Seorang anak laki-laki ditanya ayahnya tentang apa cita-citanya.
Apakah engkau ingin menjadi orang kaya nak?, tanya sang ayah. Anak itu menggelengkan kepalanya dan berkata: percuma jadi orang kaya kalau miskin hatinya.
Apakah engkau ingin jadi pejabat pemerintah? Tanya ayahnya lagi. Sang anak menjawab: tidak juga. Percuma jadi pejabat kalau tidak melindungi dan menyejahterakan rakyat tetapi hanya menuruti keinginan pribadinya.
Ataukah engkau ingin jadi artis yang terkenal, dipuja di mana-mana? Ayahnya semakin ingin tahu saja. Anak itu kembali menjawab: tidak juga. Ketenaran dan jadi pujaan di mana-mana juga percuma kalau menderita, tak bebas ke mana-mana, hatinya hampa, dan tak memberi maslahat bagi sesama.
Lalu kau sebenarnya ingin jadi apa?, tanya ayahnya mendesak. Jawab anak itu: aku hanya ingin jadi orang yang tidak tergantung pada atribut apa-apa. Aku hanya ingin jadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa, dan agama. Juga jadi orang yang membanggakan bagi orangtua selamanya. Sampai nanti juga ayah dan ibu memandang saya dari surga dengan bahagia. Mungkin ini klise tapi memang itu ayah cita-cita saya.
Sang ayah menitikkan air mata bahagia. Bangga pada cita-cita anaknya yang mulia, meskipun sederhana.