Mohon tunggu...
Nugroho Angkasa
Nugroho Angkasa Mohon Tunggu... wiraswasta -

Pemilik Toko Online di Dapur Sehat dan Alami, Guide Freelance di Towilfiets dan Urban Organic Farmer. Gemar Baca dan Rangkai Kata untuk Hidup yang lebih Bermakna. Blog: http://local-wisdom.blogspot.com/.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Belajar di Sekolah Kehidupan

8 Mei 2013   23:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:53 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alkisah, siang itu matahari musim panas bersinar terik, Butler sedang bekerja di dalam garasinya di sebuah kota kecil di Arizona, Amerika Serikat. Keringatnya deras bercucuran. Tiba-tiba ia mendengar terikan seorang wanita minta tolong dari belakang rumahnya. Butler bergegas mengayuh kursi rodanya menuju ke arah suara tersebut. Tapi karena ia terhalang pagar dan kursi rodanya tak bisa melintasi, pria tua itu turun dari kursi roda dan memanjat pagar dengan kedua tangan.

Pasca berjuang sekuat tenaga hingga membuat tangan dan tubuhnya berdarah-darah penuh luka, Butler melihat seorang anak tanpa dua tangan tenggelam dan berada di dasar kolam renang. Rasa kesakitan dan perih itu tak lagi dihiraukan, ia segera terjun dan menyelam ke dasar serta membopong bocah kecil itu ke tempat aman.

Ibu sang anak berdiri di tepi kolam sembari terus berteriak histeris. Apalagi ketika melihat Stephanie anaknya tidak bergerak sama sekali. Ia begitu terguncang menyaksikan anaknya tenggelam sementara ia tak bisa menolong karena tak bisa berenang. Lalu Butler menenangkannya, “Ibu tenang saja, karena semua akan baik-baik saja, saya akan menjadi tangannya dan kita pasti dapat melewati semua ini.” Ia segera memberi nafas buatan. Setelah beberapa saat, Stephanie batuk-batuk kecil dan sadar kembali.

Karena keadaan sudah membaik, ibunda Stephanie penasaran dan bertanya bagaimana mungkin Butler yang tidak memiliki dua kaki mampu meloncati pagar serta begitu tenang  menolong anaknya? Butler kemudian mengisahkan pengalamannya, “Saya ini seorang veteran perang di Vietnam. Suatu hari saya menginjak ranjau dan kedua kaki saya terpotong. Tak ada seorangpun datang menolong kecuali seorang anak perempuan Vietnam. Bocah tersebut dengan susah payah menyeret tubuh saya sampai ke desa dan berbisik dengan Bahasa Inggris yang terbata-bata, “Semuanya akan baik-baik saja, saya akan menjadi kakimu, kita akan mampu melewati semua ini.” Kini saatnya giliran saya membalasnya (halaman 96).

Lewat kisah di atas penulis memaknai frasa “mau berterimakasih”. Sebagai tindakan yang muncul dari hati dan berasal dari kesadaran bahwa dirinya pernah ditolong orang lain. Oleh sebab itu, ia memiliki kerinduan untuk menolong orang lain juga. Secara lebih mendalam, bukankah pada hakikatnya manusia eksis sampai sekarang karena ada orang lain di luar sana telah menolong kita?

Jadi seyogyanya setiap orang mulai bergerak menolong sesama. Sebagai wujud ungkapan terimakasih sekaligus kesediaan menjadi pahlawan bagi mereka yang menerima pertolongan kelak. Jika untaian rantai “mau berterimakasih” terus dijalin oleh semakin banyak orang niscaya dunia menjadi lebih indah. Dalam konteks ini, jangan pernah takut untuk berbagi sebab menyitir pendapat Anne Frank, “Tidak seorangpun pernah jatuh miskin karena memberi.” (halaman 97).


Inspirasi Alam

School of Life juga menimba inspirasi dari alam, terutama dunia fauna. Ada sebuah pohon ditanam bersama pohon-pohon lainnya. Waktu terus berlalu, tapi pohon tersebut tak segera tumbuh, padahal pohon lain telah menjulang tinggi dan beberapa di antaranya bahkan telah berbuah lebat.

Pada tahun ketiga, pohon tersebut baru memberi tanda-tanda kehidupan. Sebuah tunas kecil menyembul dari dalam tanah. Ia begitu rapuh di banding pohon-pohon lainnya yang telah berdiri kokoh. Uniknya, setelah tunas pohon tersebut tumbuh, ia tidak berhenti tumbuh sementara pohon-pohon lainnya telah berhenti tumbuh. Pohon itu mengungguli pohon-pohon lainnya yang notabene telah mulai tumbuh terlebih dulu. Tahukah Anda nama pohon tersebut, ya betul namanya pohon Redwood. Ia dikenal sebagai pohon tertinggi di dunia.

Pertanyaaanya ialah kenapa pohon Redwood baru tumbuh ketika menginjak tahun ketiga? Ternyata pohon tersebut sama dengan pohon-pohon lainnya yang bertumbuh. Bedanya, pohon lain bertumbuh ke atas, sedangkan pohon Redwood tumbuh ke bawah. Ia berakar ke bawah dan mengokohkan akar-akarnya dengan menembus tanah keras dan bebatuan cadas. Pasca selesai mencengkramkan akar-akarnya dengan kuat, baru ia tumbuh ke atas, terus dan terus hingga mencapai ketinggian optimal.

Dalam konteks ini, penulis menandaskan bahwa karakter manusia pun seperti cerita di atas. Pertumbuhan ke dalam lebih penting ketimbang pertumbuhan keluar. Karakter ialah watak dan jati diri seseorang, sementara kepribadian ialah hasil dari pencitraan semu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun