Mohon tunggu...
Nuraini Amarsa
Nuraini Amarsa Mohon Tunggu... Human Resources - HR and Labor Specialist

Pegiat Jalan Kaki, Rock N Roll mom, 80s enthusiast, beach junkie

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Karyawan Usang, Enaknya Diapain?

31 Januari 2023   17:05 Diperbarui: 31 Januari 2023   17:09 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Teringat saya pada hari pertama saya memulai kuliah S2 saya untuk jurusan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Universitas Airlangga. Ada hal menggelitik ketika ada seorang bapak yang memperkenalkan diri. Betapa kagetnya saya ketika mengetahui bapak tersebut memiliki latar belakang keilmuan yang jauh berbeda diantara mahasiswa lainnya. Kebanyakan mahasiswa S2 PSDM berlatar belakang psikologi, ilmu bisnis, manajemen, ekonomi, dan ilmu manusia lainnya seperti antropologi serta politik. Bapak tersebut berlatar belakang teknik fisika. Ketika ditanya oleh dosen saya saat itu, apa motivasinya melanjutkan kuliah S2 PSDM, jawabannya begitu terkesan bagi saya.

Dia menjawab kurang lebihnya seperti ini: " Di tempat kerja saya itu pak, banyak karyawan yang gatau lagi mau diapain. Ibarat kata mereka disiram ga basah, tapi dibakar pun gak panas. Lhaa karyawan kayak gitu tuh enaknya diapain? Nah niat saya tuh pengen tau ilmunya biar ngeberesin mereka"

Sungguh merupakan motivasi yang sangat baik sekaligus sangat sulit untuk merealisasikannya.

Pernyataan tersebut begitu menarik buat saya karena itu merupakan problematika perusahaan sekarang terlebih perusahaan-perusaaan plat merah atau yang terkenal dengan stability nya yang perlu segera diselesaikan.

Hmmm karyawan usang, enaknya diapain?

Disiram? Ga basah

Dibakar? Ga panas jugaa

Pertanyaan ini yang terus menggelitik saya untuk segera mencari jawabannya. Pandemi covid 19 membantu saya akhirnya menemukan jawabannya. Selama pandemic covid, perekonomian bisa dikatakan "ambyarr" lah yaa, disitulah saya mencoba riset kepada perusahaan-perusahaan yang tetap survive dan yang collapse. Pada saat itu saya menangani lebih dari 900 akun perusahaan dari berbagai jenis usaha, mulai dari jasa travel hingga manufaktur. Akhirnya mengantarkan saya untuk akhirnya dapat menjawab pertanyaan tadi.

Karyawan usang, enaknya diapain?

Bagi perusahaan yang notabene non swasta tentunya tidak mudah memberhentikan karyawan. Apalagi untuk perusahaan yang masih banyak warisan-warisan kolonialisme seperti faktor kedekatan dan nepotisme yang tidak mungkin dihilangkan, membuat para deretan HRD atau personalia berkata

"Yaweslah piye meneeh (yasudahlah bagaimana lagi?)".

Namun sebetulnya para karyawan ini masih bisa diperbaiki dengan 2 kondisi. 

Kondisi tersebut adalah krisis dan pemimpin transformasional.

Kondisi pertama adalah kondisi krisis. Pandemi covid 19 tidak hanya membawa bencana, namun berkah untuk perusahaan-perusahaan yang dapat menghadapi ini dengan baik. Krisis  sendiri berasal dari bahasa Yunani - krisis; bentuk kata sifat: "kritis" atau kemelut adalah setiap peristiwa yang sedang terjadi (atau diperkirakan) mengarah pada situasi tidak stabil dan berbahaya yang memengaruhi individu, kelompok, komunitas, atau seluruh masyarakat.

Dilihat dari definisinya, krisis merupakan kondisi yang tidak stabil dan berbahaya. Situasi ini tentunya merupakan trigger terbaik untuk membuat karyawan-karyawan usang tersebut bisa memberikan kontribusi lebih baik bahkan kontribusi terbaiknya untuk perusahaan.

Ketika pandemi covid, teman saya yang bekerja di pemerintahan bercerita: Sebelum pandemi semua tidak ada yang peduli dengan kondisi kantor, contohnya saja pemakaian sumber daya seperti listrik dan air  yang seenaknya dan seakan tidak adhabisnya.Misalnya saja sebelum pandemi, air di kamar mandi terus mengalir tidak ada yang peduli untuk mematikan keran itu karena mereka berpikir bahwa itu bukan tugas mereka. Namun begitu pandemi terjadi dan begitu banyak kantor memangkas anggaran salah satunya di sektor pemerintahan, membuat krisis terjadi. Krisis ini yang memacu individu-individu untuk setidaknya bisa memberikan kontribusi lebih baik pada perusahaannya. Ini benar terjadi, ketika pandemi terjadi betapa karyawan-karyawan yang dahulu tidak peduli dengan kantornya mulai sedikit-sedikit peduli seperti dengan menggunakan lampu atau peralatan elektronik dengan secukupnya. Bahkan dikeadaan-keadaan tertentu mereka mulai berhemat kertas. Dulu mereka dengan seenaknya untuk membuang-buang kertas seakan-akan tidak ada habisnya, pandemi membuat mereka bisa bekerja lebih efisien dengan mencoba print kertas bolak-balik.

Hal ini terjadi juga di perusahaan sektor swasta. Krisis membuat karyawan-karyawan mau dan ternyata mampu untuk mengeluarkan potensi terbaiknya. Salah satu contohnya adalah perusahaan yang saya tangani. Dulu perusahaan ini bergerak di perdagangan peralatan kantor seperti komputer , kursi, dll. Betapa bingungnya ketika kantor-kantor mulai WFH dan orderan mulai sepi karena ini. Tanpa berpikir panjang, pimpinan dari perusahaan ini mulai mencari akal dengan mulai banting setir dengan penjualan sembako dan makanan frozen. Uniknya semua karyawan dipaksa untuk berusaha menjual semua dagangannya ini tanpa peduli apapun posisi dan job descripitionnya. Saya amati pergerakan dari beberapa karyawan dari perusahaan ini dalam beberapa hari. Kurang lebih ada 3 orang dengan posisi yang berbeda mulai dari HR, keuangan dan bagian logistik. Uniknya mereka semua memulai berjualan mulai dari memasang status di wa status hingga menyebar brosur hingga ke kantor saya. Saya pun mulai mewawancarai karyawan dari perusahan ini, saya tanya apa yang terjadi karena tidak biasanya mereka berjualan. Akhirnya mereka bercerita bahwa perusahaan tidak dapat pemasukan karena kebanyakan kantor WFH dan karena ini berkaitan dengan gaji-gaji mereka, mau tidak mau mereka membantu menjual sebanyak mungkin agar mereka tetap hidup dan gajian.

 
See? Betapa krisis sangat powerful dalam mendorong karyawan ini untuk dapat mengeluarkan potensi terbaiknya. Menariknya perusahaan ini sampai saat ini bahkan bertambah besar bahkan cabang dan unit bisnisnya sudah tersebar di Jawa Timur.

Namun tidak semua krisis dapat membuat karyawan terlebih karyawan yang dikatakan usang ini mengeluarkan potensi terbaiknya. Menurut pengamatan saya tidak semua sepakat mengatakan suatu keadaan sebagai keadaan krisis. Misalnya menurut karyawan A ini krisis tapi menurut karyawan B ini bukan krisisi. Namun bagaimana bisa ketika pandemi covid kemarin semua sepakat memandang ini sebagai krisis. Artinya adalah krisis ini merupakan sebuah keadaan yang tidak bisa dibuat-buat dan harus secara alamiah mungkin terjadi agar terkesan sebagai krisis.

Menurut pengamatan saya, banyak perusahaan yang mencoba menciptaan krisis agar karyawannya dapat mengeluarkan potensi terbaiknya. Krisis yang diciptakan berbagai mulai dari pemberian SP (Surat  Pemberitahuan), Pemotongan gaji, mutasi, demosi bahkan PHK. Namun kabar buruknya tidak semua berhasil.

Banyak perusahaan yang membuat seolah-olah krisis namun tidak bisa dipersepsikan sebagai krisis oleh karyawan. Kebanyakan krisis yang dibuat adalah omong kosong belaka yang tidak terbukti kejadiannya. Contohnya suatu perusahaan mengalami pergantian pimipinan, pimpinan berusaha membuat keadaan seolah-olah krisis, mulai dari penurunan laba perusahaan yang berakibat ancaman mutasi, potong gaji bahkan efisiensi. Hal ini sebetulnya dapat membuat karyawan bisa bekerja lebih baik, namun tidak bertahan lama. Hal ini dikarenakan krisis tersebut merupakan omong kosong belaka. Tidak terbukti kebenarannya. Bisa dibayangkan ketika kita sedang naik motor melihat awan mendung gelap dan sepertinya akan turun hujan deras, kita bersedia memakai jas hujan mengantisipasi hujan deras terjadi. Namun ternyata hujan tak kunjung dating, akankah kita tetap memakai jas hujan tersebut? Alih-alih panas dan ribet kita akan membukanya. Itulah analogi krisis yang saya jelaskan disini.

Kondisi kedua yaitu pemimpin transformational. Pemimpin transformational disini adalah orang yang selalu mendukung karyawannya untuk mengembangkan dan mengeluarkan seluruh potensi yang ada di diri mereka. Pemimpin tersebut akan sadar bahwa karyawan juga harus turut terlibat dalam mencapai visi perusahaan. Kata kuncinya adalah karyawan juga harus turut terlibat dan pengerahan seluruh potensi.  Kondisi kedua ini akan mendukung kondisi pertama tadi yaitu krisis, dimana krisis ini merupakan momentum yang dapat digunakan untuk mengoptimaliasi kontribusi karyawan.

