Di tengah riuhnya kehidupan modern, ada sekelompok generasi yang seakan "terjepit" dalam tanggung jawab berlapis: menopang kebutuhan orang tua yang menua, sekaligus membiayai anak-anak yang masih tumbuh. Mereka dikenal sebagai Generasi Sandwich; penuh tekanan, namun tak henti melangkah.
Pertanyaannya: masih mungkinkah generasi ini memikirkan masa pensiun? Jika ya, bagaimana cara mereka mempersiapkannya di tengah beban finansial dari dua arah?
Siapa Generasi Sandwich?
Istilah “Generasi Sandwich” merujuk pada individu usia produktif, umumnya berkisar 30 hingga 50 tahun, yang berada di “tengah” tanggung jawab: di satu sisi mengurus orang tua yang telah lanjut usia, di sisi lain mendampingi anak-anak yang masih memerlukan biaya besar untuk pendidikan dan kehidupan.
Dalam laporan OJK tahun 2023, lebih dari 47% pekerja usia produktif di Indonesia berada dalam kategori ini, baik disadari maupun tidak.
Tantangan Ganda: Diapit Dua Tuntutan
Beban generasi sandwich bukan hanya soal finansial, tapi juga mental dan emosional. Orang tua mulai bergantung pada mereka, terutama dalam hal biaya kesehatan dan perawatan harian.
Di saat yang sama, anak-anak membutuhkan biaya pendidikan yang kian mahal. Belum lagi cicilan rumah, kendaraan, dan kebutuhan pribadi yang sering terpaksa dikesampingkan.
Akhirnya, pos dana pensiun nyaris nihil. Alih-alih memikirkan masa tua, mereka justru sibuk bertahan di masa kini.
Pensiun: Mimpi atau Masih Mungkin?