Mohon tunggu...
Nur Elsa Ayu Aprilia
Nur Elsa Ayu Aprilia Mohon Tunggu... Belajar Nulis

it is what it is

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

NGOPISODA: Nikah Beda Agama, Gimana Ya?

27 Mei 2025   17:56 Diperbarui: 27 Mei 2025   17:56 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: dokumen pribadi

NGOPISODA: Ngobrol Perihal Ilmu Sosial dan Agama

Deskripsi Dialog

1. Pengertian Pernikahan Beda Agama

Pernikahan beda agama dapat dipahami sebagai ikatan pernikahan antara dua insan laki-laki dan perempuan yang memiliki perbedaan dalam keyakinan. Meski demikian, keduanya memilih untuk tetap melangsungkan pernikahan karena didasari cinta dan kesepahaman bersama.

2. Perspektif Undang-Undang Republik Indonesia

Undang-undang di Indonesia tidak secara eksplisit membolehkan pernikahan beda agama. Berdasarkan Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974, disebutkan bahwa pernikahan dianggap sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama. Karena itu, banyak pasangan memilih alternatif seperti menikah di luar negeri atau melakukan perpindahan agama sementara.

3. Perspektif Al-Qur'an

Surat Al-Baqarah ayat 221 secara tegas melarang pernikahan antara seorang Muslim dan seorang musyrik/musyrikah.

Namun, QS Al-Ma'idah ayat 5 memberikan pengecualian bagi laki-laki Muslim untuk menikahi wanita Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani), dengan syarat bahwa keimanan sang pria harus kuat. Pasalnya, pernikahan semacam ini rentan terhadap risiko pergeseran akidah atau perceraian.

4. Perspektif Kompilasi Hukum Islam (KHI)

Pasal 2 KHI menyatakan bahwa pernikahan adalah ibadah yang harus dilandasi ketaatan kepada Allah. Lebih lanjut, Pasal 40(c) dan 44 melarang secara tegas pernikahan antara Muslim dan non-Muslim.

5. Perspektif Fikih Konvensional

Ulama sepakat bahwa wanita Muslim haram dinikahi oleh pria non-Muslim.

Sedangkan untuk laki-laki Muslim yang menikahi wanita non-Muslim dari kalangan Ahli Kitab, terdapat tiga pandangan:

  • Pendapat pertama: Dilarang, karena wanita Ahli Kitab dianggap musyrik. (Abdullah bin Umar)
  • Pendapat kedua: Dulu diperbolehkan karena keterbatasan jumlah wanita Muslimah (Rukhsah), namun saat ini sudah tidak relevan. (Atha' bin Rabbah)
  • Pendapat ketiga (jumhur ulama): Diperbolehkan, selama wanita tersebut berasal dari kalangan Yahudi atau Nasrani yang benar-benar memegang ajaran kitab sucinya.

6. Karakteristik Wanita Ahli Kitab 

Mayoritas ulama berpendapat bahwa Ahli Kitab terbatas pada Yahudi dan Nasrani dari Bani Israel. Namun, tokoh seperti Abu Hanifah dan Nurcholish Madjid memiliki pandangan yang lebih inklusif, yakni siapa saja yang meyakini nabi dan kitab Allah terdahulu, seperti Zabur atau Taurat, bisa termasuk dalam kategori Ahli Kitab.

Kesimpulan

Pernikahan beda agama memiliki konsekuensi hukum dan sosial yang cukup kompleks, terutama karena menyangkut dua sistem keyakinan yang berbeda. Dalam konteks Indonesia, peraturan hukum dan pandangan mayoritas ulama sepakat untuk tidak mengakomodasi pernikahan beda agama.

Putusan lembaga keagamaan seperti MUI, NU, dan Muhammadiyah sepakat bahwa pernikahan beda agama hukumnya haram, baik bagi laki-laki maupun perempuan Muslim.

Hal-hal yang menjadi hambatan utama antara lain:

  • Status wali nikah
  • Waris dan hak hukum
  • Pendidikan agama anak dalam rumah tangga lintas keyakinan

Jadi, meski terdapat berbagai pandangan, baik dari aspek fikih klasik maupun tafsir kontemporer, secara umum hukum di Indonesia dan mayoritas pendapat ulama menolak pernikahan beda agama.

Penolakan ini didasarkan pada pentingnya menjaga kemurnian iman, keharmonisan keluarga, serta keutuhan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan rumah tangga.

Referensi:

Islamiyati. (2016). Analisis Yuridis Nikah Beda Agama Menurut Hukum Islam Di Indonesia. Masalah-Masalah Hukum, 16(2).

Khakim, Mukhammad. (2012). Ahl Al-Kitab Menurut Nurcholish Madjid Dan M. Quraish Shihab. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Muhammad Ashsubli. (2015). Undang-Undang Perkawinan Dalam Pluralitas Hukum Agama. Jurnal Cita Hukum, Vol.3 No.2.

Muhammad Ilham. (2020). Nikah Beda Agama Dalam Kajian Hukum Islam Dan Tatanan Hukum Nasional. TAQNIN: Jurnal Syariah dan Hukum, Vol. 2, No. 1.

Purwaharsanto. (1992). Perkawinan Campuran Antar Agama menurut UU RI No. 1 Tahun 1974: Sebuah Telaah Kritis. Yogyakarta.

Shiddieqy, M. Hasbi Ash. (1991). Hukum-Hukum Fiqih Islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang.


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun