Juga ada pergelaran wayang kulit, dari Desa Bakal, Kabupaten Karang asem, Â judul suda mala, Sebuah lakon : Lakon yang umum dipentaskan dalam upacara ruwatan adalah lakon Murwakala, yang umumnya mengisahkan tentang kelahiran dewa atau Batara Kala. Cerita ini bersumber dari karya sastra Jawa. Menurut Poerbatjaraka, Kitab Manikmaya ditulis pada masa Kartasura oleh Kartamursadah, sementara Serat Paramayoga merupakan karya Raden Ngabehi Ranggawarsita. Kedua naskah tersebut memuat bagian yang mengisahkan tentang asal-usul kelahiran Batara Kala.
Kami sekeluarga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para undangan yang telah meluangkan waktu untuk hadir dan memberikan restu. Kehadiran Bapak/Ibu/Saudara/i tidak hanya menjadi bentuk dukungan moril, tetapi juga menegaskan pentingnya menjaga harmoni antara tradisi dan kehidupan modern, kata memberikan pesan.
Sudah menjadi tanggung jawab orang tua untuk menanamkan sejak dini bahwa keberagaman adalah sumber keindahan dan kekuatan dalam kehidupan bersama. Di tengah arus globalisasi, penting bagi generasi muda untuk memahami sejarah, asal-usul, dan budaya leluhur mereka---karena tanpa itu, mereka laksana pohon yang kehilangan akarnya, mudah goyah dan kehilangan jati diri. Perlu disadari pula bahwa setiap warisan budaya yang kita nikmati hari ini adalah hasil dari perjuangan panjang dan pengorbanan besar, yang membuktikan bahwa memiliki dan merawat budaya bukanlah hal yang didapat secara cuma-cuma, melainkan sesuatu yang bernilai tinggi dan layak dijaga dengan sepenuh hati.
Di tengah arus kehidupan modern yang semakin cepat, menjaga dan merawat warisan tradisi adalah sebuah bentuk penghormatan terhadap akar budaya. Salah satu peristiwa sakral yang menggambarkan keharmonisan antara adat dan kehidupan masa kini adalah upacara potong gigi (metatah) yang bertepatan dengan otonan dan hari kelahiran seseorang
Upacara berlangsung di kampung kami, desa Waringan banjar Basang alas, kecamatan rendang Karangasem Bali, wilayang barat daya Gunung Agung, wilayah yang masih lestari dan banyak kawasan hutan lindung.
Upacara ini, adalah tradisi yang dihadiri oleh keluarga besar, kerabat, tetangga, dan undangan lainnya. Tidak hanya sebagai bentuk persembahan dan pujawali, perayaan ini juga menjadi ruang berkumpulnya rasa kekeluargaan. Salah satu yang membuat suasana semakin sakral dan meriah adalah pagelaran wayang yang dihadirkan malam harinya. Wayang, sebagai media dakwah budaya dan spiritual, menghidupkan nilai-nilai kebijaksanaan leluhur dalam bentuk cerita yang sarat makna.
Kami sangat bersyukur dan berterima kasih atas kehadiran semua pihak yang turut serta dalam upacara ini. Kebersamaan, doa, dan dukungan dari Bapak/Ibu/Saudara/i memberikan warna tersendiri dalam perjalanan spiritual ini. Tradisi memang tidak hanya diwariskan---ia juga dirayakan, dirawat, dan dihidupi bersama.
Bagi kami, momen ini bukan hanya tentang prosesi adat. Ini adalah pengingat bahwa meskipun kita tumbuh dan belajar di dunia yang semakin global, akar budaya tetap menjadi fondasi yang penting dalam membentuk siapa kita. Upacara potong gigi, otonan, dan ulang tahun yang bertepatan ini adalah simbol harmoni antara waktu dan tradisi, antara keluarga dan spiritualitas, antara masa lalu dan masa depan.
Momen ini menjadi pengingat bahwa di tengah kesibukan sebagai mahasiswa atau pekerja, akar budaya tetap menjadi bagian penting dalam membentuk jati diri. Upacara seperti ini bukan hanya warisan, tetapi juga investasi spiritual dan sosial untuk generasi mendatang.
Semoga warisan budaya ini terus hidup dalam generasi kami, dan terus menjadi sumber kekuatan serta kebijaksanaan. Moga bermanfaat****