Kepemimpinan transformasional menurut Bernard M. Bass: 1985 didalamnya terdapat 4 elemen. Elemen-elemen tersebut adalah:

1. Stimulasi intelektual (intellectual stimulation)

Singkatnya, pemimpin transformational akan menampung ide-ide yang diutarakan karyawan untuk menghasilkan kinerja terbaik perusahaan. Sebetulnya tidak sulit memiliki elemen ini dari sisi pemimpin, cukup menjadi pendengar yang baik dan open minded. Hal ini saya rasakan sendiri di tempat kerja saya sebelumnya. Cukup dengan membuka pintu ruang kerja membuat kami para staff leluasa untuk bercerita dan mengutarakan ide-ide kami tanpa perlu takut apapun bahkan cenderung mendukung ide-ide baru untuk dilaksanakan.

2. Konsiderasi individual (individualized consideration)

Menjadi pemimpin transformational sebetulnya tidak begitu sulit, cukup menjadi pemimpin yang baik yang mengerti anak buah. Individualized consideration ini maksudnya pemimpin bisa menghargai perbedaan individu dimana setiap individu tidak sama. Ini pernah saya rasakan, saya sebagai ibu dari balita begitu dimengerti ketika setiap kali saya harus meninggalkan kantor karena keperluan anak, mulai dari urusan sekolah sampai ketika anak sakit.

Hal ini kesannya spele namun dampak pada karyawan sangatlah baik. Pemimpin yang bisa menghargai masing-masing individu cenderung akan dihargai dan dihormati. Contoh gampangnya adalah ketika karyawan hendak melakukan hal yang tidak baik, dia akan juga mempertimbangkan perasaan pemimpinnya dan bahkan cenderung menolak jiga diajak melakukan hal yang tidak baik. " Gak ah, gamau bolos, ga enak sama Bapak" misalnya seperti itu.

3. Motivasi inspirasional (inspirational motivation)

Pemimpin transformational cenderung menjadi mentor atau coach bagi karyawannya. Terlebih ketika krisis terjadi, pemimpin inilah yang ada digarda terdepan untuk membimbing karyawannya. Hal ini terjadi dengan perusahaan swasta yang tadi saya ceritakan diatas. Pemimpinnya tidak tanggung-tanggung untuk terus membimbing karyawannya untuk bisa menjual produknya. Bahkan ketika karyawannya dapat menjual lebih banyak dari yang diharuskan, pemimpin ini memberikan reward yang sangat baik.

4. Idealisasi pengaruh (idealized influence)

Menjadi pemimpin juga berarti menjadi panutan. Banyak bapak-bapak yang family man atau ibu-ibu dengan keluarga lengkap lebih mudah untuk mengatur bawahannya ketimbang yang tidak menikah. Hal ini memang tidak selalu, namun ini menunjukkan bahwa figur kebapakan atau keibuan menjadi figur panutan yang bisa diikuti karyawan. Tidak muluk-muluk tidak perlu harus menjadi idola k-pop atau super hero untuk menjadi panutan bukan?

Pemimpin transformational menurut saya juga memiliki "sense of hope" yang bisa memberikan aura positif di perusahaan yang selalu optimis. Ketika krisis terjadi, pemimpin ini tidak panik bahkan ketika pandemi kemarin para pemimpin yang berhasil tidak berkata bahwa pandemi adalah musibah. Pandemi merupakan momentum untuk bertumbuh.

Sense of hope ini sangat perlu untuk dimiliki para pemimpin agar karyawan yang dikatakan usang tadi mau untuk memberikan kontribusi terbaiknya. Dibangunnya harapan bahwa akan ada kehidupan dan keadaan yang lebih baik di kemudian hari jiga kita memperbaiki keadaan hari ini. Sense of hope ini tentunya dibangun tidak hanya dengan satu hari. Keempat elemen diatas tentunya harus dimiliki oleh para pemimpin untuk akhirnya bisa memberikan harapan bahwa hari esok lebih baik.

Setidaknya para pemimpin bisa meyakinkan karyawan sampai kapan keadaan krisis atau keadaaan yang tidak menyenangkan ini bertahan. Terlebih jiga krisis yang terjadi adalah buatan atau tidak alami. Pemimpin harus bisa meyakinkan karyawan bahwa keadaan ini tidak selamanya dan yang dibutuhkan hanyalah bertahan atau setidaknya berusaha seoptimal mungkin hingga batas waktu yang bisa ditentukan.

Jadi gimana? Karyawan usang, enaknya diapain?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun