Di titik ini, masyarakat mempertanyakan kembali arah kebijakan: rakyat sudah membayar pajak, bukankah itu wujud nyata partisipasi? Mengapa masih muncul pertanyaan tentang siapa yang harus menanggung gaji guru?
Mengapa Guru (Bukan) Beban Negara?
Jika ditilik lebih dalam, membiayai guru seharusnya tidak dipandang sebagai beban fiskal, melainkan sebagai investasi jangka panjang.Â
Negara-negara maju seperti Finlandia dan Jepang menempatkan guru dalam posisi sangat terhormat. Guru digaji dengan layak, dihargai secara sosial, dan diberikan dukungan penuh agar dapat fokus pada pembelajaran.
Indonesia pun tidak bisa mengabaikan kenyataan ini. Membiayai guru berarti membiayai masa depan bangsa.Â
Guru adalah pembentuk generasi pembayar pajak di masa depan. Tanpa guru yang kuat, sulit membayangkan bangsa ini melahirkan SDM yang tangguh dan berdaya saing.
Solusi dan Arah Kebijakan
Isu ini memberi pelajaran penting tentang komunikasi publik. Menteri atau pejabat negara perlu berhati-hati menyampaikan pernyataan yang menyentuh profesi strategis seperti guru.Â
Kata-kata yang terdengar teknokratis di ruang kebijakan bisa melukai mereka yang setiap hari berjuang di ruang kelas. Selain itu, pembenahan kesejahteraan guru, terutama honorer, tidak bisa ditunda.Â
Negara tetap memegang tanggung jawab utama, meski partisipasi masyarakat melalui CSR, dana abadi pendidikan, atau filantropi tentu dapat memperkuat sistem. Namun yang terpenting, jangan sampai ada kesan bahwa negara hendak melepaskan kewajiban dasarnya.
Investasi Bukan Beban