Sering orang salah memahami kata "adil". Adil bukan berarti sama rata tanpa melihat kebutuhan. Adil berarti bijaksana dalam membagi sesuai situasi dan kondisi.
Ada masa ketika orangtua saya sedang sakit, tentu kebutuhan mereka lebih besar. Saat itu, saya berbicara dengan istri: "Untuk bulan ini, mungkin perlu lebih banyak untuk ayah dan ibu saya." Istri saya mengangguk, dengan senyum penuh pengertian. Di saat lain, mertua yang membutuhkan perhatian lebih, maka giliran istri yang mengajukan tambahan. Dan saya pun mendukung.
Adil bukan berarti menghitung dengan kalkulator, melainkan menggunakan hati. Adil bukan berarti membagi sama rata, melainkan menakar dengan cinta dan kebijaksanaan.
Kunci Utamanya: Komunikasi yang Jernih
Bila ditanya, apa rahasia agar tetap adil dalam memberi kepada orangtua, saya akan menjawab dengan sederhana: komunikasi.
Komunikasi bukan sekadar bicara, melainkan mendengarkan dengan hati. Saya dan istri punya kesepakatan: setiap kali ada kebutuhan dari orangtua, kami bicarakan bersama. Tidak ada yang ditutup-tutupi, tidak ada yang didramatisir. Semua disampaikan dengan tenang.
Ketika komunikasi jernih, hati pun ikut jernih. Tidak ada ruang untuk prasangka, tidak ada tempat bagi rasa curiga. Yang ada hanya rasa saling mendukung, saling memahami, dan saling merestui.
Memberi Itu Bukan Kehilangan, Tapi Menyuburkan
Kadang orang merasa berat memberi kepada orangtua, takut rezekinya berkurang. Padahal, memberi itu seperti menanam. Uang memang berpindah dari tangan kita, tetapi yang tumbuh adalah doa.
Saya percaya, doa orangtua adalah pupuk paling subur dalam hidup. Dari doa mereka, jalan-jalan yang buntu bisa terbuka. Dari restu mereka, hati yang gundah bisa kembali tenang.
Maka setiap kali memberi, saya tidak merasa kehilangan. Justru hati menjadi lapang. Karena di balik setiap pemberian, ada doa yang mengalir kembali, lebih deras dari yang pernah kita bayangkan.