Mohon tunggu...
E. Niama
E. Niama Mohon Tunggu... Psikologi dan Pendidikan | Tentor Akademik | Penulis Lepas | Pengamat Kehidupan dan Pendengar Cerita | Serta Seorang Intuitive Thinker

Pengamat kehidupan yang percaya pada kekuatan kata. Sebagai lulusan Psikologi dan tentor akademik, saya terbiasa membaca dinamika manusia dari berbagai sisi. Menulis bagi saya adalah ruang kontemplasi sekaligus cara berbagi makna.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Quarter Life Crisis dan Seni Menemukan Sabar di Persimpangan Karier

25 September 2025   17:20 Diperbarui: 25 September 2025   20:56 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Momen kontemplasi di tengah krisis karier usia 30-an, belajar berdamai dengan ketidakpastian. Credit: Pexel @Melike B

Proses seleksi berjalan mulus. Interview demi interview berhasil kulewati. Sampai akhirnya, aku lolos ke tahap final berhadapan dengan satu kandidat lainnya. Rasanya seperti mimpi. Setelah sekian lama merasa stuck, akhirnya ada harapan untuk kembali ke jalur yang sesuai passion.

Tapi takdir berkata lain.

Di tahap final itu, aku harus mengakui kekalahan. Kandidat lainnya yang terpilih dan kami malah jadi teman hingga sekarang. Kecewa? Tentu saja. Tapi ada satu hal yang kupelajari dari momen itu: kadang yang tidak terjadi hari ini, mungkin sedang disiapkan untuk hari yang lebih tepat.

Mau tidak mau, aku kembali ke rumah. Kembali ke rutinitas bisnis keluarga yang familiar tapi melelahkan jiwa.

Berpuluh Kali Mencoba, Berpuluh Kali Ditolak

Tapi aku tidak menyerah begitu saja. Setelah "kekalahan" di tahun 2023, aku semakin rajin melamar pekerjaan. Berpuluh-puluh lamaran kukirim ke berbagai tempat. Dan seperti yang sering dikatakan orang, mencari pekerjaan di zaman sekarang memang tidak mudah.

Polanya hampir selalu sama: lolos tahap administrasi, dipanggil interview, lalu.... tidak ada kabar. Berulang kali. Hingga aku mulai mempertanyakan, apa yang salah dengan diriku? Apakah skillku kurang? Apakah pengalaman tiga tahun di bisnis keluarga justru menjadi bumerang?

Aku juga sempat mengambil pekerjaan sebagai joki tesis untuk mahasiswa pascasarjana. Empat bulan lamanya aku menjalani pekerjaan itu bukan karena passion, tapi karena survival mode. Butuh income, butuh tetap produktif, meski hati kecil terus bertanya: "Sampai kapan seperti ini?"

Plot Twist yang Tidak Terduga

Bulan Maret 2025. Aku masih ingat betul momen itu.

Beberapa minggu setelah Lebaran, teleponku berdering. Di ujung sana, terdengar suara yang familiar teman yang dulu menjadi "lawan" di tahap final interview tahun 2023. Dengan suara yang terdengar berat, dia menyampaikan kabar yang mengejutkan: dia akan mengundurkan diri dari posisi guru BK di sekolah itu karena urusan keluarga yang tidak bisa ditinggalkan.

"Aku ingat kamu dulu juga melamar di sini," katanya. "Sekolah butuh pengganti dengan cepat. Mau tidak kamu menggantikanku?"

Perasaanku campur aduk. Bahagia karena akhirnya ada kesempatan kedua, tapi juga sedih melihat teman yang harus melepaskan pekerjaan yang sangat dicintainya. Keluarga memang pilihan utama dibanding segalanya dan aku sangat memahami keputusan beratnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun