Reformasi Forensik: Pelajaran dari Arizona
Artikel Beety menawarkan solusi: laboratorium harus "independen dari polisi dan jaksa" . Dengan begitu, DNA bisa benar-benar jadi sains, bukan politik.
Di Houston, Amerika Serikat, sudah ada laboratorium independen yang membuka akses penuh kepada publik dan pengacara. Semua catatan bisa diunduh secara online. Hasilnya? Kepercayaan publik meningkat, dan manipulasi berkurang.
Bayangkan jika di Indonesia ada "Badan DNA Independen" yang mengumumkan hasil dengan live streaming, lengkap dengan file mentah. Mungkin gosip tetap ada, tapi setidaknya publik bisa menilai sendiri, bukan hanya mengamini.
 Penutup: DNA Bukan Tuhan
Satire ini bukan untuk merendahkan sains, melainkan untuk mengingatkan bahwa  "ilmu tidak pernah steril dari kepentingan manusia". DNA bukan kitab suci, ia hanyalah rangkaian basa nitrogen yang diinterpretasikan lewat mesin---dan mesin dikendalikan oleh manusia, yang bisa salah, bias, bahkan curang.
Kasus Ridwan Kamil dan Lisa Mariana hanyalah cermin: betapa kita begitu cepat menganggap angka laboratorium sebagai kebenaran mutlak, padahal ia bisa dimanipulasi.
Mungkin suatu hari nanti, bangsa ini perlu menulis ulang pepatah:
 "Di balik setiap hasil DNA, selalu ada manusia yang menekan tombol mesin."
Dan manusia, seperti kita tahu, selalu membawa serta bias, kepentingan, dan---tentu saja---sisi satire. Moga Bermanfaat****
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI