Mohon tunggu...
I Nyoman Tika
I Nyoman Tika Mohon Tunggu... Dosen Kimia Undiksha - Hoby menanam anggur

Jalan jalan dan berkebun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pelukan Cinta Di Pantai Mutun Yang Indah

31 Agustus 2025   12:15 Diperbarui: 31 Agustus 2025   12:31 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pantai Mutun di Lampung (sumber : https://rafiqrentcar.com/)

Pantai Mutun sore itu seperti sebuah kanvas luas yang dilukis Tuhan dengan tangan penuh kasih. Langit terbentang biru muda, dihiasi semburat jingga di ufuk barat, seakan sedang berlatih menuliskan puisi di atas cakrawala. Lautnya tenang, memantulkan cahaya matahari sore yang berkilau seperti serpihan emas bertebaran di permukaan air. Di kejauhan, perahu nelayan melintas pelan, bagai titik-titik kecil yang menari di atas biru laut.

Aku berdiri di tepi pantai, pasir lembut menelusup di sela-sela jemari kakiku. Angin laut datang menyapa, membawa aroma asin yang mengingatkan pada janji-janji kehidupan: sederhana, jujur, dan setia. Dan di tengah keheningan yang penuh harap, aku menunggu satu nama yang membuat jantungku berdegup tak beraturan---Kirana.

Namanya saja sudah seperti mantra. Dalam bahasa alam, Kirana berarti cahaya. Dan memang, sejak pertama kali aku mengenalnya, senyumnya adalah cahaya yang mampu menyalakan ruang-ruang hatiku yang lama redup. Hari itu, aku menanti kehadirannya, seolah menunggu fajar menyibakkan malam. Jantungku berdetak cepat, seperti ombak yang datang berkejaran tak kenal lelah.

Pertemuan di Bawah Langit Lampung

Dari kejauhan, sosoknya mulai terlihat. Dia berjalan perlahan di bibir pantai, langkahnya ringan seperti menapaki seruling yang sedang memainkan melodi sunyi. Rambut hitamnya tergerai, berkilat ketika disentuh sinar senja, seolah helaian malam sedang berayun lembut di pundaknya. Kulitnya putih bersih, bagai bunga melati yang baru mekar di musim semi. Dan senyumnya---ah, senyum itu---bagaikan ombak pertama yang menyentuh pantai setelah lama merindu.

Ketika mataku menangkap matanya, waktu seakan berhenti. Semua suara hilang, hanya degup jantungku yang terasa begitu jelas di dada. Dia tersenyum, dan aku merasa seluruh pantai Mutun ikut tersenyum bersamanya. Ombak menjadi musik pengiring, angin laut menjadi doa, dan pasir pantai menjadi saksi bisu pertemuan kami.

"Aku datang," ucapnya lirih, suaranya lembut seperti bisikan angin pada daun kelapa.

Aku hanya bisa tersenyum, meski dalam hati aku ingin berteriak ke seluruh semesta bahwa inilah kebahagiaan yang aku cari. Kami berjalan beriringan, kaki kami meninggalkan jejak di pasir basah yang segera dihapus oleh ombak. Jejak itu memang hilang, tetapi perasaan yang tumbuh saat itu akan selamanya terukir dalam hatiku.

Dekapan di Tepi Ombak

Kami duduk di atas pasir, tepat di bawah pohon pandan laut yang menjulang. Ombak berkejaran, kadang lembut, kadang gagah, seolah ingin ikut merayakan pertemuan ini. Aku menoleh padanya, menatap wajah yang begitu sempurna di bawah sinar senja. Matanya jernih, memantulkan warna laut yang tak berkesudahan. Saat itu, aku ingin masuk ke dalam matanya, dan tinggal di sana selamanya.

Tanpa banyak kata, aku meraih tangannya. Hangat. Lembut. Dan saat aku menggenggamnya, seolah aku sedang menggenggam seluruh dunia. Dia menatapku, lalu tersenyum tipis.

"Aku takut kehilanganmu," kataku lirih, hampir seperti doa yang meluncur dari bibirku.

Dia menunduk sejenak, lalu mengangkat wajahnya lagi. Ada cahaya di matanya, cahaya yang bukan hanya dari pantulan laut, tetapi dari sesuatu yang lebih dalam---dari hatinya. "Aku juga," jawabnya singkat, namun penuh makna.

Aku mendekapnya. Tubuhnya terasa menyatu dalam pelukanku, seakan kami memang diciptakan untuk berpadu. Nafasku dan nafasnya saling bertemu, melebur menjadi satu irama cinta yang tak bisa dipisahkan oleh apa pun. Angin laut meniup rambutnya ke wajahku, dan aku merasa itu adalah pelukan semesta yang turut merestui.

Janji di Bawah Senja

Matahari perlahan tenggelam, menyisakan cahaya oranye yang memantul di permukaan laut. Langit berubah menjadi kanvas jingga-merah, seolah melukiskan janji-janji cinta yang abadi. Aku menatap Kirana dalam-dalam, seakan ingin menulis namanya di hatiku dengan tinta cahaya senja.

"Aku ingin bersamamu," kataku, suara serak oleh rasa haru. "Bukan hanya hari ini, bukan hanya esok, tapi sampai akhir hayatku. Aku berjanji akan merawatmu, menjaga setiap tawa dan air matamu. Aku ingin kita berjalan bersama, apapun yang terjadi."

Dia terdiam. Sesaat aku merasa khawatir, tapi lalu dia mengangguk. Perlahan, senyumnya terbit seperti bulan di langit malam. "Aku pun tak ingin berpisah. Sampai maut menjemput, aku ingin tetap di sisimu."

Saat itu, aku merasa seluruh alam semesta berhenti bergerak, hanya menyisakan kami berdua di dunia ini. Suara ombak menjadi doa, cahaya senja menjadi saksi, dan pasir pantai menjadi kitab abadi tempat janji kami terukir.

Malam yang Mengikat Jiwa

Senja beralih menjadi malam. Bulan separuh menggantung di langit, ditemani bintang-bintang yang berkerlip malu. Pantai Mutun menjadi lebih hening, hanya suara ombak yang terus berulang, seperti jantung bumi yang berdetak. Kami masih duduk berdua, tangan saling menggenggam erat, seakan tak ingin ada ruang sedikit pun di antara kami.

Aku menatap wajah Kirana yang diterangi cahaya bulan. Wajahnya bagai purnama itu sendiri, memantulkan cahaya putih lembut yang menenangkan. "Kau tahu?" tanyaku pelan. "Sejak aku bertemu denganmu, aku merasa hidupku lengkap. Aku tak lagi mencari-cari, karena semuanya ada di dalam dirimu."

Dia tersenyum, lalu menundukkan kepala, seolah malu pada kejujuranku. "Aku juga merasakan hal yang sama. Kau seperti rumah yang selalu aku rindukan, bahkan sebelum aku mengenalmu."

Kata-kata itu menancap dalam, menyalakan api cinta yang lebih besar dalam dadaku. Aku memeluknya lebih erat, ingin memastikan bahwa dia benar-benar ada di sisiku, bukan sekadar mimpi yang bisa hilang ketika aku terbangun.

Pelukan Abadi

Waktu terus berjalan, tapi aku tak peduli. Yang aku tahu hanya satu: aku ingin tetap di sini, bersama Kirana, selamanya. Pelukan kami bukan lagi sekadar pelukan tubuh, melainkan penyatuan jiwa. Nafas kami berpadu, degup jantung kami berpadu, dan aku tahu cinta ini akan abadi.

"Aku akan selalu ada untukmu," bisikku di telinganya. "Bahkan ketika dunia mencoba memisahkan kita, aku akan tetap menggenggammu."

Dia mengangguk dalam pelukanku. "Aku percaya. Dan aku akan selalu kembali padamu, di manapun aku berada."

Ombak datang dan pergi, tapi janji kami tetap tinggal. Pasir pantai terhapus ombak, tapi jejak cinta kami tak akan pernah pudar. Malam semakin larut, namun hati kami tetap menyala. Dan di pantai Mutun yang indah itu, cinta kami bersemi, tumbuh, dan berjanji untuk tidak pernah mati.

Epilog: Selamanya di Pantai Mutun

Hari itu menjadi kisah yang tak akan pernah kulupakan. Pertemuanku dengan Kirana di pantai Mutun adalah awal dari sebuah perjalanan panjang---perjalanan cinta yang penuh janji dan pengabdian. Pantai itu bukan lagi sekadar tempat wisata, melainkan altar suci tempat cinta kami diikat.

Dan hingga kini, setiap kali aku menutup mata, aku masih bisa merasakan hangat pelukannya, mendengar suaranya yang lembut, dan melihat matanya yang penuh cinta. Aku tahu, meskipun waktu terus berjalan, meskipun usia memakan tubuh, cinta itu akan tetap abadi.

Kirana adalah cahaya, dan aku adalah lautan. Kami berpadu di pantai Mutun, menjadi satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan---sampai maut menjemput kami. Rahayu****

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun