris Adelia Tabassam Nuruddin
Nuris Adelia Tabassam Nuruddin Mohon Tunggu... Mahasiswa Teknologi Radiologi Pencitraan

Mahasiswa Fakultas Vokasi Prodi Teknologi Radiologi Pencitraan, Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Optimalisasi Pemeriksaan Radiografi Humerus AP pada Pasien dengan Indikasi Klinis Fraktur Humerus Proksimal

1 Juni 2025   17:25 Diperbarui: 1 Juni 2025   17:31 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto kegiatan menganalisis hasil citra untuk diagnosis pasien. (Sumber: Freepik)

ABSTRAK

Fraktur humerus proksimal (FHP) merupakan patah tulang pada bagian atas humerus yang menyumbang hingga 5,7% dari seluruh fraktur. Cedera ini paling sering disebabkan oleh jatuh dalam keadaan terlentang. Pada pasien yang lebih muda, fraktur ini seringkali terjadi akibat dari trauma energi tinggi. Mengingat fraktur humerus proksimal adalah cedera yang sering kali terjadi, diagnosis yang cepat dan akurat menjadi suatu hal yang krusial. Penelitian ini mengkaji secara mendalam mengenai peran pemeriksaan radiografi humerus AP dalam mendiagnosis Fraktur Humerus Proksimal (FHP), serta mengidentifikasi hasil citra dalam pemeriksaan radiografi yang penting untuk memandu evaluasi klinis. Pemeriksaan radiografi dalam proyeksi antero-posterior (AP) menjadi modalitas utama guna menilai kondisi struktur tulang humerus, khususnya segmen proksimal yang meliputi head of humerus, anatomical neck, surgical neck, serta greater tubercle dan lesser tubercle. Pasien diduga mengalami fraktur humerus proksimal (FHP) dengan indikasi klinis nyeri, memar, dan pembengkakan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemeriksaan radiografi humerus dengan proyeksi AP supine termasuk salah satu metode yang efektif dan efisien dalam mendiagnosis fraktur humerus proksimal (FHP). Pemeriksaan radiografi memberikan informasi yang sangat penting untuk diagnosis awal dan penanganan pasien. Secara keseluruhan, pemeriksaan radiografi humerus AP merupakan pemeriksaan awal yang efektif dalam mendeteksi fraktur humerus proksimal dengan cepat dan non-invasif. Interpretasi yang tepat terhadap citra radiografi sangat membantu dalam pengambilan keputusan klinis, terutama dalam memberikan informasi tentang jenis dan tingkat keparahan patah tulang, serta menentukan rencana intervensi selanjutnya.

Kata kunci: Fraktur Humerus Proksimal (FHP), AP, Radiografi, Diagnosis 

PENDAHULUAN

Menurut Hardisman dan Risky (2014), fraktur merupakan terputusnya kontinuitas tulang, epiphyseal atau permukaan rawan sendi. Tulang dikelilingi oleh struktur jaringan lunak, sehingga tekanan fisik dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Fraktur humerus terjadi karena dampak dari trauma atau fraktur patologis yang sering kali disebabkan oleh penyakit metastasis. Salah satu trauma yang menyebabkan fraktur humerus yakni trauma berenergi tinggi. 

Humerus merupakan tulang terpanjang dan terbesar di bagian upper limb. Humerus terdiri dari ujung proximal, batang dan juga ujung distal. Humerus di regio proximal memiliki dua leher (necks), yaitu anatomical neck yang melintang tepat di bawah head of humerus dan surgical neck yang melintang tepat di bawah crest of tubercle mayor.  Karena letaknya yang strategis dan fungsional, cedera pada humerus proksimal cukup sering terjadi dan memerlukan evaluasi yang akurat untuk menentukan tindakan yang tepat. 

Pemeriksaan radiografi humerus proximal merupakan prosedur diagnostik yang sangat penting dalam kasus ini. Radiografi humerus proksimal menggunakan beberapa proyeksi standar seperti antero-posterior (AP) dan lateral, yang berfungsi untuk memvisualisasikan seluruh struktur tulang, termasuk sendi bahu dan siku, serta mendeteksi lokasi fraktur. Teknik pemeriksaan humerus proximal harus mengikuti protokol yang tepat untuk menghasilkan gambar dengan kualitas optimal, seperti pengaturan posisi pasien dan objek, pengaturan sinar-x dan parameter eksposi agar dapat memberikan informasi diagnostik yang akurat.

Rumusan masalah dari artikel ini berkaitan dengan bagaimana proses pemeriksaan radiografi humerus proksimal yang optimal serta bagian anatomi apa saja yang terlihat pada hasil eksposi dari pemeriksaan radiografi pada humerus. Tujuan pemeriksaan radiografi ini untuk mengetahui protokol pemeriksaan humerus proksimal yang dilakukan oleh radiografer serta mengidentifikasi bagian-bagian anatomi yang terlihat pada hasil eksposi, sementara itu manfaat dari pemeriksaan ini adalah untuk menambah pengetahuan mengenai pemeriksaan ekstremitas atas khususnya pada bagian humerus. Hal ini penting untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan dalam melakukan pemeriksaan radiografi yang sesuai dengan standar prosedur serta menghasilkan citra yang diagnostik dan informatif.

STUDI KASUS

Seorang remaja bernama Aliyyah Nur Faadilah berusia 19 tahun, terjatuh di tangga dengan keadaan lengan bagian atas atau humerus proksimal terbentur ujung anak tangga dengan keras. Pasien mengaku merasakan nyeri pada area lengan atas sekitar bahu, kemudian terdapat memar dan juga bengkak serta mulai kesulitan menggerakkan lengannya, namun masih bisa menggerakkan jari dan siku meskipun sedikit tidak nyaman. Sebelumnya, pasien tidak memiliki riwayat trauma di bagian tersebut. Dokter yang melakukan anamnesis berkata bahwa  terdapat tanda-tanda fraktur ringan pada bagian yang terbentur ujung tangga, sehingga dokter menduga adanya fraktur atau patah tulang pada humerus proksimal sebelah kanan. Untuk memastikan diagnosis, dokter menyarankan pasien melakukan pemeriksaan radiografi atau yang biasa di sebut foto rontgen (x-ray) pada bagian humerus. 

METODE

Teknik pemeriksaan radiografi yang dilakukan pasien adalah Humerus dengan proyeksi antero-posterior (AP). Alat dan bahan yang digunakan dalam prosedur ini meliputi pesawat sinar-X radiografi, serta Imaging Plate (IP) dengan ukuran 35x35 cm atau 24x30 cm. Selain itu, digunakan pula Workstation Radiografi sebagai sarana untuk menganalisis citra, serta Computed Radiography (CR) Reader untuk membaca hasil dari IP. Operator console yang telah dilengkapi dengan X-ray hand switch sebagai pengendali paparan sinar-X. Untuk keperluan identifikasi sisi tubuh yang diperiksa, digunakan marker radiografi berlabel R (kanan) atau L (kiri).

Langkah kerja diawali dengan mengidentifikasi seluruh peralatan yang digunakan dalam pemeriksaan, memastikan semuanya dalam kondisi baik dan siap pakai. Selanjutnya, dilakukan persiapan ruangan radiografi, yang meliputi pengecekan kebersihan dan kerapian, memastikan suhu ruangan berada di bawah 25C, serta kesiapan imaging plate sesuai ukuran, meja pemeriksaan, dan posisi tabung X-ray yang harus berada pada posisi semula atau default. Persiapan pasien juga merupakan bagian penting dari prosedur ini. Operator harus melakukan verifikasi data pasien secara teliti dengan cara mengonfirmasi nama lengkap, tanggal lahir, dan alamat, serta memahami indikasi klinis dari pemeriksaan. Pasien juga harus diberikan instruksi untuk melepas semua benda logam yang berada di area yang akan diperiksa, guna menghindari gangguan pada hasil citra.

Foto pasien dengan posisi supine dalam pemeriksaan humerus AP. (Sumber: Bontrager, K. L., & Lampignano, J. P. (2018). Textbook of radiographic)
Foto pasien dengan posisi supine dalam pemeriksaan humerus AP. (Sumber: Bontrager, K. L., & Lampignano, J. P. (2018). Textbook of radiographic)

Pada tahap pemeriksaan, pemosisian pasien dan obyek sangat menentukan kualitas gambar yang dihasilkan. Pasien diposisikan dalam keadaan terlentang (supine). Imaging plate disesuaikan agar sendi bahu dan siku berjarak sama dari ujung image receptor. Tubuh pasien kemudian diputar ke sisi yang akan diperiksa sehingga bahu dan bagian proksimal humerus mendekati IR. Humerus disesuaikan sejajar dengan sumbu panjang IR. Tangan dan pergelangan tangan diekstensikan semaksimal mungkin. Lengan di abduksi dan tangan di supinasi secara perlahan hingga epikondilus siku sejajar dan berjarak sama terhadap IR. Marker R/L diletakkan di luar obyek, namun masih dalam area kolimasi.

Pengaturan tabung dilakukan dengan mengarahkan sinar-X secara tegak lurus terhadap IR, dengan pusat penyinaran (central point) berada pada midpoint of humerus. FFD diatur sejauh 100 cm. Kolimasi disesuaikan agar mencakup jaringan lunak pada humerus dan bahu, dengan batas bawah bidang kolimasi mencapai elbow joint, sedangkan batas atas terletak di atas glenohumeral joint atau sekitar 2,5 cm dari proximal forearm. Pengaturan parameter eksposi ditetapkan dengan kV 55, mA 200, dan mAs 4, yang disesuaikan untuk mendapatkan kualitas gambar yang optimal dengan dosis radiasi yang terkendali. Dengan mengikuti langkah-langkah secara tepat, pemeriksaan radiografi pada humerus dapat menghasilkan citra yang optimal dan dosis yang aman bagi pasien. 

HASIL 

Gambar 1. Terindikasi klinis fraktur pada humerus proksimal. (Sumber: iStockphoto)
Gambar 1. Terindikasi klinis fraktur pada humerus proksimal. (Sumber: iStockphoto)
Berikut adalah hasil foto dari pemeriksaan radiografi humerus proximal AP. Hasil foto mencakup beberapa bagian humerus seperti head of humerus, anatomical neck, tubercle greater dan lesser. Pada gambar 1 terlihat adanya kontur tulang yang tidak teratur, hal ini menandakan adanya kemungkinan terjadi fraktur pada humerus proximal. Dapat dilihat adanya perubahan posisi fragmen tulang, disertai dengan hilangnya kesatuan bentuk antara head of humerus dan anatomical neck. Informasi yang tertera pada hasil citra ini sesuai dengan karakteristik fraktur yang umum dijumpai pada kasus trauma langsung maupun tidak langsung. Menurut Resnick (2002), fraktur humerus proximal merupakan salah satu jenis fraktur yang umum terjadi, terutama pada lansia, dan dapat melibatkan satu atau lebih bagian dari humerus proximal. 

Gambar 2. Humerus proksimal dalam keadaan normal (tidak terindikasi klinis fraktur). (Sumber: iStockphoto) 
Gambar 2. Humerus proksimal dalam keadaan normal (tidak terindikasi klinis fraktur). (Sumber: iStockphoto) 
Sementara itu, pada gambar 2 menunjukkan hasil citra dengan struktur tulang humerus yang utuh dan simetris tanpa terlihat adanya retakan. Head of humerus terlihat bulat dan sejajar dengan permukaan artikular scapula, tidak terlihat adanya celah fraktur atau kelainan bentuk lainnya. Greater tubercle dan lesser tubercle juga terlihat dengan batas yang jelas, serta tidak ada indikasi dislokasi atau pergeseran pada struktur tulang. Hasil citra ini menampilkan kriteria dari kondisi anatomi yang normal dan sehat. Pentingnya interpretasi radiografi secara tepat menjadi krusial dalam proses diagnosis dan penentuan penatalaksanaan pasien. Meskipun radiografi ini terbatas dalam detail jaringan lunak, tetapi menjadi pemeriksaan awal yang sangat informatif dalam mendeteksi kelainan tulang (Miller & Keats, 2014) 

PEMBAHASAN

Pemeriksaan radiografi humerus dengan proyeksi antero-posterior atau AP merupakan metode pencitraan yang paling dasar dan penting dalam mengevaluasi cedera awal pada tulang humerus. Proyeksi AP dilakukan untuk menilai struktur humerus secara keseluruhan dan secara khusus difokuskan pada area proksimal karena dicurigai terdapat fraktur saat proses anamnesis. Pemeriksaan radiografi humerus AP ini menampakkan visualisasi dari tulang humerus. Pada bagian proximal, terdapat bagian head of humerus, anatomical neck, surgical neck, dan greater tubercle serta lesser tubercle. Pada bagian shaft atau batang humerus, terdapat bagian humeral shaft, deltoid tuberosity, dan radial groove. Pada bagian distal, terdapat bagian medial dan lateral epicondyle, trochlea, capitulum, serta coronoid dan radial fossa.

Fraktur humerus proksimal merupakan suatu fraktur yang terjadi pada bagian atas, dekat dengan glenohumeral joint atau sendi bahu. Pada kasus ini, terjadi pada pasien berumur 19 tahun akibat terjatuh dari tangga. Namun, salah satu penyebab lainnya yaitu karena osteoporosis, dimana lebih rawan terjadi pada orang lanjut usia. Pada pemeriksaan humerus AP, pasien diposisikan tidur terlentang atau supine. Humerus sejajar dengan sumbu panjang IR. Tangan dan pergelangan tangan ekstensikan secara penuh.

Selain fokus menghasilkan citra dengan kualitas tinggi, seorang radiografer juga harus menerapkan prinsip proteksi radiasi, salah satunya yaitu ALARA (As Low As Reasonably Achievable) untuk meminimalisir dosis yang dihasilkan dan menjaga agar kualitas citra tetap optimal. Dengan kV 55, mA 200 dan mAs 4, dihasilkan citra dengan kualitas cukup baik, dan dosis yang digunakan juga tidak berlebihan. Pendamping pasien juga tidak diperkenankan masuk ke ruang radiologi, agar tidak terpapar radiasi yang tidak diperlukan. Kekurangan dari proyeksi AP pada pemeriksaan fraktur humerus proksimal yaitu kurang optimal dalam mengevaluasi fragmen fraktur yang lebih kompleks, seperti pada bagian greater tubercle, lesser tubercle, dan sendi bahu cenderung tidak terlihat menyeluruh. Posisi optimal juga sulit dilakukan, dikarenakan keterbatasan gerak akibat fraktur yang dialami. Maka dari itu, pemeriksaan lainnya yang bisa dilakukan seperti pemeriksaan AP shoulder atau melakukan pemeriksaan dengan CT-Scan jika fraktur lebih kompleks. 

KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan studi kasus yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan radiografi humerus dengan proyeksi antero-posterior (AP) merupakan metode awal yang cukup efektif dan efisien dalam mendeteksi adanya fraktur, terutama dalam kasus trauma akibat kecelakaan. Pemosisian pasien, objek, central ray (CR), center point (CP), kolimasi, dan juga parameter eksposi harus sesuai, serta menerapkan prinsip ALARA untuk meminimalisir dosis radiasi yang diberikan kepada pasien. Pada hasil citra, harus memvisualisasikan keseluruhan humerus, mulai dari sendi bahu hingga siku. Namun, pada fraktur humerus proksimal, bagian head of humerus, greater dan lesser tubercle, anatomical neck, dan surgical neck dapat tervisualisasi dengan baik. Dengan densitas dan kontras yang optimal, serta soft tissue dan trabekula tulang terlihat jelas.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu pada mata kuliah Radiografi I, teman-teman yang sudah bekerja sama untuk menyelesaikan penugasan ini, beserta lembaga maupun pihak lain yang terlibat dalam proses pengerjaan project. Terima kasih atas dukungan serta kerja samanya, sehingga kami dapat menyelesaikan project ini tepat pada waktunya. Berkat adanya project ini, kami dapat memperluas wawasan kami mengenai pemeriksaan radiografi dengan indikasi klinis fraktur pada humerus proksimal.

REFERENSI

Bontrager, K. L., & Lampignano, J. P. (2018). Textbook of radiographic positioning and related anatomy (9th ed.). Elsevier.

Domingue, G., Garrison, I., Williams, R., & Riehl, J. T. (2021). Management of proximal humeral fractures: a review. Current Orthopaedic Practice, 32(4), 339-348.

Hardisman dan Rizki R. (2014). Penatalaksanaan Orthopedi Terkini untuk Dokter Layanan Primer. Jakarta: Mitra Wacana Media. 

Resnick, D. (2002). Diagnosis of Bone and Joint Disorders. 4th ed. Saunders.

Martinez-Huedo MA, Jimnez-Garca R, Mora-Zamorano E, Hernndez-Barrera V, Villanueva-Martinez M, Lopez-de-Andres A.  (2017). Trends in incidence of proximal humerus fractures, surgical procedures and outcomes among elderly hospitalized patients with and without type 2 diabetes in Spain. BMC Musculoskelet Disord. 11;18(1):522.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun