"In this economy?" Kalimat ini mendadak jadi semacam tameng sarkastik yang sering dipakai netizen untuk menyikapi berbagai wacana hidup: beli rumah, punya anak, liburan, bahkan… menikah.
Ya, menikah di tengah kondisi ekonomi yang tidak stabil sekarang bukan cuma soal cinta, tapi juga strategi bertahan hidup. Menikah menjadi sebuah keputusan besar yang menuntut kesiapan mental, finansial, dan emosional.
Pertanyaannya, apakah menikah masih menjadi keputusan tepat in this economy? Atau justru harus ditunda dulu sambil memperkuat fondasi?
Fenomena ‘In This Economy’ dan Realita Menunda Pernikahan
Kalau dulu menikah di usia 20-an dianggap ideal, kini banyak yang menunda hingga usia 30-an. Fenomena ini tak lepas dari kondisi ekonomi yang makin menantang.
Harga kebutuhan pokok melambung, biaya sewa atau cicilan rumah naik, dan penghasilan tidak selalu sejalan dengan inflasi. Bukan hanya soal resepsi, tapi soal hidup setelahnya.
Di media sosial, kita bisa dengan mudah menemukan curhatan seperti:
"Pengen nikah, tapi masih nyicil laptop."
"Cincin kawin? Aku masih mikirin biaya servis motor."
"Menikah itu impian, tapi kenyataan butuh tabungan."
Kenapa Banyak yang Tunda Nikah? Bukan Cuma Soal Dompet
Menunda menikah bukan semata karena saldo rekening. Banyak anak muda saat ini juga mempertimbangkan:
- Kesiapan mental untuk hidup berdua
- Trauma masa lalu, seperti melihat perceraian orang tua
- Karier yang belum stabil
- Standar hidup yang tinggi, baik dari diri sendiri maupun lingkungan
Seseorang bisa saja punya uang, tapi belum siap berbagi hidup. Sebaliknya, ada yang sudah siap mental, tapi belum punya cukup modal untuk hidup mandiri setelah menikah.
Yang Sudah Menikah: “Kami Jalan Terus, Meski Kadang Pakai Google Spreadsheet!”