Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ibu Sepuh Tepi Merapi dan Kisah Perebus Batu

17 April 2021   09:31 Diperbarui: 17 April 2021   09:42 913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mbah Kasinem (Foto: Dwikoen)

Seorang ibu sepuh yang terseok. Membawa tas dengan punggung penuh barang. Dini hari dia melangkah. Berharap barang dagangan berupa nasi bungkus akan laku dibeli para sopir truk pembawa pasir gunung Merapi. Pernahkah kita membayangkan bahwa pada tahun 2021 bulan April ini, era digital dan gadget yang serba online, masih ada orang sepuh yang berjuang untuk bertahan hidup mandiri di tengah keterbatasan?

Ini cerita dari sahabat saya, Pakdhe Dwikoen yang seorang fotografer dengan kawasan hunting di lereng Merapi. 

"Riyin wektu anak kulo tesih urip kulo saged damel 50 bungkus mergo diewangi anak kulo. Anak kulo mati mergo sakit. Bar bada sesuk niku sewu dintene anak kulo"

Mbah Kasinem janda 2 anak. Dia sekarang hidup sendirian krn satu anaknya yang masih hidup tinggal jauh darinya.

Menurut critanya suaminya dulu juga penambang pasir. Suaminya sudah lama meninggal saat kedua anaknya masih kecil. Untuk menyambung hidup mbah Kasinem kerja serabutan saat itu. Saat ada penambangan pasir dia lalu mulai jualan makanan di tambang.

Sambil melayani pembeli mbah Kasinem melanjutkan cerita;

"Kulo nate meh 3 tahun mboten dodolan sego wungkus amargi tambang pasir mriki ditutup kalih pulisi. Bedheng-bedheng sing dingge tilem diobong sedaya kalih warga. Riyin sing do nambang teng mriki tiyang tebih sedaya. Kulo angsal crita saking tangga teparo tambang mriki ditutup soale mboten gadhah ijin. Bedheng-bedheng diobong kabeh soale nek dalu do dinggo main, mendem kalih madon. Wektu ditutup dangu kulo nggih terus nyambut damel sak angsale. Mburuh teng kebon salak kalih mecahi banthak teng lepen. Pokoke angsal dit ngge tumbas beras. Sakniki kulo nek sadean sego wungkus mboten kathah soale kulo sakniki ijen. Pun mboten kiyat tenagane"

Kalau dibandingkan dengan generasi muda sekarang, kira-kira Ibu sepuh ini lebih berjuang atau bagaimana? Sebagian anak muda, sering banyak mengeluh tentang hidup ini. Bahkan anak tua kayak saya juga, ya kadang masih suka mengeluh. Padahal banyak di sekitar kita para pejuang yang bahkan mereka hanya bertahan hidup.

Apakah kita tidak malu kepada beliau-beliau ini? 

***

Pernahkah mendengar kisah ibu sepuh yang merebus batu?

Tanah Arab tengah dilanda paceklik.  Perdagangan macet dan kemiskinan meraja lela. Khalifah Umar bin Khattab kala itu tengah memimpin umat Islam menjalani tahun yang disebut Tahun Abu. Tahun di mana banyak orang menderita diterpa kelaparan. 

Suatu malam, Khalifah Umar mengajak seorang sahabat bernama Aslam untuk mengunjungi kampung terpencil di sekitar Madinah.

Langkah Khalifah Umar  dikagetkan ketika menjumpai suasana  di dekat sebuah tenda lusuh. Terdengar suara tangis seorang anak kecil mengusik perhatiannya dan cenderung seperti merintih-rintih. Khalifah Umar lantas mengajak Aslam mendekati tenda itu dan memastikan apakah penghuninya butuh bantuan. Sebagai pemimpin, memang beliau merasa terpanggil untuk blusukan sampai ke lapis bawah. 

Setelah mendekat, Khalifah Umar mendapati seorang wanita tua  tengah duduk di depan perapian. Wanita itu terlihat mengaduk-aduk bejana.

Khalifah bertanya kepada sang ibu speuh itu. 

" Siapa yang menangis di dalam itu?" tanya Khalifah Umar.

" Anakku," jawab wanita itu tanpa mempedulikan siapa yang datang. Penyamaran khalifah Umar memang terkenal sulit dideteksi rakyat kecil. 

" Kenapa anak-anakmu menangis? Apakah dia sakit?" tanya Khalifah dengan tulus karena ingin tahu dan peduli. 

" Tidak, mereka lapar," balas wanita itu.

Jawaban itu membuat Khalifah Umar dan Aslam tertegun. Keduanya masih terduduk di tempat semula cukup lama, sementara  anak-anak kecil di dalam tenda kulit onta lusuh berlubang-lubang, masih saja menangis dan ibunya terus saja mengaduk bejana.

Selidik punya selidik, ternyata si ibu sepuh itu merebus batu. Dari percakapan, ibu sepuh itu merebus batu karena tidak tahu lagi bagaimana meredakan tangis anaknya yang kelaparan.

Akhirnya sang Khalifah tertegun dan malu, sehingga malam itu juga beliau sendiri menggendong gandum dan makanan untuk diberikan kepada sang ibu dan keluarga yang kelaparan itu. 

Kemiskinan menyebabkan perut lapar dan kesengsaraan. 

***

Senyampang Ramadhan, saya mengajak khususnya ya diri saya sendiri, untuk lebih banyak bersyukur dan berusaha meningkatkan kepedulian kita ke sekitar. Ada banyak niatan semoga terkabulkan, setahap demi setahap untuk lebih migunani tumraping liyan. 

Di sekitar kita, situasi yang hampir sama pada era Khalifah Umar masih bisa kita jumpai. Kemiskinan yang menyebabkan kelaparan. 

Maka saatnya kita lebih peduli. Apalagi momentum Ramadhan, kita juga merasakan langsung lapar dahaga selama puasa. Sebagai hikmah bagaiman rakyat kecil menderita karena menahan lapar dan dahaga, sedangkan kita hanya selama masa puasa saja. 

Maka, puasa mengasah hati jiwa kita untuk lebih peduli. 

Ibadah bukan semata yang ritual, namun juga ibadah sosial sebagai bentuk kita menjadi rahmat bagi alam semesta. Simbah Kasinem adalah cermin bagi kita bahwa hidup bukan untuk mengeluh. Namun terus berjuang dengan segenap kemampuan. 

Selama berpuasa Ramadhan hari ke-5. Semoga semakin baik dan semakin baik dalam sikap perilaku peduli dan berbakti migunani bagi negeri. (17.04.2021/Endepe) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun