Mohon tunggu...
Nugraha Wasistha
Nugraha Wasistha Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Penggemar bacaan dan tontonan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

"Teman Curhat"

13 Februari 2021   20:03 Diperbarui: 11 Maret 2021   20:08 324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dikutip dari Pxhere

Malam hari, menjelang jam dua belas malam. Tentunya saat yang paling enak buat meringkuk di kasur, ditemani istri. Apalagi kalau jumlahnya lebih dari satu. Istrinya lho, bukan kasurnya.

Tapi tidak demikian dengan si Mansyur. Bukannya meringkuk, satpam gudang tembakau ini malah sedang merengut. Mukanya yang mirip Vin Diesel - waktu memerankan Groot - jadi kelihatan lebih sangar lagi.

Ya, Mansyur memang lagi marah. Marah besar, tepatnya. Cukup besar untuk tidak saja membuatnya menjauhi kasur, tapi juga minggat dari rumah. Dan itu sangat bisa dimaklumi, mengingat sumber masalahnya memang ada di rumah.

Masalah itu, apa lagi kalau bukan istrinya.

Itu juga tidak mengejutkan. Siapa yang tak pernah punya masalah dengan istri. Kebanyakan ahli jiwa sudah sepakat, bunga-bunga cinta mulai busuk setelah tiga setengah bulan pernikahan. Kebiasaan yang dulu terlihat menggemaskan, sekarang jadi menjengkelkan. Tingkah laku yang saat pacaran membuat jatuh hati, setelah menikah membuat darah tinggi.

Mansyur dan istrinya tak terkecuali. Mereka malah mencuri start. Tak perlu menunggu tiga setengah bulan. Saat malam pertama mereka sudah bertengkar. Di kamar pengantin lagi. Sampai-sampai kerabat yang masih di luar jadi ketakutan, mengira keduanya kesurupan.

Padahal masalah mereka saat malam pertama itu bisa dibilang sepele, tapi juga bisa dibilang rumit.

"Apa?" istrinya sampai nyaris berteriak saking kagetnya. "Dasar laki-laki tidak normal. Aku tidak mau. Mau bikin anak apa bikin keseleo?"

"Siapa yang bilang itu tidak normal?" bantah Mansyur tak kalah ngotot. "Makanya jadi perempuan itu jangan kurang wawasan."

'Aku? Kurang wawasan?' istrinya makin emosi. "Kamu yang kurang waras!"

Sejak saat itu hubungan keduanya terus memburuk. Akibatnya rating acara bapak-bapak berdebat kusir dan sinetron ibu-ibu menangis bombay turun drastis di wilayah RT setempat. Soalnya pertengkaran keduanya lebih seru dari dua acara televisi favorit itu. Tanpa gimmick lagi.

Lucunya, walau tiap hari bertengkar, tak ada pikiran mereka untuk cerai. Bagaimanapun, status lebih penting dari ketenangan syaraf. Mending tidak bahagia daripada kehilangan pasangan. Satu prinsip mengharukan yang sepertinya banyak dianut orang.

Tapi kejadian malam ini sudah melampaui batas emosi Mansyur. Dia memutuskan cabut. Itu sudah pilihan terbaik, mengingat pilihan lainnya cuma mencekik istrinya. Agak mengejutkan bahwa ia masih cukup waras untuk tidak melakukannya.

Maka setelah membanting pintu depan sampai mengagetkan kucing kawin di atas atap, Mansyur pun keluar dengan masih mengenakan seragam satpam. Sempat terpikir olehnya untuk naik motor, tapi kemudian diurungkan. Motor butut itu sering rewel saat distarter. Dalam kondisi normal saja bikin emosi. Apalagi dalam situasi sekarang.

Lagipula motor itu bukan seratus persen miliknya, tapi pinjaman dari mertuanya.

Mansyur pun berjalan kaki menyusur jalan kampungnya yang gelap. Amarahnya masih memuncak di ubun-ubun. Karena itu dia tidak peduli ke mana dia melangkah. Asal terobos saja. Dari mulutnya tak habis-habis keluar sumpah-serapah.

"Ada masalah, Bang?"

Ada orang yang tahu-tahu bertanya. Entah siapa tidak jelas. Mansyur tidak memperhatikan. Atau lebih tepatnya tidak peduli. Konsentrasinya masih ke koleksi caci-maki yang ada di kepalanya.

Namun tak urung dia menjawab, "Biasa...."

"Aha, berantem sama istri ya?"

"Iyalah..."

"Sabar aja, Bang. Namanya perempuan selalu begitu. Banyak maunya, dikit pengertiannya."

"Ini lebih parah," tukas Mansyur.

"Waduh, emang kenapa, Bang?"

"Bayangin aja, dia dulu sering ngata-ngatain saya. Dibilang kurang waras segala. Cuma gara-gara saya kepingin variasi..."

"Variasi? Abang pingin permak mobil?"

"Ya enggak. Variasi gaya hubungan intim. Biar tidak bosan. Wajar kan?"

"Ooo....kalo itu memang wajar sih."

"Makanya. Eee..malah saya dibilang tidak waras. Padahal gaya yang saya minta tidak aneh-aneh kok..."

"Emang gaya apa sih, Bang?"

"Gaya helikopter..."

"Hah? Kayak gimana itu?"

"Masa enggak tahu?"

"Denger aja baru sekarang."

Mansyur pun menggambarkan dengan detil seperti apa gaya helikopter itu, termasuk cabang-cabangnya. Mulai dari helikopter terbang membumbung sampai helikopter mendarat darurat.

Teman curhatnya pun tertawa geli. "Wah, wah...saya gak berani komentar apa-apa deh, Bang."

"Tapi masih wajar kan?" Mansyur bersikeras.

"Yah, itu mungkin relatif sih, Bang. Tapi ya kalau nurut saya, istri harusnya emang nurut sama suami. Apalagi kalo urusan begituan. Justru harusnya dia bangga diajak yang aneh-aneh gitu. Itu berarti suaminya nganggap dia menarik. Iya kan, Bang?"

Mansyur langsung mengangguk-angguk penuh semangat. "Ya itu makanya. Padahal saya sebenarnya cinta banget sama dia. Sumpah. Wajahnya kejepang-jepangan gitu. Mirip banget sama Sayaka Yamamoto."

"O, panglima tentara Jepang itu ya?"

"Bukan, anggota HKB-48."

"Anggota jemaah Batak?"

"Bukan, itu nama grup idol."

"Ooo...Indonesia Odol. Ya memang cantik-cantik sih. Wah, Abang beruntung lho dapat istri bertampang artis. Saya ngimpi nglamar artis saja ditolak."

Untuk pertama kalinya Mansyur tersenyum, meski wajahnya masih galau.

"Kalo boleh nyaranin nih, Bang. Perempuan itu ibarat kucing. Kalau ditendang, pasti nyakar. Tapi kalo terus dielus-elus, gak disuruh juga mlungker. Makanya Abang jangan langsung ngegas. Pelan-pelan aja. Jangan buru-buru helikopter. Gerobak aja dulu. Lama-lama dia pasti mau."

"Justru karena itu saya minggat...!"

"Maksud Abang?"

"Waktu saya pulang dari kantor tadi, ternyata dia mau juga diajak bercinta dengan gaya helikopter."

"Lho, kalau udah mau, kenapa Abang malah emosi?"

"Karena yang ngajak bukan sayaaa...huhuhuhuhu!!"

Habis berkata demikian, Mansyur pun menangis sejadi-jadinya. Semua bendungan emosinya jebol. Dia langsung jongkok dan tersedu-sedu. Memelas sekali kelihatannya.

'Huhuhuhu....kok tega banget dia selingkuh di depan saya...di rumah saya sendiri...hiks...padahal saya ini orangnya sabar...tidak pernah mukul dia waktu bertengkar....hiks...paling-paling mukul mertua...huhuhuhu..."

"Waduuh, kalau sudah selingkuh gitu harus dilaporin Pak RT, Bang!"

"Tidak bisaaa...huhuhu..."

"Lho kenapa tidak bisa?"

"Soalnya selingkuhnya sama Pak RT...huhuhuhu.."

"Wadaauu...saya ikut berduka deh, Bang. Tapi percayalah, nanti istri Abang pasti balik. Atau malah Abang dapat yang lebih cakep. Saya yakin itu. Kenapa? Karena saya lihat, Abang orangnya baik. Orang baik pasti dibantu Tuhan. Jadi Abang tenang sajalah..."

"Huhuhuhu..saya bukan orang baik...hiks...saya sering perang mulut sama dia..huhuhu..."

"Justru itu, Bang. Kalo cuma perang mulut aja masih baik. Kalo perang beneran, apalagi sambil bawa golok, nah itu baru gak baik. Sudah, sekarang istirahat aja dulu. Besok pagi pasti udah gak sedih lagi. Percaya deh..."

Itu kata-kata terakhir yang didengar Mansyur sebelum dia jatuh tertidur. Lelah lahir maupun batin.

Ternyata yang dibilang orang itu benar. Keesokan paginya Mansyur tidak lagi merasa sedih. Dia cuma kaget setengah mati. Bagaimana tidak, ternyata dia tertidur di tengah kuburan. Saking emosinya, Mansyur tidak sadar kalau tadi malam sampai nyasar di kuburan kampung - yang terkenal angker.

Tapi bukankah dia tadi malam ngobrol - bahkan curhat - sama orang, pikir Mansyur dengan agak bingung. Kenapa orang itu tidak bilang apa-apa?

Mansyur pun berusaha mengingat-ingat sosok orang yang dijumpainya tadi malam. Selama percakapan berlangsung, dia sama-sekali tidak memperhatikan yang bersangkutan. Namanya juga emosi.

Barulah sekarang ia menyadari ada yang aneh dengan penampilan teman curhatnya tadi malam. Orang itu tidak memakai pakaian normal, seperti baju dan celana. Dia cuma memakai kain putih yang menyelubungi dari kepala sampai ujung kaki. Hanya bagian wajahnya yang kelihatan.

Bukan cuma itu. Kalau diingat-ingat lagi, orang itu pun cara jalannya aneh. Bukannya melangkah, tapi melompat-lompat....

Mansyur pun terkesiap. Masya Allah. Berarti....berarti orang itu adalah....adalah....

Mansyur langsung pingsan dengan sukses.

TAMAT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun