Mohon tunggu...
Nugroho Endepe
Nugroho Endepe Mohon Tunggu... Konsultan - Edukasi literasi tanpa henti. Semoga Allah meridhoi. Bacalah. Tulislah.

Katakanlah “Terangkanlah kepadaku jika sumber air kamu menjadi kering; maka siapakah yang akan mendatangkan air yang mengalir bagimu?” (67:30) Tulisan boleh dikutip dengan sitasi (mencantumkan sumbernya). 1) Psikologi 2) Hukum 3) Manajemen 4) Sosial Humaniora 5) Liputan Bebas

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Belanja 10 Ribu Rupiah Pagi Ini

20 Februari 2021   08:03 Diperbarui: 20 Februari 2021   08:19 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bertahan dan mencari alasan untuk hidup itu penting (FotoL sesawi.net) 

Surabaya meluncur ke arah gresik pagi ini. Jalanan agak sepi, melintas antara Gadukan jln gresik surabaya, margomulyo yang dalam keseharian sering macet, terminal osowilangun, maspion, sampai kawasan kembangan gresik. Pasar pagi semakin sibuk ketika melintas di sekitar tanjung perak. Di sela jalan ada pesepeda motor yang berjualan nasi bungkus. Sayangnya telepon genggam saya kepenuhan memori, mencoba memotret tidak bisa terekam. Maka saya sekedar bercerita saja, dari uang sepuluh rebu itu dapat dibelikan apa.

Nasi bungkus di pinggir jalan, jangan berdebat masalah debu atau solar yang melintas. Pokokmen ada yang menjual, ada yang membeli. Kalau sakit berlanjut, hubungi dokter. Namun sebagian konsumen malah sehat, kebal karena virus yang masuk semakin memperkuat daya tahan tubuh. Kalau tidak percaya, silakan buktikan sendiri dengan membeli makanan minuman yang banyak dijual di kaki lima.

Kembali ke uang sepuluh ribu rupiah. Kompasiana pernah membahas masalah ini, namun saya terlewat untuk ikut nimbrung. Nah, siapa tahu ini bermanfaat.

Nasi bungkus di pinggir jalan, harga terendah yang pernah saya lihat adalah Rp. 3.500,-. Sebagian ada yang 6 rebu, ada juga 8 rebu, ada juga yang 10 an rebu. Semua harga tersebut, saya hanya melihatnya. Hingga pagi ini saya membeli nasi bungkus yang dijual pak penjual sepeda motor dengan kronjot atau bagasi bambu 2 sisi kanan kiri. Harganya per bungkus 5 rebu rupiah. Menunya ada nasi kuning, di dalamnya ada lauk telur seiris, sambel, mie, sayur tipis. Saya coba enak. Jadi kalau mau dibelikan nasi kuning, dapatnya 2 bungkus. 

Lokasi STIAMAK Barunawati Surabaya yang berada di kawasan pelabuhan Tanjung Perak, banyak dikelilingi oleh pemukiman yang sebagian penghuni adalah perwira TNI AL, sebagian adalah pengusaha eksportir importir, eksekutif perusahaan pelayaran pelabuhan, dan juga masyarakat umum yang bekerja sebagai buruh, tenaga kerja bongkar muat, ekspedisi muatan kapal, trucking, dan lain-lain. 

Sehingga banyak restoran mahal, ada juga penjual keliling nasi bungkus tadi. 

Ada juga menu lain dari nasi bungkus, misalnya nasi teri. Nasi campur. Nasi kerang. Sepertinya varian dalamnya hampir sama, ada sayuran oseng atau tumis tipis, sambel, mie goreng sedikit, tahu kecil, tempe kecil, dan lauk yang dilabelkan: telur dadar, atau kerang, atau campur, atau lainnya. Saya beli 4 bungkus, ya dapatnya harga 20 rebu rupiah. Ya tidak dimakan sekaligus lho gaesss...., diintip isinya. 

Terus dimakan pelan-pelan seharian kalau mampu perutnya. Tapi saya lihat enak. Saya lirik jumlah dagangan pak tukang itu sekitar 100 an bungkus. Jadi kalau laku semua, ya bisa dapat 500 ribu hari itu. Kalau harian, banyak buruh yang menjadi pelanggan tetap. 

Nah, krupuk kecil harganya ... lima ratus rupiah. Kalau rempeyek, per bijinya seribu rupiah. Jadi kalau mau menu makan ala alay pak tukang ini, nasi 5 rebu, krupuk 500, rempeyek 1000, air gelas aqua merk lain ya 1000, nah.. uang 10 rebu masih ada kembalian 2.500 repes. Karena totalnya hanya 7,5 rebu kan gaesss.... 

Anggaplah sehari makan 3 x, sebulan 30 x, ya dihitung sendiri berapa. Namun ya kalau nasi bungkus seterusnya, risiko badan bisa gemeteran karena bisa jadi asupan gizi menjadi kurang. Buah belum, sayur kurang. Namun menu nasi bungkus ini biasanya ya hanya menu makan siang buruh yang tidak bisa ke mana-mana selama pandemi ini. Jadinya ya beli dari pak tukang nasbung 5 rebuan ini. Menu lain, penjual yang lain, ada juga di sekitaran Surabaya dan Gresik. Harga yang paling mahal kayaknya 15 an rebu. Yang termurah ya 3,5 rebu tersebut.

DAYA TAHAN KRISIS DAN PANDEMI 

Di balik pak tukang penjual, apa yang dilakukan dan dikonsumsi oleh pelanggan, bisa dikatakan sebagai daya tahan kuat menghadapi krisis akibat pandemi. Sebagian buruh bekerja selang seling, bahkan ada yang dirumahkan, tidak sekedar work from home. Mengapa dirumahkan, karena kalau mau diphk perusahaan juga kewalahan membayar uang pesangon. 

Dalam konteks psikologi, ini bagian dari perilaku coping, atau coping behavior, di mana manusia mencari solusi atas masalah yang dihadapi. Baik stress, masalah lingkungan, ekonomi, dan sosial lainnya. Bahkan kalau kita mau menelisik dengan agak ektrim, situasi saat ini di mana krisis ekonomi dan hantu pandemi yang benar-benar membunuh diam-diam rakyat kita, adalah seperti holokaus jaman kaum yahudi dikejar-kajar jerman nazi. 

Lantas, ada salah satu korban selamat yang menuliskan ini sebagai bagian dari pertahanan hidup manusia menghadapi masalah dan tekanan yang pilihannya dalah hidup dan mati. Ingat lho gaesss... pandemi covid19 era tahun 2020-2021 ini, sudah makan banyak korban wafat. Ini adalah holocaust oleh virus. 

Viktor Emil Frankl, M.D., Ph.D., (lahir 26 Maret 1905 -- meninggal 2 September 1997 pada umur 92 tahun) adalah seorang neurolog dan psikiater Austria serta korban Holocaust yang selamat . Pastinya ini holocaust jaman yahudi doeloe lho ya, bukan holocauts pandemi 2021 ini. 

Frankl adalah pendiri logoterapi dan Analisis Eksistensial, "Aliran Wina Ketiga" dalam psikoterapi. Aliran filsafatnya ke psikoanalisa yang ditokohi oleh Simbah Sepuh SIgmund Freud. Psikoanalisa ini oleh sebagian ilmuwan dikeluarkan dari metodologi ilmiah, dan dikategorikan sebagai filsafat. Namun psikoterapi dengan pendekatan ini masih berjalan dengan banyak pasien. 

Bukunya, Man's Search for Meaning (pertama kali terbit pada 1946) mencatat pengalamannya sebagai seorang tahanan kamp konsentrasi dan menguraikan metode psikoterapinya dalam upaya mencari makna dalam segala bentuk keberadaan, bahkan yang paling kelam sekalipun, dan dengan demikian juga alasan untuk tetap hidup. Kata kuncinya adalah "alasan untuk hidup". Kleyan harus punya alasan untuk hiduplho gaesss..., sehingga hidup menjadi lebih bermakna. 

Sama dengan buruh yang mengkonsumsi makanan senilai 10 rebuan sudha lengkap dan masih susuk pulak. Sama dengan penjual nasi 5 rebuan yang ternyata... banyak ya bisa dapat 500 rebu sehari, dengan margin bisa mencapai 200 - 300 an rebu seharinya. Namun direwangi atau dibela-belain bangun pagi, masak, membungus, mengedarkan, dan lain seterusnya. 

Jadi ini adalah strategi bertahan hidup dari sebagian rakyat kita ya gaesss...

Maka kita bisa melihat, di balik para penjual nasi lima rebuan, dan belanja cukup 10 rebu masih ada uang kembalian, itu adalah daya tahan dan bertaha berjuang untuk terus hidup di tengah era pandemi dan krisis ekonomi yang menggigit seluruh negara di dunia fana ini.

Salams sehat seger waras... ayo kita lanjutken dengan gowes....wes ewes ewes... lanjuttt..... (20.02.2021/Endepe) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun